Fifteen

14.1K 1.1K 30
                                    

Malam ini pengunjung mall tampak lebih ramai dari biasanya dikarenakan malam ini adalah malam yang ditunggu jutaan pasangan yang ada di Indonesia. Aku hanya bisa memandangi pasangan yang berlalu lalang di luar restoran mall yang aku kunjungi. Setelah acara surprise tersebut aku bersama sahabat dan juga salah satu pacar sahabatku yang merupakan mantanku memutuskan untuk makan di restoran yang hanya berada di mall ini.

"Yun, lu yang bayar kan?" Divo bertanya meminta kepastian karena sedang melihat menu dengan mata berbinar.

Aku mengacungkan satu jempol sambil tersenyum.

"Azekkkk, makan puas-puas. Sebelum kembali menjadi anak kost," girang Erno.

"Lah, bapake lu kan banyak uang No, napa menderita banget lu kayaknya disana?" tanya Marsha.

Erno memamerkan deretan gigi putihnya. "Hehe uang nya itu ... gue itu ... gue ... apa itu, gue ...."

"Gue apa?" todong ku, yang penasaran sekaligus yakin dia pasti melakukan hal yang tidak seharusnya.

"Gua beli buku lah," ucapnya cepat.

Dera mendelik kearah Erno. "Bohong lu, bohong! Pasti buat—"

Ucapan Dera langsung terputus saat Erno membekap mulutnya secara brutal. Dengan kesal Dera memukul tangan Erno yang membekapnya itu.

"Yang ... mulut aku sakit, dibekap Erno. Mana tangannya asin. Pukul dia Yang, pukul!" adu Dera ke Gadha saat tangan Erno tak lagi membekap mulutnya.

"Hmm", gumam Gadha sambil memperhatikan smartphonenya seolah tak perduli.

Aku tau, dan bukannya aku kepedean, tapi memang kenyataanya sebenarnya dari tadi Gadha merhatiin aku diam-diam, dan mereka gak ada yang sadar akan hal itu. Sekali lagi bukannya aku gede rasa (GR). Cuma aku selalu merasakaan jika ada orang yang memperhatikan aku dan perasaanku itu, selalu benar. Karena aku selalu membuktikannya dengan menangkap basahnya saat menatapku.

"Yang, denger gak sih?" Dera menatap Gadha dengan jengkel.

"Ha iya, apa Der?" tanya Gadha yang langsung tergagap.

"Ih tauk ah, sebel!"

"Yun, boleh pesen apa aja kan?" tanya Winda mengalihkan perhatian kami semua dari Dera dan Gadha, karena saat Dera berbicara dengan Gadha pandangan langsung tertuju padanya.

"Iya ... iya, pesen aja sepuas kalian," jawabku.

Setelah selesai makan bersama, kami pun berbincang-bincang tentang perkuliahan kami masing-masing. Walaupun aku, Winda, Divo, Dera dan Gadha satu kampus. Tapi sebenarnya kita berbeda jurusan. Sedangkan Erno satu jurusan sama Divo tapi berbeda kampus. Berbeda dengan Marsha dan Evna yang berbeda jurusan dan juga berbeda kampus dengan kami semua.

"So, siapa pacar lu sekarang Yun?" tanya Erno.

"Lu kepo banget deh No. Jangan-jangan lu mau gebet si Yuna?" celetuk Dera.

"Lah bukannya dulu lu udah mau gebet gue No? Sebelum gue lu gebet, kan udah gue tolak duluan." Aku tersenyum jahil.

"Iya, lu sih Yun! Jahat banget, sama gue!" Raut Erno berpura menjadi sedih.

"Sorry No, kalo kita bersatu, nanti lagu kebangsaan kita itu Marcell-Peri Cintaku. Gue mah ogah hahaha."

"Lu sih No! Pindah agama aja gih!" usul Winda.

"Langsung kena begal mak gue kali Win, sebelum gue pindah," ucap Erno yang langsung menolak ajakan gila itu.

Divo yang masih memainkan smartphone nya tiba-tiba berceletuk," lah ... lu kan jodoh gue, Yun! Gimana sih?" Divo pun memasang tampang pura-pura kesalnya.

I Don't Care About Love [1]Where stories live. Discover now