Keduapuluhsatu

18.1K 829 61
                                    

Jangan lupa mulmetnya diputar ya ^^

_________

Langit biru kota Paris dimusim dingin, membuat kota tersebut sangat indah disiang hari. Cuaca musim dingin yang cukup cerah membuat kota tersebut ramai dikunjungi para turis yang ingin sekali menikmati musim dingin bulan Desember disana.

Sue memperketat mantelnya dan berjalan memasuki loby apartemen setelah ia keluar dari mobil fort abu-abu kepunyaan Kirana. Cuaca dingin membuat Sue mendesah pelan, ia sangat membenci dingin, apapun kecuali musim dingin. Karena musim dingin membuat wajahnya yang tidak tertutup apapun membuat ia merasakan sakit bagaikan ditusuk jarum karena hawa dingin yang ia benci.

Sue kemudian berjalan menuju lift dan menekan tombol untuk kelantai paling atas, dimana penthouse Kirana berada. Pintu lift terbuka, ia segera berjalan menuju pintu. Setelah meletakkan kartu ditempatnya, ia mendorong knop pintu dan masuk kedalam.

"Sue, kau baru datang? Kemarilah" teriak Laras dari arah dapur. Sue bergegas berjalan kearah dapur dan menemukan Laras dan Siska sedang memasak.

"Apa ada yang bisa saya bantu Miss?" tanya Sue sambil melepaskan mantelnya dan meletakkannya di kursi.

"Ya, kau bisa memotong buah apel disana?" tanya Siska.

"Baiklah, apa yang anda masak sekarang?"

"Yah, aku membuatkan pie apel kesukaan bossmu itu, sudah dua minggu dia mengurung dirinya didalam kamar, dan semoga saja keajaiban pie apel mau membuat dia keluar dari kamarnya" ucap Siska menghela nafasnya dan kembali sibuk menimbang tepung diatas timbangan.

Beberapa saat kemudian. Bau harum pie yang baru saja keluar dari oven menguar keseluruh ruangan penthouse. Siska tersenyum menatap pie apel kreasinya dan dua orang lain sudah matang. Ia mengangkat pie apel tersebut dari oven dan mengeluarkannya dari cetakan ke atas piring. Sue manatap takjub, baru kali ini ia membuat sebuah pie bukan sebuah lagi, tapi tiga pie walaupun ia hanya membantu saja.

"Baunya enak bukan?" tanya Siska ke arah Sue. Sue mengangguk antusias dan tersenyum. Mereka menatap tiga buah pie berukuran besar yang sudah terletak di atas piring saji lalu membawa ketiga pie tersebut ke ruang home teater.

"Apa kita kekamar Kirana dulu sebelum menikmati semuanya?" tanya Siska, dan langsung dianggukkan oleh Sue dan Laras.

**

Mereka bertiga sudah berdiri didepan pintu kamar Kirana. Laras menghela nafasnya dan mengetuk pintu kamar Kirana. Tidak ada jawaban disana, ia memutuskan untuk menggeser pintu dan menemukan suasana gelap tanpa penerangan yang menyelimuti kamar tersebut. Laras meraba-raba dinding disampingnya, setelah mendapatkan tombol kontak lampu, ia kemudian menekannya.

"Astagfirullah Kirana?!" teriak Laras mendapatkan Kirana yang tertidur tanpa memejamkan mata. Laras, Siska dan Sue berhamburan masuk ke dalam kamar Kirana.

Sue menggeser tirai kamar Kirana membuat kamar tersebut langsung disinari cahaya matahari dari luar, Siska membantu membangunkan Kirana yang menatap kosong kedepan, menyandarkannya ke kepala ranjang. Laras membereskan nampan makanan yang hanya dimakan sedikit oleh Kirana. Siska menghela nafasnya dan merapikan anak rambut Kirana lalu mengikat rambut Kirana. Sekarang barulah ia bisa melihat wajah pucat Kirana.

Laras menghela nafasnya kasar melihat badan Kirana yang makin kurus. 'Apakah rasanya sesakit ini kalau patah hati?' batin Laras menatap Kirana yang masih termenung. Laras mendekati Kirana dan duduk di atas ranjang Kirana. Ia mengambil posisi di hadapan Kirana. Sue dan Siska hanya duduk di sofa santai dan memandang Kirana dengan tatapan sedih.

"Ki, buat apa lo kayak gini? Gak ada gunanya tau gak, nyiksa diri sendiri gak bisa ngubahin keadaan" ucap Laras dengan sedikit frustasi. Kirana menoleh kearah Laras dengan tatapan tajam. Matanya kembali berkaca-kaca hendak mengeluarkan cairan bening dari matanya lagi. Siska bangkit dari duduknya. Ia mengisyaratkan agar Laras tenang dan agak menjauh dari Kirana.

CantikWhere stories live. Discover now