☁️ㅣ15. Obat Sang Rembulan

4.7K 546 82
                                    

HAI HAI! Maaf aku baru update hari ini!

Jangan lupa tinggalkan komentar kalian yaa!!

"LAGI! TERUS SEPERTI INI! KAPAN SELESAINYA?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"LAGI! TERUS SEPERTI INI! KAPAN SELESAINYA?!"

Teriakan seorang wanita disertai isakan itu terdengar jelas, menggelegar di seluruh dapur rumahnya yang gelap gulita. Petir-petir yang menyambar sudah kalah dengan teriakan yang dikeluarkannya, membuat keributan dalam keheningan tengah malam.

Wanita itu terus terisak. Ia menjambak kuat rambutnya, meremas dadanya yang sesak, memukul pantri dapur di hadapannya menyalurkan emosi yang dipendam. Menangis sendirian mencoba mengeluarkan apa yang ia pendam beberapa bulan belakangan ini.

Sementara dibalik tembok, tanpa disadari wanita itu Agraska terdiam mendengarkan. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sebelah sudut bibirnya terangkat jelas.

"Sakit 'kan, Bu?" Agraska bergumam pelan, tubuhnya menyandar pada tembok dengan tatapan terarah tak tentu ke depan. "Dulu, Ayah juga sama. Sakitnya lebih dari ini. Ibu harus rasain gimana penderitaan ayah yang dulu."

Setelah berkata demikian, Agraska segera melangkahkan kakinya untuk menjauh dari sana, membiarkan sosok wanita itu terus meraung-raung dengan deritanya sendiri.

Sekalipun wanita itu adalah ibu kandungnya, Agraska tidak akan berusaha menghampirinya, mencoba menghibur, atau menenangkannya. Sebab, Agraska terlanjur sakit hati.

Sakit hati karena kehancuran keluarganya. Dan itu dimulai oleh ibunya sendiri.

Agraska terkekeh, hingga kekehan itu berubah menjadi tawa pelan, lantas tawa pelan itu perlahan-lahan menjadi tawa keras membuat teriakan wanita tadi terhenti. Wanita itu diam mendengar suara Agraska.

Keadaan berganti dipenuhi tawa Agraska yang sudah memijak tangga hendak kembali ke kamar.

"SAKIT 'KAN, NYONYA?! Selamat menderita sendirian!! Lo gak akan bahagia setelah ini! GUE JANJI. GAK AKAN ADA YANG BAHAGIA SETELAH AYAH PERGI!!" teriaknya lantas menutup pintu kamar dengan kencang. Menyisakan petir yang kembali bersahut-sahutan.

.☁️.

"Aku duluan, Bulan!" Bela melambai saat ia tiba di depan pintu kelas, tersenyum lebar pada Rembulan yang membalas lambaiannya.

"Hati-hati, Bela!" ucap Rembulan, menyisakan dirinya yang berada di kelas sendirian. Biasanya Bela memang menunggunya sampai Agraska datang namun kali ini Bela memiliki urusan hingga mengharuskannya untuk pulang cepat. 

Rembulan kini selesai memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Ia menggerakkan kursi roda keluar dari bangku. Rembulan rasa, ia harus menemui Agraska di kelas lelaki itu saja agar ia tak merepotkannya, berhubung Agraska masih demam. Pagi tadi Rembulan memeriksa suhu tubuhnya dan masih panas.

Awan untuk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang