Tigapuluh

587 18 0
                                    

Selamat Datang Di Duniaku.

Jangan Lupa Vote dan Komen.

Selamat Membaca!

.

.

.

Keadaan seperti ini yang membuat Arun merasa tidak berdaya. Dalam dirinya ingin sekali Arun melepaskan pelukan tersebut, namun hati kecilnya merasakan kenyamanan.

Memang sejak Arun beanjak remaja, tidak ada lagi sosok laki-laki yang menghawatirkan keadaan dirinya. Arun berjuang sendiri untuk tetap hidup dalan dunia yang keras ini.

Ayah yang seharusnya melakukan peran tersebut hilang dan menjadi orang yang sangat Arun benci pada Akhirnya. Bukan tanpa alasan rasa benci Arun, keadaan yang terus memaksa Arun untuk mendapatkan rasa kecewanya yang tumbuh dengan cepat.

"Tolong, lepaskan" ucap Arun pelan.

"Saya minta maaf, jika terlalu keras dalam bersikap" ujar Bio tanpa melepaskan pelukannya.

Arun memberontak untuk melepaskan diri. Arun berhasil melepaskan pelukan tersebut lalu menatap tajam Bio, "tepati janji bapak, soal persyaratan yang saya minta" ucap Arun penuh penekanan.

"Dan satu lagi, bersikap seperti awal kita ketemu. Saling acuh dan tidak ingin di ganggu satu sama lain. Anda punya kehidupan sendiri, begitu juga dengan saya".

"Jangan buat gue bingung sama sikap lo! Karena gue benci itu!" Arun benar-benar pergi meninggalkan Bio.

Arun langsung keluar dan berlari keluar dari Cafe tersebut. Dengan perasaan yang kacau dan air matanya sudah mengalir namun Arun langsung menghapus dengan tangannya.

"Eh, ARUNN?" panggil Akbar saat melihat Arun berlari keluar dari Cafe.

"Arun? Mana?" tanya Dimas sambil melihat kesana kemari mencari keberadaan Arun.

"Noh pergi dia!" tunjuk Erik.

"Mana?".

"Sana mata lo bego!" Erik terpaksa memutar kepala Dimas ke arah pintu keluar.

"Bang, saya harus ngejar Arun" ucap Akbar.

Namun belum sempat Akbar melangkah, Bio lebih dulu datang menghampiri mereka.

"Mana Arun?" tanya Bio dengan napas yang tersenggal-senggal akibat berlari.

Semua terdiam, mereka semua berpikir apa yang sebenarnya terjadi. Namun mereka tidak mampu menanyakan langsung pada Bio, "MANA!" teriak Bio.

"Arun keluar pak" ucap Dimas sambil menunjuk ke arah luar Cafe.

Bio langsung mengusap wajahnya dengan kasar lalu kembali berlari keluar meninggalkan Cafe.

Akbar berencana untuk mengikuti Bio namun tangannya langsung ditahan oleh Dimas, "biarin mereka selesain masalahnya, kayaknya lo gak bisa ikut campur dulu".

"Tapi bang, Arun gimana?" tanya Akbar dengan ekspresi khawatir.

"Harusnya pacar lo Arun, bukan Bella" ujar Erik tiba-tiba.

WHY ME?//WHY NOT?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang