Episode 3

2.6K 202 1
                                    

Akan dijelaskan sedikit tentang festival musim semi yang diadakan di dunia fiksi ini.

Menurut penuturan ibu, festival musim semi adalah perayaan yang tentunya diadakan pada musim semi. Masyarakat percaya bahwa musim semi membawa berkah dimana saat musim semi bunga-bunga yang cantik akan bermekaran dan mereka juga percaya bahwa musim semi adalah musim yang paling diberkati oleh Dewi.

Apakah kalian sudah paham sampai disini?

Festival musim semi sendiri akan diadakan di minggu pertama pergantian musim dan akan diadakan selama tujuh hari tujuh malam. Kurang meriah apalagi coba?!

Biasanya sih akan ada pesta kembang api, pesta lampion hingga bazar makanan yang akan diadakan di sepanjang alun-alun ibukota.

Aku sangat antusias kala membayangkan betapa indahnya kembang api yang meledak di langit dan makanan-makanan enak yang pastinya harus kucicipi selama festival. Dan siapa tahu aku bisa bertemu cowok ganteng disana? Biasanya kan cowok fiksi itu gantengnya suka diluar nurul. Haha.

Aku memakai gaun berwarna biru langit dan mengepang satu rambutku. Tak perlu memakai makeup, Yara sudah cantik dari sananya. Lagian Yara itu masih remaja, jangan pakai makeup yang macam-macam.

"Perfect!" Aku memuji diriku kala memandang pantulan diri dari cermin.

Memang, visual dunia novel itu nggak kaleng-kaleng. Sebatas figuran saja sudah cantik paripurna, apalagi pemeran utama. Aku jadi penasaran dengan visual para pemeran utama. Pasti tampan dan cantik sekali bukan? Haha. Aku sebagai penulis jadi merasa bangga sendiri.

Aku keluar dari kamarku, berpamitan dengan ibu lalu keluar dari rumah hendak menjemput Annabella di rumahnya.

Katanya kami akan otw saat matahari terbenam. Tapi sepertinya budaya ngaret juga berlaku di dunia novel ini. Seperti teman yang sudah janjian dan bilang 'otw' padahal baru bangun tidur. Annabella adalah salah satu tipe orang yang seperti itu. Ngaret.

"Katanya mau berangkat saat matahari terbenam. Kalau begini ceritanya, nanti kita bakal sampai terlalu malam." Aku sudah misuh-misuh sendiri melihat Annabella yang tak henti-hentinya menatap cermin sambil membolak-balik kan tubuhnya.

"Aku terlihat cantik tidak?" Namanya juga cewek, beribu kali pun kubilang bahwa dia cantik, Annabella malah memandangku seolah-olah aku ini pembohong besar.

"Kamu ini cantik. Paling cantik pokoknya. Baju itu juga cocok banget sama kamu." Aku menunjukkan dua jempolku padanya dengan wajah meyakinkan.

"Ayolah, Annabell. Kita bisa telat ini. Aku sudah tidak sabar." Maksudku, aku sudah tidak sabar makan. Bayang-bayang berbagai macam makanan terus melayang-layang di kepalaku.

"Baiklah. Baiklah." Annabella sepertinya sudah kesal sendiri mendengarku yang terus menggerutu. Kami pun berjalan menuju lokasi festival dengan berjalan kaki.

******

Aku takjub.

Sangat takjub hingga satu patah katapun tak bisa keluar dari mulutku.

Bagaimana bisa dunia novel yang kuciptakan digambarkan sedetail ini?

Sebagai seorang penulis, tentunya aku memiliki kebanggaan sendiri ketika melihat hasil imajinasi ku hidup seperti saat ini.

Mulutku menganga takjub. Bodo amat soal lalat yang mungkin masuk ke dalam mulut. Aku tak perduli.

"Tutup mulutmu itu! Kalau ada lalat masuk, baru tahu rasa!" Annabella tapi bukan Annabell dari film setan itu menatapku gemas.

"Jangan kampungan. Kamu seperti belum pernah datang ke festival saja. Tahun lalu kita juga datang kemari, apa kamu ingat?" Annabella mencoba mengingatkanku dengan ingatan yang sama sekali tidak kuingat.

ImpossibleDonde viven las historias. Descúbrelo ahora