10) Kecemasan Jo

7 2 0
                                    

Dulu, waktu aku masih setengah jadi, aku juga gemar mengamati kinerja penyusunku-memang tak hanya satu orang, tapi yang memiliki banyak uban bisa dibilang favoritku.

"Demi Tuhan, bisakah kau berhenti lalu-lalang, Jo? Jangan sampai aku mengurung dan menguncimu di dalam lemari," ucapnya seusai ia mengelas.

Pria bernama Jo menjambak rambutnya dengan frustrasi. Dari segi penampilan, uban Jo jauh lebih sedikit.

"Hah. Anak zaman sekarang, inginnya yang aneh-aneh. Mau perangkat augmented reality, katanya. Dari mana aku punya dana yang cukup untuk membelinya?"

"Ah, ya sudah. Kau bawa saja ke tempat sewa perangkat macam itu."

Jo berdecak satu kali. "Ah, kalaupun ada pasti jauh sekali dari rumahku.."

"Kau ini. Gemar sekali mengambil kesimpulan terlalu cepat." Ia bangkit berdiri sebelum menunjukkan sesuatu dari layar ponsel. "Nih, di mal baru ini konon ada. Apa tujuh kilometer sangat jauh buatmu?"

Jo lantas manggut-manggut. "Lumayan dekat, sih, tapi bagaimana kalau anakku tetap ingin memiliki perangkat itu, Gis?"

Kedua bahu Gis terangkat. "Masalahnya bukan keinginan anakmu, tapi kekhawatiranmu yang berlebihan." Gis lalu menepuk pundak Jo. "Pastinya kau mengenal anakmu lebih baik daripadaku, jadi kau juga pasti paham bagaimana cara untuk membuat anakmu mengerti kondisi keluarganya."

Jo membuang napas panjang. Ia agaknya lumayan tercerahkan. "Begitu, ya," gumamnya. "Kau benar, Gis. Bisa jadi aku yang terlalu mudah khawatir."

◊▷◁◊

Tema hari kesepuluh: Ambil buku fiksi terdekat dari kalian, buka HALAMAN 6, lalu buat CERITA yang terinspirasi dari DUA KATA PERTAMA pada halaman tersebut. Jika halaman tersebut kosong,bisa menggunakan halaman selanjutnya. Kata dalam judul bab tidak dihitung.

Nah. Aku ambil dari buku Rahasia Meede - E.S Ito (kata pertama di halaman 6: berhenti lalu-lalang)

Sang PengamatDonde viven las historias. Descúbrelo ahora