Episode 4

2.1K 204 0
                                    

Hal apa yang lebih memalukan dibandingkan dengan mimisan didepan pria tampan karena silau dengan ketampanannya?

Pria yang tidak kuketahui namanya ini mulai mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam sakunya dan menyodorkannya ke arahku.

"Nona, apakah kamu baik-baik saja?"

Tidak! Aku tidak baik-baik saja, ketampananmu menyilaukan mataku hingga membuatku mimisan! Tentu saja hal itu hanya dapat kuteriakkan di dalam hati saja. Mana berani aku bilang begitu, mau ditaruh dimana wajahku yang sudah kepalang malu ini.

Aku mengambil sapu tangan yang ia sodorkan, mengelap sisa darah yang sudah berhenti mengalir, lalu kuucapkan terimakasih dan berjanji akan mengembalikan sapu tangannya setelah dicuci.

Apa yang kalian lakukan jika sudah kepalang malu sepertiku?

Kabur?

Atau sekalian saja menjadi manusia tidak tahu malu?

Bagai kata pepatah, udah kepalang basah mending langsung nyemplung saja, aku memilih opsi kedua yaitu menjadi manusia tidak tahu malu.

"Tuan, nona, ini ikan bakar yang kalian pesan." Suara penjual ikan bakar itu langsung membuyarkan pikiran absurd yang kumiliki.

"Ini sungguh kamu yang membayarnya untukku?" Aku memastikannya. Siapa tahu dia berubah pikiran dan tak jadi mentraktirku ikan bakar. Hehe.

"Tentu saja."

"Apa kamu tidak punya maksud terselubung? Apa setelah aku kenyang, kamu bakalan bawa aku ke suatu tempat, menculikku, lalu menjualku menjadi budak?" Ada peribahasa yang mengatakan, 'ada udang dibalik batu'. Kadang beberapa orang berbuat baik karena menginginkan sesuatu yang 'lain' dari orang yang ditolong. Entah itu meminta bayaran uang ataupun punya niat jahat terselubung.

"Apakah wajah tampanku ini terlihat seperti penjual budak? Oh, ayolah! Buanglah segala pikiran burukmu itu dari otak kecilmu. Lagipula jika kamu kujual sekalipun, aku tak yakin kamu akan laku dengan harga tinggi." Pria itu seperti meneliti penampilan ku dari kepala hingga ke ujung kuku kakiku.

Kok dia agak merendahkan ku ya?

Kuakui walau tinggiku, maksudku Yara ini cenderung pendek dan dadanya tidak terlalu besar malah cenderung kecil, tapi kan aku masih dalam masa pertumbuhan. Kuyakin Yara akan tumbuh menjadi gadis cantik dengan body yang aduhai.

"Lagipula kau terlihat seperti kucing kelaparan. Apa kamu baru saja kecopetan? Kau seharusnya lebih berhati-hati lagi jika berada di tempat ramai seperti ini."

Buyar sudah kesan pertamaku pada pria yang kelewat tampan ini. Wajahnya sih oke, oke banget malah, tapi mulutnya itu sepertinya harus kusumpal sambal satu kilo.

Aku memasang wajah kesal. Tak ayal, aku pun mengucapkan terimakasih atas ikan bakar yang ia belikan. Walau kesal, tapi aku bukan manusia yang tak tahu terimakasih.

"Apa kamu datang kemari sendirian, gadis kecil?" Pria itu kembali mengajakku berbicara, ia juga memakan ikan bakar dan kami mulai memakannya bersama-sama.

"Tentu tidak. Aku datang bersama temanku. Hanya saja dia pergi berkencan, dan kami berpencar." Mendengar penuturan ku, pria itu lantas tertawa kecil. Sumpah! Wajahnya terlihat sepuluh kali lebih tampan jika tertawa seperti itu. Aku mungkin saja akan mimisan lagi jika terus melihat wajah tampannya.

"Ah, jadi kau ditinggal temanmu pergi berkencan. Kasihan sekali!" Ia membuat wajah iba yang dibuat-buat.

Aku hanya terdiam. Benar juga ya, aku kini malah terlihat seperti anak hilang di tengah keramaian karena ditinggal teman yang mungkin saja saat ini tengah asik berkencan dengan sang pujaan hati.

ImpossibleWhere stories live. Discover now