DTYT-Les carottes sont cuites

6.4K 1.1K 577
                                    

Les carottes sont cuites.

It's over for good.











"OLIVER!"

Napas Upih terengah, sementara tubuhnya gemetar ketika melihat tangan pria itu terangkat tinggi—hampir memukulnya—dengan wajah berubah memerah, menahan amarah.

Pria yang diteriaki Upih, yang baru saja mendorongnya ke sofa dan menahan salah satu tangannya kelihatan bingung—terlihat dari kedipan mata Oliver yang bergerak cepat—dan cekalan tangan Oliver terlepas, bersamaan dengan pria itu yang kini menjambak rambutnya sendiri sebelum berlutut di depan tubuh Upih.

"Aku minta maaf..." Oliver bergumam pelan, rautnya benar-benar terlihat sangat bersalah. "Mana yang sakit? Ada yang luka? Maafin aku, Pih. Aku..." Ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya, tapi tangan Oliver bergerak mengusap lengan Upih yang tadi dicengkramnya.

Upih terdiam, tubuhnya masih bergetar hebat meski tahu kalau emosi Oliver sudah agak mereda. Tapi, dia masih belum bisa sepenuhnya tenang karena ini baru pertama kalinya bagi Upih melihat bahkan mendapati Oliver dengan emosi yang sebesar ini.

Selama kurang lebih 6 tahun menjalin hubungan, kalaupun ada kesalahpahaman atau masalah—Oliver tidak pernah sampai sekalut ini, pria itu tidak pernah sampai berlaku kasar ke Upih. Tidak pernah sama sekali.

"Kenapa?" Masih dengan jantung yang berdegup kencang dan nada bergetar, Upih bertanya. "Kamu kenapa?" tanyanya lagi.

Oliver sempat terdiam sebelum dia menaruh kepalanya di pangkuan Upih, "I was incredibly stupid. I lost control of my emotions because of what others were saying; I should not have listened to them and hurt you in this way."

Karena belum memahami maksud perkataan Oliver, Upih memberanikan diri untuk menyentuh kedua pipi kekasihnya itu untuk meluruskan pandangan mereka. "Coba jelasin pelan-pelan, aku nggak paham. Liv. Aku dengerin kamu, aku nggak ke mana-mana, tapi aku butuh penjelasan karena biasanya kamu nggak begini," katanya sambil menekan jemarinya di pipi Oliver supaya bisa membuat tangannya berhenti bergetar.

Tidak langsung menjawab, Oliver tampak memejamkan matanya. Kekasih dari Upih itu sepertinya mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri dengan menarik dan membuang napas perlahan sebelum akhirnya kedua mata pria itu kembali terbuka. "Soal film terbarumu itu... Aku tahu kalau kalian dekat—sebatas lawan main—I've become used to it over the last six years, and I support your work as an artist because I know your acting abilities are outstanding. Tapi, film terbarumu ini mendadak dapat banyak sorotan dengan banyak pujian soal kecocokanmu dan Niko. At first, I took it for granted because it wasn't the first time you'd been told how well you fit in with your co-stars in a movie. Tapi, aku nggak tahu kenapa rasanya kali ini berbeda soalnya aku tahu—sebagai seorang pria—aku sadar kalau Niko punya ketertarikan ke kamu—"

Kepala Upih bergerak menggeleng, dia melihat sorot sedih dan bersalah yang kentara di kedua mata OIiver sekarang. "Kita sudah pernah ngomongin soal ini, Liv. Sejak awal kita mau komitmen membangun hubungan berdua, kita sama-sama tahu soal pekerjaanku dan kemungkinan soal berita-berita yang bakal tersebar diluaran sana. Kita juga sudah sepakat kalau sebisa mungkin semuanya kita bicarakan lebih dulu tanpa ada intervensi dari orang lain—"

Ucapan Upih terhenti saat melihat Oliver menangis, ia menundukkan kepala di pangkuannya dengan bahu yang bergerak naik-turun. Bukannya simpati, Upih justru semakin ketakutan. Dia dibuat heran dengan perubahan ekstrem yang terjadi pada Oliver—

"Gila, sih? Lo betah aja gitu? Ini kita baru main satu jam, Pik! Lo juga udah izin ke dia buat main tennis sama gue, 'kan? Terus, kenapa sekarang Oliver malah mau jemput lo, sih? Aneh banget!" Yang ini adalah ucapan Puri sebelumnya.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now