Epilog-- END

29.2K 1.9K 36
                                    

"Mommy...!" suara nyaring itu memaksa Prilly untuk mengalihkan pandangannya dari majalah yang ia baca.

"Kenapa sayang?" Prilly bangkit dari sofa lalu mendekati gadis kecil yang terduduk di karpet bersama boneka-boneka miliknya.

"Mau kue lucuuu.. Daddy lama banget ciiiih.." rengek perempuan kecil itu sembari mengerjap-ngerjapkan mata indahnya menatap Prilly manja.

Prilly tersenyum. Tangannya bergerak mengusap lembut pucuk kepala gadis dihadapannya.

"Mommy ke dapur dulu ya, ngeliat Daddy.. Ifi tunggu disini ya sayang..." ucap Prilly.

Gadis berumur tiga tahun itu menganggukkan kepalanya antusias. Sedetik kemudian ia telah kembali sibuk dengan boneka-boneka mainannya.

***

Prilly POV

Aku masih setia memandanginya yang sedang bermain boneka. Gadis yang sudah tiga tahun ini melengkapi kebersamaanku dengan Ali.

Ganis Lyfiand Harzell.
Ganis yang adalah kependekan dari gadis manis. Lyfiand sendiri diambil dari nama Prilly dan juga Alifiand sedangkan Harzell tentu saja nama dari Daddy dan Grandpa nya.

Rambutnya lurus seperti rambutku. Bola matanya kecoklatan dan pipi nya gembul seperti milikku namun bulu mata lentik serta hidung runcingnya nampaknya adalah jiplakan dari Ali.

Sifatnya cuek terhadap orang-orang yang baru dikenalnya, mirip seperti Prilly yang dulu. Tapi jangan salah, putriku ini bisa menjelma menjadi gadis yang sangat manja apabila sedang bersamaku ataupun dengan Ali.

Sifat keras kepalaku juga menurun padanya. Hampir tak ada keinginannya yang tak kami penuhi bahkan terkadang Ali sampai kuwalahan melarang Lyfia untuk makan ice cream berlebihan. Ya,putriku sangat menyukai ice cream.

Dan hampir setiap hari ia merengek padaku minta dibelikan ice cream. Ia sedikit takut untuk melakukan hal itu pada Ali karena beberapa hari yang lalu Ali sempat mengancam Lyfia.

"Aaaa Daddy... beliin es krim... ya?"

"Nggak, sayang.. kamu jangan keseringan makan es krim dong.."

"Aaaa Daddy.... pokoknya beliin.."

"Kalo kamu masih maksa Daddy buat beliin kamu es krim, Daddy nggak akan mau bikinin kamu kue lucu lagi.."

"Yah.. jangan dong Daddy.. yaudah Ifi nggak minta es krim lagi deh.."

Kalimat-kalimat yang mereka ucapkan masih kuingat dengan jelas. Hal yang membuat Lyfia tak lagi merengek meminta ice cream tiap hari. Ya walaupun ia kadang masih minta belikan ice cream padaku tanpa sepengetahuan Daddy nya tapi bagiku tak masalah selama masih terkontrol dan tidak terlalu sering.

Kue lucu, begitulah Lyfia menyebut cupcake.

Satu lagi yang menurun dariku, kesukaannya akan cupcake. Tadi sudah kujelaskan bukan? Putri kecil ku itu rela tidak makan ice cream asalkan Ali mau membuatkannya cupcake.
Lucu sekali.

"Mom! Kok malah bengong gituu... katanya mau ke dapur liat Daddy?" Lyfia menatapku sambil menautkan alis tebalnya.

Aku terkekeh sembari menepuk jidatku. Mungkin tadi aku tampak konyol sekali dihadapan anakku.

Ah, memikirkan suami dan putriku benar-benar membuatku melupakan segalanya. Memang mereka berdua lebih dari segalanya untukku. Sumber kebahagiaanku.

"Yaampun Ifi.. Mommy lupa.. hihi.."

"Yaudah Mommy ke dapur dulu ya sayang.." pamitku yang kemudian dibalas anggukan oleh Lyfia.

***

Cupcake LoveWhere stories live. Discover now