Episode 9

1.7K 180 0
                                    

Semua makanan yang masuk ke dalam mulutku rasa-rasanya ingin kumuntahkan kembali setelah mendengar suara Pangeran Edgar menyapa telingaku.

Sepertinya aku salah paham!

Bukan karena Pangeran Edgar itu adalah pangeran baik hati yang dengan lapang dada memberikan makan siangnya padaku, tapi sepertinya dia memintaku mencicipi makanannya untuk mengecek apakah ada racun atau tidak di dalam makanannya itu.

Dengan kata lain, Pangeran Edgar  hendak mengorbankan ku!

Untung saja sepertinya makanan enak yang baru saja kumakan itu sepertinya tidak beracun, kalau misalnya saat aku mencicipi makanan sang Pangeran dan ternyata itu adalah makanan beracun, maka tamat sudah hidup keduaku yang baru saja dimulai.

Aku ketakutan. Pangeran itu kini menatap tajam ke arahku seolah-olah aku ini sudah mencuri mainan favoritnya. Kira-kira apa yang harus aku lakukan agar pria itu membebaskan diriku ini?!

Aku langsung tersadar, mengingat beberapa drama kolosal yang pernah ku tonton, satu ide aneh mulai muncul di dalam pikiranku.

Yap! Aku harus memohon dan berlutut!

"Tolong maafkan saya Pangeran!" Aku langsung bersujud di hadapannya, dan enggan untuk menatap mata merah itu walau cuman untuk satu detik pun. Bulu kudukku kini benar-benar merinding ketika melihat mata merah tajam itu menatap ku.

Aku tak menghentikan aksiku itu. Bodo amat soal punggung yang lama-kelamaan mulai pegal pun, aku tak perduli. Yang penting nyawaku tetap selamat!

"Keluarlah!" Satu kata yang mampu membuatku bingung dan membeku di tempat. Suara yang keluar dari mulut Pangeran Edgar itu terdengar begitu dingin dan tak boleh dibantah oleh siapapun.

Aku terdiam di tempatku, memikirkan apakah nyawaku sudah aman atau belum. Atau mungkin pangeran itu hanya akan membiarkanku hidup dalam beberapa hari, lalu membunuhku dengan keji di kemudian hari.

Aku masih berlutut di hadapannya. Dapat kudengar bahwa pangeran Edgar berdecak malas. Apa aku membuat sebuah kesalahan lagi?

"Kubilang keluar!" Oke, kini suara yang awalnya terdengar begitu dingin, mulai terlihat setitik emosi di dalamnya. Suara itu agak meninggi, seolah-olah memerintahkan ku untuk pergi dan tak boleh kembali lagi.

"Keluar? Jadi anda memaafkan saya?" Dengan bodohnya aku bertanya begitu. Oh, tidak! Apa yang telah kukatakan barusan?!

"Keluarlah, sebelum aku memotong-motong tubuh kecilmu menjadi debu!" Aku langsung terkesiap, dengan gerakan cepat aku langsung bergegas keluar dari kamar suram itu dengan terburu-buru. Dan sial sekali aku lupa membawa kembali trolley makanan yang tadi kubawa.

*******

Aku mengutuk diriku berkali-kali. Bodohnya diriku yang sampai lupa membawa kembali trolley makanan yang kubawa ke dalam kamar Pangeran Edgar.

Gara-gara itu, aku jadi dimarahi oleh salah satu pelayan senior. Dia menceramahiku tiada henti, hingga kupingku berdengung karenanya.

Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju kamar milikku. Hari sudah gelap, dan tubuhku rasa-rasanya akan remuk dengan sekali sentuhan saja.

Aku tiba di kamarku dan melihat Risa tengah membaca buku. Saat melihatku datang, gadis itu langsung menghentikan aktivitas baca bukunya dan memberikan atensinya padaku.

"Kau tidak apa-apa?" Ada raut wajah khawatir terpancar dari dalam dirinya. Entah itu tulus atau tidak, tapi aku merasa nyaman berada di sekitar Risa.

Aku hanya mengangguk lesu sebagai jawaban. Jika ditanya aku baik-baik saja atau tidak, maka ingin kuteriakkan bahwa aku ini sedang tidak baik-baik saja. Tak kusangka bahwa pekerjaan sebagai pelayan magang ini begitu berat bahkan di hari pertama bekerja.

"Kudengar kau tadi siang yang mengantarkan makanan ke kamar Pangeran Edgar bukan?"

"Apa kau bertemu dengannya?"

"Apa kau tidak apa-apa setelah bertemu dengannya?"

Risa memberikanku serentetan pertanyaan. Aku menggeleng saat mendengar pertanyaannya yang terakhir.

"Apa yang dia lakukan padamu?"

Seperti tahu dengan apa yang terjadi,
gadis itu kembali memasang wajah khawatir. Aku pun menceritakan segala hal yang kualami bersama pangeran itu. Mulai dari aku yang ditodong oleh pedang hingga nyawaku yang hampir melayang karena aku telah salah paham dengan perintahnya.

Risa tak henti-hentinya memberikan ekspresi khawatir dan tak percaya. Namun di sisi lain, ia terlihat bersyukur bahwa diriku tak sampai benar-benar dibunuh oleh pangeran gila itu.

"Syukurlah kamu tidak apa-apa." Risa menghela napasnya, ia mengelus rambutku dan menatapku dengan tatapan penuh perhatian.

"Memangnya ada apa dengan pangeran Edgar?" Aku bertanya dengan penasaran, mungkin saja Risa tahu sedikit mengenai pangeran yang hampir menebas kepalaku itu.

Aku penasaran kenapa Risa terlihat begitu lega ketika melihatku keluar hidup-hidup setelah mengunjungi kamar Pangeran Edgar.

Dan akhirnya ia mulai bercerita tentang pangeran yang dirumorkan gila itu.

Yap, rumor. Entah benar atau tidak, sebuah rumor tak enak terus beredar di istana tentang Pangeran Edgar.

Orang-orang bilang, dia adalah pangeran terkutuk, gila hingga kejam bin bengis. Tak ada satupun hal baik yang kudengar tentang dirinya.

Tak ada satu orang pun yang bersedia untuk berdiri di sampingnya. Risa menceritakan padaku bahwa Pangeran yang dirumorkan terkutuk memiliki kebiasaan meminum darah manusia. Gila! Sangat gila!!!

Dan yang paling gilanya lagi. Pria itu hampir membantai seluruh pelayan yang ada di istananya, dan dalam semalam, istana Rubi ini menjadi lautan darah.

Oke. Aku mulai merinding ketika memikirkan apakah ada jiwa-jiwa penasaran di dalam istana ini. Yap, sejenis setan dan dedemit. Oh, tidak. Semoga saja mereka memilih untuk tidak menghantuiku dan lebih memilih untuk menghantui Pangeran Edgar saja. Biarkan dia tak tenang karena diganggu oleh arwah gentayangan.

"Apa dia memang separah itu?" Aku bertanya pada Risa. Sebagai sang penulis yang menciptakan dunia novel yang sialnya kumasuki ini, aku agak aneh dengan aturan dunia novel ini. Maksudku, aku sepertinya sama sekali tak menciptakan manusia kejam bin bengis manapun. Apa ini benar-benar dunia novel buatanku? Aku agak mulai ragu dengan hal itu.

Dengan cepat Risa mengangguk. Dia kembali menjelaskan satu per satu rumor yang beredar di kalangan para pelayan tentang orang yang kini kami layani.

Semakin mendengarnya hanya semakin membuat diriku ketakutan saja. Ada setitik rasa penyesalan di hati dan mempertanyakan keputusanku untuk mendaftar menjadi pelayan istana.

Niatku ingin menaikkan taraf hidup, yang ada mungkin saja aku akan meninggalkan hidupku yang tidak seberapa ini.

Aku mengacak-acak rambutku karena frustasi. Kuharap aku tak akan lagi bersinggungan dengan pangeran Edgar. Jangan pernah sekalipun bersinggungan lagi dengannya! Oke, hal itu akan kutetapkan sebagai pedoman hidup ke depannya.

"Yara!"

Aku langsung tersadar dari lamunanku. Sembari melamun, aku kini sedang melakukan pekerjaanku. Kini matahari sudah terbit dan seperti biasa aku harus melakukan pekerjaanku.

"Aku sudah mencarimu kemana-mana. Pangeran Edgar ingin sarapannya kamu yang antarkan!"

Gubrak! Rasa-rasanya aku ingin mengubur diriku saja dalam lautan terdalam. Bagaimana bisa pangeran Edgar menginginkan diriku untuk mengantarkan sarapannya?

Bersambung...

05.03.24

Silahkan vote dan comment!

ImpossibleWhere stories live. Discover now