Twenty One

12.2K 838 12
                                    

"Bukannya dia pacar sahabat lu, Sya?" Tubuhku langsung tersentak; akibat terkejut dengan kehadiran Dirga yang tidak tahu datangnya dari mana.

"DIRGA!!! NGAPAIN LU DISINI?" teriakku yang kesal bukan main. Bukannya menjawab ia menyengir tanpa dosa.

Aku mendengus dan memutuskan berjalan masuk ke dalam rumah karena masih sebal dengan dirinya. Ia yang tak terima karna aku acuhkan kembali bertanya, "gue tadi nanya, Sya ... bukannya dia pacar sahabat lu?"

Tak berniat membahasnya lebih lanjut, aku hanya menganggukkan kepala dan kembali berjalan menuju kamar. Ah ... rasanya badanku ini sudah lelah begitu juga pun dengan hatiku. Jujur ini bukan yang aku mau dan ini bukan aku yang sebenarnya. Tapi, semuanya sudah terjadi dan sedang berjalan seperti ini. Aku gak mungkin berhenti ditengah jalan, bukan?

Saat hendak menghempaskan tubuh ke atas kasur, aku merasakan sebuah siluet seseorang sedang berdiri di belakangku dan terentak aku membalikkan badan. Ya Tuhan, aku harus mengelus dada melihat tingkah dosen absurd ini. Bagaimana bisa, dia jadi dosen? Kalau tingkahnya aja seperti lelaki pengangguran? Aku pergi dari tempat tidur lalu berkacak pinggang menatapnya dengan sengit. Bukannya merasa terintimidasi ia malah menyunggingkan senyumnya. Ya Tuhan, bagaimana bisa ada manusia seganteng malaikat maut?

"Ehem ... mengangumi saya, Mbak?" Kali ini senyuman manis itu berganti menjadi senyuman jahil yang buat moodku langsung berubah seketika.

Aku hanya balas mendengus. "Kenapa lu ikutin gue, Bapak dosen terhormat?" tanyaku yang terengar sarkas.

"Aku pengen ikut kamu masuk ke dalam," ucapnya dengan jelalatan memandangi isi kamarku.

Responku yang terkejut tak bisa aku tutupi, aku melongo tak mengerti. "Mau ngapain?"

"Mau dengerin cerita kamu?"

"Sayangnya gue lagi gak mood cerita, Dirga. Mendingan lu pulang deh!" usirku sambil bersedekap.

Dirga yang tak merasa takut sedikit pun malah menggelengkan kepalanya sembari seenaknya duduk di sofa kamarku. Ia kembali menatapku tanpa dosa, dengan tampang polosnya.

Ntah sudah berapa kali aku menghela napas, sejujurnya aku sudah capek berdebat dengan terpaksa aku pun memutuskan buat mengalah saja, ingat hanya untuk kali ini. Dengan malas aku mengambil tas yang ada dikasur lalu melemparkannya ke atas meja belajar. "Gue mau ganti baju dulu," ucapku yang langsung diangguki olehnya.

Setelah mengganti baju dengan stelan yang lebih santai dan nyaman aku kembali menghampiri Dirga.

Loh mana sih tua keladi?

"Dirga ...?" teriakku. Karena aku tak kunjung menemukannya di dalam kamar, aku pun keluar, mencari Dirga. Aku takut saja kalau dia maling sesutatu di kamarku. Walau pun atar belakangnya yang bagus, gak menutup kemungkinan dia punya penyakit klepto 'kan? penyakit yang suka mencuri barang. Buktinya saja dia sudah mencuri sesuati dariku, yaitu hatiku, ea.

"Yun duduk sini!" Akhirnya aku menemukannya setelah mendengar suaranya. Aku pun menghampirinya yang duduk di anak tangga. Ia menarikku untuk duduk, lalu ia juga memberikan dua cangkir green tea. Mau tak mau aku mengambilnya, kali ini tidak ingin curiga dulu ada sesuatu yang di masukkannya ke dalam minumanku, bisa jadi dia benar tulus 'kan?

Keadaan rumah yang ntah kenapa sepi, membuat kami merasa cangung satu sama lain. Salah satu dari kami tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Yang terdengar hanya suara seruput teh yang dibuatkan oleh Dirga dari bibirku. Tak selang lama, Dirga akhirnya bertanya,"kenapa?"

Aku berkerut tak mengerti. "Kenapa apa?"

Dia hendak mengatakan sesuatu namun terhenti, terlihat ia sedang ragu-ragu. Keadaan pun kembali hening. "Kenapa ... kamu ...," ujarnya menggantungkan kalimat.

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang