DTYT-Je ferai tout ce que je peux

4.9K 1K 298
                                    

Je ferai tout ce que je peux.

I'll do everything I can.

Bukannya mau melebih-lebihkan, tapi seingatnya—selama dia tumbuh dewasa, khususnya—belum pernah ada momen besar membahagiakan yang benar-benar 'menggerakkan' hati Handjoko. Seingatnya, semuanya berjalan normal dan lancar. Dan itu memang apa yang diharapkannya. Tidak berlebihan, tapi dia bisa menjalani hari-hari yang seringkali orang lain bilang membosankan.

Sampai akhirnya, Handjoko sadar kalau kehidupannya berubah.

Hidupnya bukan lagi soal kerja, menjadi konsultan ekonomi Daher Reu sekaligus tangan kanan Pangeran Martaka, dan pulang ke rumah. Tapi, ada kerja, Upih, menjadi konsultan ekonomi Daher Reu—Upih—sekaligus menjadi tangan kanan Pangeran Martaka, memastikan kalau Upih baik-baik saja di Indonesia, pulang ke rumah, menghubungi Upih yang pasti akan mengomel karena dia susah dihubungi.

Ada banyak pekerjaan dan kegiatan Handjoko yang sering berkaitan dengan Upih sekarang, tidak sama seperti dulu.

Dan, banyak orang-orang di dekatnya yang mengatakan kalau mereka senang dengan fakta bahwa Handjoko berubah lebih baik.

Bayangkan, hanya dengan memasukkan Upih ke dalam kehidupannya, pria itu mendapatkan image dan sosok baru yang dikatakan orang lain jauh lebih cocok daripada image yang selama ini melekat dengannya.

Berapa lama sebenarnya Handjoko bertemu dengan Upih sampai wanita itu bisa membuatnya berubah sebanyak ini?

"Kamu sudah bicara dengan Upih?" Handjoko menganggukan kepala setelah mendengar suara Ayahnya yang berhasil membuyarkan lamunan singkatnya barusan. "Bagaimana dengan orang tuanya? Apa kamu sudah berdiskusi dengan mereka?" tanya Yang Terhormat Prambudi lagi, berturut-turut.

Sekali lagi, Handjoko menganggukan kepalanya. "Sudah, kami sudah mendiskusikan semuanya. Kami—saya dan orang tua Upih—sepakat untuk menyerahkan semuanya ke Upih."

Yang Terhormat Prambudi ikut mengangguk, pria itu tampak menekuri dokumen yang ada di atas meja kerjanya dengan serius. "You know that the clock is ticking, right? Semakin lama waktu yang kalian buang, semakin besar peluang orang lain untuk merencanakan hal buruk lainnya," ucap pria paruh baya itu, melirik ke Handjoko yang duduk di seberang meja kerjanya.

Sore tadi, Handjoko menerima pesan dari Ayahnya yang mengundangnya untuk makan malam bersama di rumah. Tapi, Handjoko yang sudah hafal betul dengan perangai Ayahnya, tahu kalau undangan makan malam ini bukan sekedar acara makan malam saja.

Dan dugaan itu terbukti dari dipanggilnya Handjoko ke ruang kerja Ayahnya begitu acara makan malam selesai beberapa waktu yang lalu.

Bibir Handjoko menipis, tanpa diberitahu pun dia sudah tahu soal konsekuensi terburuk dari mengulur waktu—seperti yang dia lakukan sekarang. "Ya, saya tahu," jawabnya dengan suara memelan.

Yang Terhormat Prambudi membalikkan salah satu kertas dokumen yang dibacanya, "So, why has there been no buzz in Indonesia? Kenapa ada banyak berita tentang Upih yang seakan dikeluarkan untuk menutupi rumor tidak benar yang sebelumnya ramai dibicarakan?"

Kedua alis Handjoko terangkat tinggi, ia memperhatikan lekat-lekat wajah Ayahnya. "So I am not the only one who is interested here? Do you also have an informant on this?" tanyanya, tanpa melepas tautan mata dari sosok Ayahnya yang masih sibuk membaca dokumen-dokumen di atas meja.

"You think I'll keep quiet? Do you think the rest of our family isn't talking about these rumors?" Yang Terhormat Prambudi menanyai Handjoko balik. "I've been really courteous to try to explain your girlfriend's situation to the rest of the family, despite the fact that I know nothing because neither you nor Upih have told me anything."

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now