☁️ㅣ9. Sudah Ada yang Tahu

4.3K 572 72
                                    

HAI! Kembali lagi bersama Agar Bulan!

Jangan lupa komentar yang banyak, ya! Updatenya mau aku cepetin!

Jangan lupa komentar yang banyak, ya! Updatenya mau aku cepetin!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah taksi tiba di depan gerbang kediaman Zanava. Seorang lelaki turun dari sana untuk membawa kursi roda terlebih dahulu lalu setelah menyiapkannya, ia membuka pintu di samping kiri dan menggendong Rembulan yang menunggu.

Agraska memang sengaja ikut mengantarkan Rembulan hingga ke rumah, keduanya memakai taksi sementara motor Agraska dibiarkan begitu saja di parkiran sekolah, ia menyuruh salah satu anggota Axares untuk membawakannya kemari nanti.

Begitu Rembulan duduk manis di tempatnya, Agraska menunjukkan layar ponselnya pada sopir. "Pak udah dibayar," ucapnya. Sopir itu mengangguk lalu pergi dari sana.

Gerbang terbuka lebar kala Agraska mendorong kursi roda Rembulan dan masuk ke sana. Sudah lama Agraska tidak mengunjungi kediaman Zanava, selain karena Alvaro selalu bersikeras melarang, Agraska juga agak takut jika bertemu dengan Anggara.

"Om Anggara kerja, Bulan?" tanya Agraska dengan pelan, tubuhnya sedikit membungkuk untuk memperhatikan wajah gadis berkacamata itu.

Rembulan mengangguk. "Iya. Jadi di rumah cuman ada Mama, Nenek, sama beberapa pembantu. Agar mampir dulu ke dalam, ya?"

Dengan riang kepala Agraska naik turun pertanda menyetujui. "Gue harus nyapa mamer--mama mertua. Yaaa, masih calon, sih."

Rembulan menunduk dalam diam, wajahnya terasa kembali memanas apalagi saat mengingat kejadian di ruang seni, di mana Agraska mencium pipinya bahkan menggigitnya sampai beberapa waktu menimbulkan bekas.

Benar-benar frontal, tapi Rembulan tidak protes.

Agraska dan Rembulan kini sudah berhadapan dengan pintu utama, hendak membukanya tapi pintu itu lebih dulu terbuka dari dalam, menampilkan Isabela yang menatap Rembulan, sedetik kemudian beralih pada Agraska yang balas menatapnya.

"Siang, Bu." Agraska menyapa. Ia tidak mau memanggilnya dengan sebutan 'Nek', sebab dulu ia pernah terkena pukulan nenek-nenek karena tak terima dipanggil demikian. Sekarang, Agraska tidak mau mengulang kesalahan yang sama. "Saya Agraska, antar Bulan pulang, hehe."

"Oh, terus?" Isabela mengangkat alisnya, menatap Agraska dari atas sampai bawah lalu beralih menatap Rembulan. "Kamu itu ya, perempuan tapi tidak bisa memilih pergaulan. Pantas saja gayanya selalu kampungan, malu-maluin keluarga saja," ucapnya membuat Rembulan mengerjap.

Kenapa tiba-tiba?

Rembulan memperhatikan penampilan Agraska. Lelaki itu bersih, pakaiannya memang tidak rapi, tapi dilihat dari sudut manapun tidak akan ada yang berani menilai Agraska sekampungan itu.

Agraska juga mengernyit. Ia jelas tidak terima, suara dalam hatinya terus memaki namun ia berusaha menahan diri. Demi kelangsungan dan kelancaran membina rumah tangga dengan gadis impian, Agraska tidak boleh tersulut.

Awan untuk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang