6. Decision

17.3K 617 29
                                    

Adakah yang nungguin ceritanya?
Keep reading and don't forget your comment and vote.
~~~~~

Rey bangun dengan mata bengkak bekas nangis semalaman.. Mengingat kejadian tadi malam membuat ia jadi malas untuk keluar kamar. Tapi Rey butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Rey melihat jam dinakas samping tempat tidurnya, 04.30. Rey mengambil jaket dan earphone nya dan pergi ke luar. Ia hanya butuh udara segar. Rey memutuskan untuk lari pagi di komplek perumahanya.

Sejujurnya semalam adalah pertengkaran pertama mereka. Dan untuk pertama kalinya Rey membantah omongan orang tuanya. Rey hanya bosan dengan hidupnya selama ini. Selama 18 tahun ini ia menjadi anak yang penurut namun untuk kali ini Rey ingin menjadi anak pembangkang.

Sebenarnya Rey sudah selesai lari dari tadi, namun ia enggan untuk pulang mengingat papanya belum berangkat kerja. Maka disinilah dia sekarang. Di Coffee Shop dekat komplek rumahnya. Rey masuk dan memilih duduk di pojokan dekat jendela. Ia memesan secangkir kopi. Saat akan membayar Rey teringat ternyata ia sama sekali tidak membawa dompet.

"Mba, gimana ya.. ini saya lupa bawa dompet. Tapi masalahnya saya lagi butuh kopi" Rey merasa tak enak pada pelayan caffe. Untung saja caffe masih dalam keadaan sepi, kalo ramai mau taro dimana mukanya coba?

"Mungkin mba bisa nelpon orang rumah buat nganterin kesini" pelayan itu menawarkan solusi. Rey segera mengeluarkan hp nya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk menelepon.
"Gini aja deh mbak, hp saya jadi jaminannya. Nanti siang saya balik lagi kesini." Rey mencoba negosiasi. Ia menyodorkan iphone nya.

Pelayan itu hendak menolak, namun langsung dicegah Rey, "Gini aja deh mba, kalo nanti aku nggak balik, hpnya buat mba deh. Saya males pulang soalnya." Ia mengambil kopinya "Mba, saya numpang tidur ya.." ujar Rey sebelum berbalik.

Rey kembali ke tempat duduknya dan meletakan kepalanya sambil memejamkan mata.

Entah berapa lama Rey tertidur, ia merasakan tepukan di pundaknya. Rey mengucek matanya dan melihat siapa yang mengganggu tidurnya.

"Hey sista..." Al dengan cengiran khasnya sudah duduk di hadapan Rey.

"Ngapain disini?" tanya Rey masih dengan wajah ngantuk nya. Ia mengucek matanya dan menguap santai di depan kakaknya.

Al menyodorkan hp milik Rey. "Kayak orang kaya aja. Hp main digadai aja. Untung aja tadi aku nelpon, kalo nggak hilang sudah hpmu"

Rey mengambil hp nya dan memasukan ke jaketnya tanpa mengatakan apa-apa. Rey memandang kopinya yang masih utuh dan sudah dingin. Rey memanggil pelayan dan memesan secangkir kopi hitam.

"What going on sista? Please tell me" pinta Al setelah beberapa saat tak ada pembicaraan. Al tahu adiknya itu sedang dalam suasana hati yang tak baik. Tapi sebagai kakak yang sayang sama Rey, Ia ingin mendengar cerita versi adiknya.

"Apa yang harus kuceritakan kak?"

"Ceritakan apa yang ada di pikiranmu sekarang."

⌛⌛⌛

Flash back

"Itu alasan papa memasukanmu ke sekolah putri." Jawab papanya dengan suara datar dan tenang.

Omong kosong apa lagi ini?

Rey tidak tahan dan tidak terima dengan permintaan papanya. "Aku nggak mau masuk biara!" Rey kekeuh dengan pendiriannya. Ia memandang mamanya dengan pandangan memohon... tapi sayangnya mamanya hanya menggeleng. Hilang sudah harapan Rey untuk mendapat dukungan.

Pa Richard-papanya Rey sama sekali tak memperdulikan omongan Rey "Masuk biara adalah bentuk pelayanan". Rey menghapus air matanya dengan kasar.

"Apa papa sama mama tahu apa cita-citaku saat kecil?" Tanya Rey lemah. Papa dan mamanya hanya diam tak menanggapi. "Sejak kecil aku selalu memimpikan kalo besar aku nanti mau jadi seperti mama" sambung Rey lagi. Ada jeda sebelum ia melanjutkan perkataannya.

Married by AccidentWhere stories live. Discover now