8) Bulan dan Lemon

12 2 3
                                    

"Nyonya Olivia Ravanti, apa harapan Anda di hari ulang tahun Arinda dan Arindi di usia mereka yang kedelapan?"

Bibir mungil Olivia membentuk senyuman. Ia lantas berkata, "tentu saja aku mengharapkan yang terbaik untuk mereka. Mereka bahagia, saya pun bahagia. Saya sangat bersyukur masih memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama mereka." Wanita itu lantas mengecup ubun-ubun kedua anak kembarnya. "Saya hanya berharap bisa mendampingi mereka hingga mereka dewasa. Itu saja."

Suara lain kemudian turut bertanya. "Nyonya Oliv, apakah Anda ingin anak Anda nantinya berkarir di dunia kecantikan?"

Wanita berambut panjang itu tertawa ringan. "Soal karir biar mereka tentukan masing-masing. Saya takkan ikut campur. Apa pun karir mereka, saya tetap bangga."

Arinda dan Arindi lantas memeluk tubuh Oliv dan berfoto bersama. Saat itu mereka masih sama-sama leluasa untuk tampil di hadapan publik. Baik Arinda maupun Arindi memperoleh perhatian yang sama serta kesempatan yang setara ... sebelum insiden itu terjadi.

Ah, Ndi. Betapa dulu kau dan Nda amat bahagia. Di hari ulang tahun kalian itu kalian bersemangat sejak membuka mata hingga sebelum tidur.

Aku ingat-melalui tayangan layar holo yang kau putar kembali kemarin malam-kau dan Nda sibuk berpose. Banyak sekali foto yang diabadikan oleh Mo saat itu. Salah satunya, fenomena full moon yang membuat kalian berdua terkesiap penuh kagum.

"Ah, aku ada ide!" teriak Nda seraya kembali ke meja makan. Ia pun berlari di atas rerumputan dan mengambil sesuatu yang membuatmu mengerutkan kening.

"Kenapa kau membawa lemon, Nda?"

"Nih, lihat saja." Nda lalu meminta Mo untuk memotret bulan beserta potongan lemon yang Nda bawa.

"Sudah pas, Mo? Posisikan seakan bulannya bagian dari lemon ini."

Mo lantas memberi arahan. "Ke kiri sedikit ... maju ... ya. Sudah pas. Satu ... dua ... tiga."

Mo lantas berkedip. Satu foto diabadikan. Kau dan Nda pun mendekat, menatap ke arah monitor yang berada di dada Mo.

"Wah, pas sekali!"

"Keren! Tanganku tinggal dihilangkan. Ya kan, Mo?"

Tiga detik berlalu. Foto bulan serta lemon tanpa tangan membuat kalian berdua bergumam panjang.

"Mantap!"

"Wah, ayo kita tunjukkan ini pada ibu!"

Ah, ibu. Dulu, Oliv memang ibu yang sangat baik. Aku berani bertaruh kau masih teringat perkataan Oliv.

"Soal karir biar mereka tentukan masing-masing. Saya takkan ikut campur. Apa pun karir mereka, saya tetap bangga."

Menonton rekaman itu, kau menyunggingkan senyum. Aku yakin kau berharap seandainya bisa memutar waktu, kau akan memberitahu pada Ndi versi kecil untuk selalu waspada pada Olivia Ravanti.

Pahit sekali ya, Ndi? Tak disangka orang yang justru meruntuhkan asa justru orang terdekat. Menurutku sih, bulan dan lemon itu bisa jadi pertanda untuk kalian.

Bulan-simbol untuk angan-angan kalian, sedangkan lemon merupakan simbol Olivia Ravanti. Butuh waktu hingga kalian sama-sama tersadar bahwa kalian selama ini bukan sepenuhnya dirawat, melainkan dijerat. Bukan disayang, melainkan diperam.

Menangislah, Ndi. Luapkanlah perasaanmu. Suarakan kegelisahanmu. Aku akan selalu menjadi teman setiamu.

◊▷◁◊

Buat fiksimini maksimal 500 kata yang terinspirasi dari gambar yang muncul (gambar tertera)

Sang PengamatWhere stories live. Discover now