CHAPTER 17

95 4 0
                                    

Di sebuah malam yang dingin dan sepi, hawa mulai menusuk tubuh Noval dan Zainal, mereka tengah mengendarai mobil sedan dinas mereka, hidung Zainal juga sepertinya mulai mampet, seharian mereka minum, merokok, main billiard, dan nongkrong, sore harinya Zainal mengajak kesebuah tempat yang belum pernah diketahui Noval sebelum-nya, Zainal mengajak Noval untuk bertemu dengan teman kecil-nya yaitu Lala, seorang gadis berusia 12 tahun, Lala hidup keras dijalanan, mencari nafkah untuk biaya sekolah-nya dengan mengamen dan memulung sampah, Lala adalah seorang anak berhati emas, suatu saat ia melihat ada seorang bayi menangis di tengah-tengah hujan besar dekat sebuah tempat penampungan sampah, seorang bayi yang di buang oleh orang tuanya yang tega karena malu hasil dari hubungan gelap mereka.

Lala kemudian merawat bayi tersebut, saat ini sudah berusia 1 tahun, ia menamakan bayi tersebut dengan nama Kesha, saat bekerja Lala selalu menggendong Kesha untuk ikut bekerja ditengah terik-nya panas siang hari atau hujan badai yang menusuk kulit, saat masih bayi awal-nya Lala merawat Kesha diam-diam, ia taruh disebuah rumah-rumahan dipinggiran gang diantara dua bangunan besar dengan menggunakan karton, karena Lala memiliki kedua orang tua yang kejam, ayahnya adalah seorang pemabuk, penjudi, dan pemeras, selalu bermulut besar dan mengaku kenal dengan orang-orang dari Mafia Barat, meski sebenarnya tidak sepenuhnya benar, sementara ibunya adalah seorang penari erotis disebuah klub yang dikuasai oleh kartel barat, diwaktu luang ibunya juga bekerja sebagai kurir pengantar paket narkoba kepada pelanggan-pelanggan di klub-nya.

Zainal bertemu Lala saat ia tengah mengurus Kesha di tempat persembunyiannya, karena pada saat itu Zainal melihat Lala tengah mencuri sebungkus roti dan air mineral disebuah toko tidak jauh dari tempat Kesha, Zainal pun coba mengejar Lala di tengah-tengah hujan deras, sampai ia menemukan realita yang menyedihkan soal hidup Lala, Zainal pun tak kuasa menahan tangis, hukum memang harus ditegakkan, tetapi terkadang hati nurani juga jauh lebih didahulukan daripada sekedar bicara soal keadilan dalam menghukum.

Lala banyak bercerita soal kehidupannya dan keluarga-nya.
Zainal pun tidak tinggal diam, Lala harus bisa tinggal dirumah-nya sendiri, tanpa harus takut akan ancaman dari orang tua-nya, ibunya Lala, Reni pun sebenarnya hati-nya sudah lama ingin memutuskan untuk keluar dari kehidupan kelamnya, perlahan lahan Reni mendapat hidayah berkat kesabaran Zainal dalam mengedukasi masyarakat pesakitan macam Reni, Zainal pun beberapa kali bertatap muka dengan Beni, ayah Lala, seorang lelaki pesakitan dan keras serta pemabuk berat, Beni selalu berapi-api, mengeyel, keras kepala, bicara seenak-nya dan merasa paling kuat disitu, tapi Zainal berusaha tetap tenang, lencana dan senjata nya menjadi kekuatan tersendiri baginya untuk membuat Beni segan.

Zainal sulit untuk merubah Beni, ia pun menggantungkan harapan kepada Reni, ibunda Lala, dan Reni pun berjanji untuk menjaga Lala dan Kesha, Zainal juga berusaha memberikan bantuan finasial seperti memberikan makanan, popok, pakaian, handuk, dll.

Noval terkesan dengan rekan-nya tersebut, ia melihat Zainal adalah seorang pemuda yang baik, tangguh dan bertanggung jawab, sesuatu hal yang sulit dijumpai saat ini pada diri pemuda jaman sekarang dan yang terpenting baginya adalah bahwa Zainal adalah polisi jujur dengan reputasi yang bersih, Noval sering malu dan iri kepada kehidupan Zainal, berbanding terbalik dengan diri-nya yang kotor dan penuh kehinaan di masa lalu karena pernah membunuh seorang anak kecil di medan perang.

"Saya telah melakukan banyak hal buruk di masa lalu, suatu hal yang sangat tidak saya banggakan, saya akan berbuat apapun untuk menebus kesalahan saya dan jikapun saya harus mati duluan di dalam proses-nya, saya sudah siap, tugas saya adalah menegakkan kebenaran saat ini." Tegas Noval

Hari sudah semakin malam, Noval masih berada di balik kemudi, sementara Zainal disampingnya, mereka menuju ke arah pulang, namun untuk menuju rumah Zainal sepertinya masih jauh, sebaik-nya malam ini lebih baik menginap di tempat Noval saja.

Tepat saat mobil mereka berada di perempatan jalanan yang kosong, sebuah truk tronton menabrak sedan mereka secara keras dan cepat dari arah kiri, terdorong dan terseret cukup jauh, menghancurkan sisi kiri mobil sedan mereka, lalu truk tersebut berhenti berdecit dan seseorang keluar dari pintu truk tersebut, Noval mengalami pendarahan di kepala, dan lengan kirinya luka, beruntung Noval tidak terkena gencetan parah hasil tabrakan truk tadi, ia pun perlahan keluar dari mobil sedan tersebut dengan kesakitan terfokus pada kepala-nya, ia melihat kearah Zainal sudah hancur, bercucuran darah dan daging serta tulangnya yang ringsek setelah dihajar oleh truk dari arah kiri, sudah tidak jelas rupa dan tubuh Zainal, banyak besi-besi menusuk ke tubuhnya, membuat Zainal tewas seketika disana, Noval pun melotot kaget, dan masih tidak percaya akan kejadian yang menimpa temannya barusan.

Seseorang berjalan menuju Noval lalu mengacungkan senjata hanya beberapa sentimeter ke kepala Noval, namun saat ingin ditembakkan, pistolnya macet, peluru-nya tidak keluar, sang driver truk tersebut pun panik, lalu Noval yang memiliki keahlian bela diri FMA [Filipino Martial Arts] langsung memegang bagian laras pistol yang ditodongkan ke arahnya tersebut dengan tangan kanannya dan memukul pergelangan tangan sang driver dengan lengan kiri-nya secara cepat dan bersamaan, kini pistol sudah ada di tangan Noval.

DORR...

Sebuah tembakan di dada, membuat sang driver terjatuh, Noval masih merasakan sakit di kepalanya dan luka-luka di tubuhnya, beberapa kulit-nya sobek.

"Siapa kau?" Tanya Noval sembari menindih si driver yang sudah tidak berdaya tergeletak di jalanan sekarat.

"Siapa Anjing !!! jawab !!!" Noval pun tersulut emosi dan mencekik serta menghentak-hentakan tubuh sang driver ke jalanan aspal.

"Raa.. Randi.. ran...dii" jawab sang driver dengan sekarat.

"Randi siapa, aku tidak kenal, siapa yang menyuruh-mu?" Tanya Noval.

"Ra.. rafii... ra rafiii."

"Rafi ?, siapa ? Rafi Hidayat ? gembong kartel itu" telisik Noval.

"iya benar."

Randi pun sudah terengah-engah nafasnya, semakin sesak, semakin lama semakin susah ia untuk bernafas, semakin kabur pandangan didepanny dan Randi pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Randi sang debt collector tersebut diperintahkan oleh Rafi Hidayat untuk membunuh ke dua polisi tersebut.

KEHABISAN PELURUWhere stories live. Discover now