CHAPTER 5

154 7 2
                                    

Kehabisan Peluru
Genre : Action Thriller

[Restricted] [18+] for Strong Violence & Gore, Some Sexuality & Nudity

Cuaca hari ini tidak begitu baik, mendung dan hujan terus menggelayuti awan Jakarta, Maria pun menghangatkan diri di ruangan kantornya dengan segelas susu hangat sementara aktivitas orang-orang di lantai bagian bawah seperti biasa sibuk dalam masalah yang berbau jurnalistik, percetakan dsb, mereka tidak saja menjadikan perusahaan media berbasis spionase tapi juga menjadikannya sebagai suatu usaha yang menghasilkan profit dan seluruh pekerja diperusahaan ini tidak mengetahui latar belakang perusahaan ini sebenarnya, karena para jajaran direksi melakukan spionase dengan alat-alat canggih seperti kamera pengintai, alat penyadapan, dan juga intelijen manusia terhadap para karyawannya, untuk menghindari segala kemungkinan sabotase yang dilakukan pihak luar atau pihak dalam sendiri.

Sesaat kemudian Rafi masuk kedalam ruangannya setelah permisi terlebih dahulu. Maria pun beranjak dari tempat duduknya dan menuju kesebuah sofa yang terletak disamping depan meja kantornya.

"How do you fell ??" Tanya Rafi.

"That's so bad."

"Why??"

"Entahlah, aku banyak mengalami hal-hal aneh beberapa belakangan ini, semalam aku bermimpi buruk, sebelumnya aku mendapat teror sms yang dikirim berulang-ulang, apa maksudnya semua ini??" Kata Maria.

"Mungkin efek paranoid dirimu yang berlebihan."

"Apanya yang berlebihan??"

"Maksudku kau sudah terbiasa hidup nyaman setelah pengalaman hidupmu yang selalu buruk sebelumnya, sehingga kau pun tidak mau lagi bersahabat dengan situasi buruk dan terbuai dengan kondisi nyaman, buktinya kau lebih suka intervensi departemen lain, bidang perdagangan itu sudah ada yang urus, meskipun kau punya hak veto untuk itu, namun kau sudah tidak mencintai pekerjaanmu yang sesungguhnya, yaitu senjata." Kata Rafi.

"Siapa bilang?? Aku berfikir kalau terlalu lama ini akan bahaya, kemarin Moreno, mungkin besok bisa saja ia mengincar aku, kamu atau yang lainnya, aku harus bertindak, aku akan musnahkan sendiri si pembunuh Moreno itu dengan tanganku, aku bersumpah, mereka harus tahu sedang berhadapan dengan siapa, biar mereka tahu rasa nantinya." Sesungut Maria.

Rafi pun menyunggingkan senyum mautnya, pertanda ia menyukai gaya militansi seorang Maria yang keluar lagi. "Mudah-mudahan saja ucapanmu bisa dibuktikan, aku tunggu hasil buah karyamu nanti, besok mau siksa atau bunuh siapa itu hakmu."

Maria pun mengunjungi sebuah tempat terpencil dan dipastikan aman dari para penjamah yang ingin melakukan revolusi di pemerintahan, setidaknya masih dapat bernafas lega karena pemerintahan yang pro dengan mereka yang sekarang memimpin, sebuah tempat yang seluruh sisinya ditutupi oleh dinding yang tinggi dan menjulang, hampir-hampir tingginya seperti tembok pemisah antara Israel dan Palestina, didalamnya terdapat tiga buah gedung, Gedung satu disamping kiri, kemudian ditengah agak menjorok kedalam adalah Gedung dua dan di samping kanannya gedung tiga, semuanya bergaya gedung tua dan seperti tak terawat, dibagian depan gerbang didalam tembok saja sudah ada pos penjaga yang tinggi dengan seorang berpakaian militer terus siap siaga dengan senjatanya. Ia pun diambut oleh Brad, orang yang mengepalai semuanya disini.

Mobil Maria pun diparkir di depan gerbang untuk diambil alih oleh orang lain untuk diparkirkan, sementara itu dua orang berseragam militer mengenakan topi dan bersenjata lengkap mulai menutup kembali gerbang besar tersebut.

"Hai Jarwo." Sahut Maria.

"Hai madame."

"Jangan panggil aku seperti itu."

"Saya juga keberatan nyonya kalau dipanggil Jarwo."

"Oke Brad." Kata Maria, nama aslinya memang Jarwo namun kegilaannya terhadap militer Amerika membuat ia mengubah namanya menjadi Brad, entah diambil dari nama pasukan yang mana, tapi peduli apalah hal-hal seperti itu.

"Aku sudah diberi tahu dan perintah oleh perusahaan tentang perihal kedatangan Anda kemari, setahuku harusnya beberapa hari yang lalu Anda sudah datang kesini, tapi mengapa baru sekarang." Tanya Brad sembari berjalan bersama Maria sementara itu beberapa truk tengah terparkir dan orang-orang pun terlihat sibuk untuk mengepak dan memasukkan sebuah paket besar kedalam truk tersebut.

"Rencananya hari ini kita akan menjual tiga ton obat-obatan berbagai jenis kepasar luar, mulai dari heroin, ganja, dan kokain." Kata Brad menjelaskan pemandangan yang baru saja dilewati itu.

"Ya kerjakanlah sebaik mungkin, aku tidak tertarik membahas hal itu, aku mau ke gudang sekarang, berapa banyak kira-kira persenjataan yang kita miliki."

Mereka pun menuju gudang dibelakang gedung dua dan membuka pintu yang sudah mulai usang dan banyak debu bertebaran dimana-mana itu, Maria pun melihat kebagian dalam, mengambil salah satu senjata jenis M-16, membolak-balikannya, kemeja putihnya mulai terkena debu dan sesekali terbatuk-batuk, roknya yang berwarna hitam pun terkena debu dan beberapa bagian menjadi kecoklatan.

"Aku butuh senjata baru sepertinya, namun senjata-senjata lama ini jangan dibuang sebaiknya dipih-pilih untuk di maintenance dan sisanya kau boleh jual kepada separatis dan teroris dipasar gelap." Kata Maria memberi perintah dengan kharismatiknya.

"Baik Miss, serahkan semuanya padaku, akulah ahlinya soal itu."

"Oke, aku siapkan uang limapuluh ribu dollar untuk membeli AK-47, M-4, dan Galil, dan kalau kau punya kenalan desersi, kau bisa rekomendasikan kepadaku untuk membeli Senjata lokal, juga beberapa RPG, granat, aku serahkan semuanya padamu, karena aku ada urusan lain, ditempat ini juga tentunya."

"Baiklah, aku tidak pernah mengecewakanmu Miss." "Oke aku percaya padamu." Kata Maria

KEHABISAN PELURUWhere stories live. Discover now