Chapter 14

18K 1.5K 11
                                    

"Tadi teman kamu kesini lho.. siapa namanya... Lexa?" Dina meletakkan piring yang isinya telah dihabiskan Ali di nakas.

"Oh ya?" tanya Ali pura-pura terkejut. Padahal ia tahu bahwa tadi Lexa menjenguknya namun ia memilih untuk pura-pura tidur lantaran malas bertemu sahabat nya yang akhir-akhir ini aneh itu.

"Iya.. tapi kamu lagi tidur.. jadi dia pulang lagi deh.. dia nitip salam buat kamu katanya.."

Ali manggut-manggut sambil membetulkan posisi duduknya di kasur.

"Ma.. Mmm Mama tau nggak siapa perempuan yang dijodohin sama Ali?" tanya Ali hati-hati.

Dina menatap sendu ke arah anaknya.

"Maaf, Li.. tapi Mama juga nggak tau siapa perempuan itu. Papa kamu nggak mau kasih tau Mama. Papa cuma bilang kalo perempuan itu terbaik buat kamu Li.."

Ali menghela nafas.

'Yang terbaik buat aku cuma Prilly, Ma..'

"Apa Ali udah bener-bener nggak bisa milih Ma? Ini untuk masa depan Ali kan? Bukannya Mama Papa mau Ali bahagia?" Dina ikut sedih melihat raut wajah kecewa Ali.

"Pasti Li.. Pasti Mama sama Papa pengen kamu bahagia.. Tapi saat ini kita nggak bisa ngapa-ngapain selain turutin perkataan Papa kamu, Nak.."

Ali sudah membuka mulut namun Dina kembali melanjutkan bicaranya.

"Kamu tau sendiri Li.. perjodohan ini sudah direncanakan bahkan sebelum kamu lahir..." ucap Dina lembut sembari mengusap lengan Ali yang berada di hadapannya.

"Tapi, Ma...."

"Udah ya, jangan banyak pikiran dulu.. sekarang kamu tidur supaya cepet sembuh.." Dina mengusap dahi Ali lembut kemudian berlalu membawa gelas dan piring yang kotor keluar. Meninggalkan Ali yang sebenarnya masih ingin mencari pembelaan dari Mama nya. Tapi yang ia dapat justru Mama nya yang juga menyuruh dirinya untuk menerima perjodohan itu.

Perlahan Ali merebahkan tubuhnya. Menatap langit-langit kamar. Sudah malam.

Biasanya ia masih berada di Cafe bersama Prilly. Tapi sekarang? Bertukar sapa lewat pesan pun tidak. Baru beberapa jam ia tak ke Cafe namun rasanya seperti bertahun-tahun. Mungkin karena Prilly.

Ali ingin sekali melihat-lihat foto Prilly di ponselnya. Seperti yang ia lakukan biasanya jika merindukan gadisnya itu. Tapi apalah daya, bahkan Ali tak tahu dimana ponselnya berada.

Ia hanya bisa memandang wajah Prilly yang terekam jelas di memorinya.

***

Prilly POV

Kemana dia? Bagaikan raib bergitu saja. Seharian aku tak mendapat kabar darinya. Aku sudah menelepon dan mengirim sms padanya tapi ponsel Ali sepertinya tidak aktif. Sudah kutanyakan pada Reza pula, tapi ternyata sahabat Ali itu juga bernasib sama denganku. Sama-sama tak mendapat kabar dari Ali.

"Pagi, Nona.." sapa seorang pelayan yang berpapasan denganku. Ya. Kalian bisa menebak dimana aku berada sekarang.

"Pagi.." aku membalas senyumnya.

Aku berada di Far's Cafe. Dengan harapan besar untuk bisa bertemu Ali. Aku butuh penjelasan atas semua ini.

Tapi mengingat kondisinya kemarin di Rumah Sakit rasanya tak mungkin jika hari ini ia berangkat ke Cafe. Entahlah. Aku saja yang terlalu berharap.

Wait. Aku melupakan sesuatu. Aku lupa jika sekarang Ali berada di rumahnya, bukan di apartemen. Kenapa aku bisa lupa akan itu!

Ali.. sedang apa dia sekarang? Apa orang-orang disana merawatnya dengan baik? Apa ia memikirkanku sama dengan yang kulakukan setiap saat? Apa ia merindukanku sama seperti aku merindukannya? Ah mungkin aku yang terlalu berlebihan. Ini baru sehari kami tidak bertemu.

Cupcake LoveWhere stories live. Discover now