Seventeen

14K 1K 30
                                    

'Bruk'

Tubuhku terpental mundur, untungnya aku bisa meyeimbangkan badan sehingga tak berakhir jatuh di lantai. "Adaw!!!" teriakku sembari meringis kesakitan.

"Eh ... eh ... sorry sorry." Ucap lelaki yang bertabrakan denganku.

Saat aku menoleh ke arahnya, mataku menyipit, mengenali lelaki di hadapanku ini."Loh? Bimo?" ucap gue terkejut saat melihat kehadiran Bimo.

"Siapa ya?" tanyanya dengan memicingkan mata seolah mencoba mengingat, siapa aku?

Masa cewek secantik aku, bisa lupa sih?

Kupelototi dirinya dengan kesal, aku merasa tersinggung dengan pertanyaannya. "Lu mah lupa sama gue!" teriakku merajuk.

Dia tampak serius benar-benar kebingungan, namun sedetik kemudian dia tersenyum seolah mengingat sesuatu yang ia lupakan. "Oiya ... lu Yuna, sahabatnya Winda ya?"

"Gak! Gue Yuna, pembokatnya Winda ...," ketusku dengan meliriknya sinis. Dia diam sambil mengerutkan dahinya. "... yaiyalah sahabatnya Bim, Bim! Lo gimana sih? Pake tanya segala!" dengusku dengan jengkel. Aku menggaruk pelipisnya dengan wajah merasa tak enak. Aku segera mengganti topik agar tidak terlalu canggung. "Eh ... btw lu kok, gak pernah dateng lagi kalo kita ngumpul?" kutatap dirinya penasaran.

"Ehm ... Winda gak cerita? Gue udah putus sama Winda," lirihnya yang terlihat sedih.

Putus? Tapi, bukannya masih berhubungan, ya? Yaudah ah tanya aja.

Kami pun mengobrol singkat sembari berjalan beriringan. "Masa sih? Tapi keliatannya kalian masih pacaran, Winda gak ada cerita tuh kalo kalian putus."

"Di sana aja yuk? Lo gak sibuk kan?" ajak Bimo sambil menunjuk salah satu cafe yang ada di mall ini.

"Gak kok, gue lagi bosen aja dirumah. Pengen jalan-jalan."

Saat berada di cafe tersebut. Bimo langsung memesan minuman, sedangkan aku? Menunggu Bimo di tempat yang aku pilih. "Nih," ujarnya sambil menyodorkan chocolate float.

"Jadi, sebenarnya hubungan lo gimana sih sama Winda?"

"Yaaa gitu deh. HTS-an gitulah. Gimana ya ...? Rumit pokoknya," curhatnya dengan sendu.

"Lah kenapa gak balikan aja?"

Bimo menghela nafasnya. "Si Windanya belum mau balikan Yun, dia bilang kalo kita gini aja, ini lebih baik dari pada pacaran, kita suka berantem."

"Emang kalian kalo berantem masalah apa?" tanyaku semakin penasaran.

Bimo diam sejenak berpikir. "Biasalah, kayak gue lupa bilang mau kemana, gue lupa jemput dia, terus lupa bawa hp jadi gak bisa—"

"Lo serba lupa ya? Kacau banget otak lo kayaknya! Sama gue juga lo lupa! Jadi siapa yang lo ingat?" omelku dengan jengkel.

Bimo pun menyengir memamerkanderetan gigi putih nya. "Winda lah yang gue ingat. Iya gue kacaw, kacaw karna cinta Winda," ucapnya sembari tertawa sumbang.

"Duh lebay banget dah ni orang macam die nye aje yang punya cinta," ledekku.

Bimo pun terkekeh. "Eh ... sebagai sahabat, menurut lo Winda mau gak ya balikan lagi sama gue?" Dia mengganti topik, wajahnya terlihat serius bercampur menyedihkan.

"Maulah, dia 'kan cinta sama lo."

"Yakin lo?"

"Yakinlah!"

"Kok gue gak yakin ya? Gue takut aja dia bakal berpaling."

Aku mendapatkan sebuah ide, dengan tersenyum aku berkata, "Lo, mau gue bantuin gak balikan sama Winda?" Bimo terlihat terkejut, wajahnya langsung berseri senang. "Tapi ada syaratnya," ucapku sebelum dia keburu senang.

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang