DTYT-C'est la goutte d'eau qui fait déborder le vase

4.2K 1K 279
                                    

C'est la goutte d'eau qui fait déborder le vase.
It's the drop of water that makes the vase overflow.

*Trigger warning: includes scenes of abuse.*











Rasanya seperti mengalami dejavu atau lebih mirip disebut mimpi buruk untuk kedua kalinya—Upih lebih suka menyebutnya sebagai mimpi buruk daripada harus menyebutnya sebagai sebuah kenyataan ketika dia harus berhadapan dengan Fransisca dan Oliver di apartemennya saat ini, di saat ketiganya tidak memiliki hubungan apa pun.

"Kami cuma mau bicara sebentar." Itu yang dikatakan Fransisca—Ibu Oliver—sebagai sebuah sapaan yang cukup lancang ketika Upih tidak pernah mengizinkan siapapun masuk ke dalam apartemennya.

"Apa saya memperbolehkan kalian untuk masuk ke dalam sini?" Upih memutuskan untuk berjalan mendekat, bukan untuk menghampiri tapi untuk menghentikan langkah Fransisca dan Oliver agar tidak masuk lebih dalam ke apartemennya.

Meskipun Upih merasakan gemetar di seluruh tubuhnya, wanita itu berusaha untuk tidak menunjukkan kegelisahan dan ketakutannya sama sekali di depan orang-orang yang tidak pernah ia harapkan datang mengunjunginya.

Oliver menatap Upih lurus, senyum pria itu melebar tipis. "Aku cuma mau ngobrol sama kamu, Pih, secara baik-baik—"

"Apa memaksa masuk ke dalam apartemen saya bisa dibilang sebagai cara yang baik-baik untuk mengobrol dengan saya?" potong Upih cepat.

Berbeda dengan Oliver, Fransisca kelihatan mulai habis kesabarannya. Wanita paruh baya yang tampak rapi dengan balutan kebayanya itu menarik tangan anaknya lumayan keras. "Kita pulang sekarang, Liv! Mama sudah berapa kali bilang ke kamu kalau cara ini nggak akan berhasil dan semua ini salah kamu karena kamu nggak mau dengar apa kata Mama sejak dulu! Kalau aja dari awal kamu nggak menjalin hubungan sama dia, mungkin kita nggak akan kesusahan seperti sekarang!" ucap Fransisca sambil melirik sinis ke arah Upih.

Di tempatnya berdiri, Upih menahan diri untuk tidak mendengkus ketika mendengar ucapan Fransisca. Sejak dulu sampai sekarang, kebencian wanita itu tampaknya masih sangat besar ke Upih dan sekarang Upih sama sekali tidak peduli lagi.

Tangan Upih terulur, menunjuk ke arah pintu apartemennya yang ada di belakang Fransisca dan Oliver. "Kalau begitu, silakan keluar! Saya tidak pernah memberikan izin—"

"OLIVER!"

Langkah Upih bergerak mundur dengan cepat, dia menemukan Widya mengamit lengannya di sebelahnya ketika Oliver memaksa untuk berjalan masuk—mendekati Upih—sebelum Fransisca menahan tangan pria itu.

Mendadak sekelebat memori melintas cepat di benak Upih, mengingatkannya akan situasi yang kurang lebih sama seperti yang dialaminya sekarang. Dengan jantung yang berdegup kencang, Upih menolehkan kepalanya ke Widya. "Pergi ke kamar sekarang, telepon Syahri," bisiknya menyebut nama salah satu pengawal Handjoko yang seharusnya menjaga apartemennya. "Setelah itu telpon Papa dan Mas Joko, saya tunggu di sini."

Widya dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Saya nggak berani ninggalin Mbak Upih sendirian di sini," katanya sambil menahan tangis.

"Nggak pa-pa," jawab Upih, berusaha meyakinkan di saat dirinya sebenarnya juga merasa takut ditinggalkan sendirian di sini. "Lebih cepat kamu pergi dan telepon mereka jauh lebih baik, daripada kita berdua ada di sini." Upih masih berbisik sambil sesekali memperhatikan Fransisca yang kelihatan mencoba membujuk Oliver.

Meskipun sempat menolak dan terlihat ragu, Widya akhirnya mau menurut dan segera meninggalkan ruang depan apartemen menuju kamarnya.

Sementara itu, Upih mencoba untuk mengatur pernapasannya—berusaha menenangkan dirinya sendiri—meski otaknya sudah sibuk memikirkan banyak sekali hal macam-macam, termasuk memikirkan bagaimana cara Oliver dan Fransisca bisa masuk ke dalam unit apartemennya di saat ada penjagaan ketat di luar sana.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang