Twenty Five

11.4K 809 4
                                    

'Bruk'

Aku hampir terhuyung, saat aku menoleh "Yuna?" panggil si penabrak. "Bisa kita bicara sebentar?" lanjutnya.

Aku mengangguk dan berbalik mengajak lelaki itu kembali masuk ke dalam cafe Dirga. Aku melirik ke tempat dudukku tadi dan mendapati Dirga masih di sana sedang berbicara dengan karyawannya.

"Duduk disini aja." Lelaki itu berhenti di sebuah kursi kosong. Aku menurutinya. "Jadi ... gue butuh bantuan lo," ucapnya to the point.

"Apa yang bisa gue bantu?"

Lelaki itu pun menyampaikan maksudnya dengan jelas, aku mendapatkan sebuah keuntungan dari penjelasannya tanpa menunggu panjang aku pun menyetujuinya. Aku pikir permainan akan berlanjut ke season tiga. Dera are you ready?.

•••

"Siapa tadi?" tanya Dirga yang menghampiriku saat aku berjalan keluar cafe.

"Temen," jawabku singkat. Oiya, aku butuh cafe ini. Aku pun berbalik menghadap Dirga. "Gue bisa booking cafe ini?" Dirga langsung mengangguk tanpa pikir panjang.

"Apa sih yang gak buat lo ," ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Oke." Dirga membuka pintu mobilku untukku. Aku pun tersenyum kearahnya seraya masuk kedalam mobil. Sebelum melajukan mobil, aku membuka jendela dan menatapnya yang masih berdiri di sana sampai aku pergi. Ntah mengapa aku ingin sekali menggodanya dengan memberinya kiss bye sambil mengerling nakal.

"Oh ... shit! Gue mimpi apaan, semalam?" ucap Dirga yang masih bisa aku dengar, dengan pelan aku melajukan mobil meninggalkannya.

•••

"Kalo dalam islam balas dendam itu boleh gak sih Sha?" tanyaku pada Asha.

"Ya mana bolehlah, odong!" jawab Asha.

Aku memperhatikan Asha yang ribet sedari tadi ia bolak balik mencari baju untuk di pakainya sembari berpikir baik buruknya ia memakai pakaian tersebut.

"Emangnya kenapa lo tanya itu?" tanyanya dengan menoleh ke arahku penuh tatapan selidik.

"Ada deh." Aku mengalihkan pandangan. Berbaring menatap langit-langit kamarnya.

"Lo gitu sama gue? Tumben main rahasia-rahasiaan. Ng ... palingan ntar lo cerita juga," ujarnya dengan sangat yakin.

Aku gak menghiraukan ucapannya. Malah aku kembali bertanya. "Tapi kalo ngasih pelajaran, boleh dong ya?",

"Lah, kalo gak boleh. Kenapa ada guru, Yuna? 'Kan guru ngasih pelajaran ke murid, gimana sih lo!" omelnya.

"Bukan itu bego, maksud gue gini ... kalo ada orang yang berbuat jahat, terus lo pengen ngasih tu orang pelajaran. Itu bukan balas dendam 'kan? Tapi itu pelajaran 'kan?"

Asha berhenti memilih-milih baju, ia kembali menoleh ke arahku kali ini lebih tertuju padaku. "Iya sih. Tapi gini ya, Yun! Semuanya tergantung niat. Kalo niat lo baik, lo gak akan dapat dosa malah lo dapat pahala. Tapi kalo niat lo buruk, jangankan pahala, lo bakal dapat dosa yang lebih besar, Yun! Contohnya, lo mau berbagi tapi niat lo untuk dipuji. Bukannya dapat pahala, lo dipastikan dapat dosa. Sedangkan kalo sholat aja niatnya salah, gak sah kan? Yah ... intinya begitulah, Yun. Gue cuma bisa memberi gambaran seperti itu. 'Kan lo tau, gue baru memulai mendekatkan diri kepada Allah."

Aku gak pernah salah kalau minta pendapat dia. Dia memang bisa menjelaskan sejelas-jelasnya padaku. Tapi, satu hal yang belum bisa aku pastikan, jadi aku dapat dosa apa pahala ya?

"Emangnya kenapa sih?" Asha kembali bertanya karna penasaran.

"Gak ada, nanya aja." Aku beranjak dari tempat tidur memilih menunggunya di balkon kamar Asha untuk menghindarinya.

I Don't Care About Love [1]Where stories live. Discover now