Twenty Seven

12.4K 789 6
                                    

Aku menutup pagar rumah lalu berjalab memasuki mobil berwarna hitam. Gadha tersenyum di balik kemudinya aku pun membalasnya dengan tersenyum manis.

"Lo abis dari mana tadi?" tanyaku membuka pembicaraan saat mobilnya melaju meninggalkan pelataran rumahku.

"Ngantar Dera," jawabnya. "Kita mau kemana?" tanyanya langsung mengganti topik.

"Makan aja deh... gue la...per...," rengekku dengan bersikap manja kepadanya. Aslinya mah jijik binggow gue!

"Dasar ndut makan mulu," Gadha menyubit pipiku dia terlihat gemas sendiri.

"Biarin," ucapku sembari menjulurkan lidah ke arahnya.

•••

"Lo ingat gak sih? Dulu setiap kita habis nonton atau sebelum nonton pasti makan di sini." Gadha sedang membuka kenangan lama, right?

Mau tak mau aku mengangguk. Ikut menyelam ke dalam kenangan lama bersamanya "Iya ... liat tuh!" Aku menunjuk jembatan yang terlihat dari kaca restoran Mall ini.

"Kenapa?" tanyanya dengan mengkerutkan dahi.

"Bagi gue jembatan itu sejarah cinta kita." Please aku juga muak dengan ucapanku barusan!

Gadha mengangguk setuju, seolah mengerti dengan jalan pikiranku yang begitu aku benci. "Iya ... gue baru ngeh, saat dulu waktu kita pacaran. Itu jembatan belum juga selesai, sampailah kita putus-nyambung, tetap belum selesai juga dan selesainya baru tahun kemarin."

"Iya ... tahun dimana lo jadian sama sahabat gue sendiri," timpalku dengan tersenyum miris. Aku mengalihkan pandangan ke pintu masuk restoran. "Gadh, itu bukannya temen Dera?" tanyaku terkejut.

Gadha mengikuti pandanganku. "Iya Yun," jawabnya dengan santai.

"Lo santai banget Gadh, nanti pacar lo marah bisa berabe kali," protesku.

"Tenang." Ia melambaikan tangan ke temannya Dera yang baru saja kami bicarakan. Pas banget temannya Dera sedang menatap ke arah kami, ia pun datang menghampiri. "Kalian ...?" tanyanya menggantung.

"Gak, gue cuma mau minta tolong sama Yuna buat bantuin gue nyari kado anniversary gue dengan Dera, lo jangan bilang-bilang ya ke Dera ntar gak surprise." Seolah mengerti dengan ucapan temannya Dera yang menggantung itu, Gadha langsung menjelaskan secara detail dan berbohong!

"Oke, tapi ada syaratnya, gimana?" tawarnya dengan senyuman iblis.

"Susah ngomong sama cewe matre," gerutu Gadha pelan.

"Gua denger bego!" protesnya. "Bayarin gue makan ya?" ia menaik turunkan alisnya. Tak ingin lama berbincang dengannya Gadha pun langsung menyetujuinya

"Oke," jawab Gadha.

Aku yang sedari tadi menatap temannya Dera itu diam membisu. Biarkan ini menjadi urusan Gadha. Sebelum ia pergi, ia menyapaku untuk berkenalan.

"Hai, gue Risya", ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya. Aku pun menyambut dengan senang hati.

"Hai, gue Yuna."

"Gue tau kok. Lo kan mantannya Gadha dan sahabatnya Dera, ya 'kan?" Tebakannya memang sesuai fakta.

"Sebegitu hitz-nya 'kah gue?" tanyaku dengan bercanda.

Belum sempat Risya menjawab, Gadha mendorong Risya menjauh. "Sana lo, ntar makanan lo gue bayar. Cari tempat lain! Jangan ganggu kita."

"Ih pelit, wuuu." Risya bersorak dengan kesal. "Bye Yun. Hati hati jangan sampai CLBK!" Risya mengerling dan berjalan menuju meja tempat temannya berada.

I Don't Care About Love [1]Where stories live. Discover now