2) Liburan atau Perpisahan?

18 5 3
                                    

Kalau kau bertanya padaku apakah keluarga ini pernah utuh, maka jawabannya iya. Kalau kau bertanya padaku apakah Arinda dan Arindi lebih mirip Olivia atau Geri, maka tanpa ragu kujawab-Geri. Mata mereka cenderung sipit, kulit mereka kuning langsat. Sangat berbeda dengan Olivia yang memiliki hidung lancip, bibir mungil, serta kulit putih.

Baik Arindi maupun Arinda begitu bangga akan kemiripan mereka dengan sang ayah. Oh, ralat. Mungkin awalnya mereka merasa hal itu hanya sebuah kewajaran, tapi seiring waktu mereka bangga dengan fakta tersebut.

Terutama, setelah peristiwa beberapa tahun lalu. Ketika itu si kembar Ndi dan Nda berusia enam tahun. Keempatnya berlibur ke sebuah pantai melewati jalanan yang amat berliku. Menggunakan kendaraan sewa, keempatnya bertualang dengan penuh keriangan.

"Sudah kubilang, lebih baik kita langsung naik helikopter saja," ucap Oliv.

Di kursi kemudi, Geri menggelengkan kepala. "Kurang seru, sayang. Lihat anak-anak kita. Mereka bernyanyi penuh semangat. Kapan lagi bisa seperti ini?" Sekilas ia menatap ke belakang. Oliv pun melakukan hal yang sama. Setelah membenarkan letak kacamata hitamnya, ia mendesah berat.

"Kelak mereka akan mengenang liburan kali ini, Liv. Ayolah. Kau juga berhak berlibur sejenak. Lagi pula, Glimglow sekarang dikelola oleh orang-orang yang bisa kau andalkan."

Oliv mengangkat bahu. "Kau tahu, perusahaan itu segalanya bagiku. Mana mungkin aku melewatkan satu detik tanpa memikirkan Glimglow,"

"Hm? Yakin?" Geri menggoda sang istri dengan menjawil dagu lancip sang istri.

"Ck. Kau ini!" geram Oliv, setengah tertawa.

"Kau tahu, aku nanti punya kejutan untukmu-"

"Geri, AWAS!"

"Ayah!"

" ... "

Ban mobil berdecit nyaring. Teriakan demi teriakan. Kepanikan serta naluri penyelamatan menyusul kemudian.

Geri berusaha tetap tenang kendati pintu kemudi terhalang oleh gundukan tanah yang mendadak berjatuhan dari sebuah lembah. "Ndi, Nda, Oliv. Kalian semua keluarlah lebih dulu!" ucap Geri. "Ini hanya longsor kecil. Ayah menyusul. Ayo, keluarlah!"

Ketiganya lantas segera keluar dari mobil. Oliv berseru pada Ndi dan Nda untuk menjauh. Ia lantas berpaling pada Geri.

"Ayo, Geri!"

Pria itu mengangguk. Ia pun menarik napas panjang. Namun, detik selanjutnya, suara gemuruh serta getaran pijakan tak terhindarkan. Kemudian, lebih banyak gundukan tanah. Lebih besar pula tekanan yang datang menerjang.

"AYAH!"

"IBUUU"

Ndi dan Nda panik mendapati orang tua mereka tertimbun. Mereka tak sanggup membayangkan kedua orang yang menyayangi mereka pergi selama-lamanya.

"Ndi, ayo selamatkan mereka!" seru Nda.

"Ta-tapi bagaimana kita memanggil bantuan? Di sini sepi sekali, Nda."

Nah. Begitulah kisahnya. Lalu selebihnya ... aku tidak tahu. Karena hanya itu yang diceritakan cermin mungil pada kalung berlian yang waktu itu dikenakan oleh Ndi. Kutebak sih, Ndi segera menyembunyikan kalung itu di kantung celana sewaktu berbicara pada warga sekitar saat meminta bantuan kala itu.

Kalung yang, tentu saja tersimpan di lemari ini. Dan sialnya, si wanita biadab itu mengambil kalung kesayangan Ndi itu lalu menggantinya dengan kalung yang baru. Yang barangkali menurutnya terkesan lebih dewasa. Cih, kutebak Ndi takkan menyukainya. Ia pasti akan sedih sekali begitu tahu kalung kesayangannya tiada di tempat ini. Uh, kenapa waktu itu kau harus selamat sih, Oliv? Jujur, aku tak dapat menahan angan-angan seandainya Oliv yang mati, bukan Geri.

◊▷◁◊

Akhirnya! Tuntas menulis tema hari kedua: Liburan bersama keluarga.

Special thanks to Everybody Hurts song by R.E.M. Oh ya, lagu yang dinyanyikan Arindi dan Arinda bukan yang ini ya, eniwei hahaha.

Sang PengamatWhere stories live. Discover now