Chapter 15

18K 1.5K 25
                                    

Ali POV

Aku menyesap kopi yang baru saja diantarkan oleh Bi Fatin. Kopi yang entah mengapa seperti tak diberi gula sedikitpun. Pahitnya menusuk.
Seperti hari-hariku selama satu bulan ini. Pahit.

Bagaimana tidak? Hingga detik ini aku masih seperti seorang tersangka yang dipenjara. Aku tak boleh keluar rumah. Tak peduli apapun alasanku, Papa tetap melarang.

Entahlah mungkin sekarang namaku sudah dihapus dari daftar karyawan Far's Cafe oleh Pak Dirga.

Kekecewaanku yang mendalam pada Papa membuatku enggan menemuinya.

Aku menghabiskan waktu di dalam kamar setiap hari. Tak peduli seberapa Mama membujukku untuk keluar.

Akhirnya Mama menyuruh Bi Fatin untuk mengantarkan makanku ke kamar setiap harinya. Walau pada akhirnya makanan itu tidak kuhabiskan. Malah terkadang tak kusentuh sama sekali.

Setiap kali Papa ke kamarku dan hendak mengajakku berbicara, aku selalu berpura-pura tidur walau sebenarnya aku tak bisa tidur sedikitpun. Aku tak berminat mengobrol dengan Papa. Aku takut nantinya aku hanya akan mengeluarkan kata-kata kasar pada beliau.

Aku bangkit dari kursi tempatku duduk. Melihat sekeliling kamar.

Perabot dan barang-barangku lainnya yang berada di apartemen kini sudah dipindahkan oleh Papa kembali ke rumah. Sebegitunya kah Papa mengekangku?

Kupandangi pantulan diriku yang tercetak di cermin panjang yang menempel di pintu almari. Aku sudah seperti mayat hidup.

Hei.. ada sesuatu di bawah kedua mataku. Dua kantung hitam menggantung disana. Aku yakin itu adalah hadiah dari jam tidurku yang hanya sedikit. Ya. Aku sering tak bisa tidur. Paling lama hanya empat jam.

Prilly. Prilly. Prilly.

Pikiran tentangnya yang terus saja menahan rasa kantuk untuk datang menghampiriku.
Tak sedetikpun waktu kulewati tanpa memikirkannya.

Apa yang ia lakukan, bagaimana kabarnya, senyumannya, kedua mata cokelatnya yang teduh. Itulah yang ada di pikiranku. Aku merindukannya.

Apalagi celotehannya yang manja. Selalu terngiang di telingaku. Ingin rasanya aku meraih dirinya dari benakku agar ia berada di sisiku saja namun aku tak bisa.

Bodoh sekali aku. Seseorang yang tak memberi kabar pada kekasihnya selama sebulan penuh. Kabar tentang dirinya pun aku tak tahu.

Prilly.. Prilly, kamu lagi ngapain sayang? Apa kamu baik-baik aja?

Apa Prilly juga merindukanku? Apa ia juga merindukan kekasihnya ini?

Atau, ia bahkan tak pernah menganggapku sebagai kekasihnya? Memang aku tak pernah meminta dia untuk menjadi kekasihku kan? Aku yang terlalu bodoh.

Mungkin sekarang Prilly sudah tak lagi menganggapku ada. Mungkin ia sudah mendapatkan penggantiku. Mungkin aku sudah bukan lagi menjadi alasan dibalik senyum manisnya. Aku tahu. Aku paham.

Wajar jika ia mencari penggantiku. Aku memang tak pantas ia tunggu. Lagipula, apa yang bisa kuberikan padanya? Bahkan aku tak bisa sekedar memberinya kepastian.

Katakan aku tak peduli padanya. Katakan aku tak berjuang untuknya.

Kalian salah jika kalian berpikiran seperti itu.

Aku sudah berulang kali mencoba keluar dari rumah ini. Tapi apa daya jika ada tiga orang bertubuh besar layaknya Giant di kartun Doraemon yang berjaga-jaga di pintu rumahku.
Mereka orang-orang bayaran yang digaji Papa untuk mengantisipasi agar aku tak keluar rumah.

Cupcake LoveWhere stories live. Discover now