Keduapuluhenam

25.7K 957 68
                                    

Sita menatap keluar jendela. Sesekali ia menghela nafasnya panjang. Ia kini tengah berada disebuah cafe tempat ia dan Kirana akan bertemu. Ia tersenyum getir memikirkan penyakit yang ia alami dan sesekali ia juga mengusap perutnya yang agak membuncit.

Suara lonceng dari pintu masuk membuat Sita mengalihkan pandangannya dari jendela ke arah pintu masuk. Ia tersenyum manis mendapati Kirana yang sedang berjalan menuju mejanya.

"Maaf Sita, mbak telat, soalnya tadi macet" ucap Kirana saat mendaratkan bokongnya disofa. Sita mengangguk lalu ia tersenyum.

"Mbak mau pesan apa?" tanya Sita. Kirana kemudian memanggil pelayan dan meminta pesanan minuman untuknya dan Sita. Setelah pelayan pergi, Kirana menatap Sita lekat. Ada guratan kesedihan yang tercetak diwajah Sita.

"You're oke?" tanya Kirana sambil mengusap punggung tangan Sita yang berada diatas meja. Sita menghela nafasnya dan tersenyum kearah Kirana. Ia lalu mengangguk lemah.

"Kalau kamu punya masalah, cerita aja sama mbak. Insya Allah mbak akan temukan solusinya. Kamu percaya kan sama mbak?" tanya Kirana. Sita menatap Kirana. Ia meremas jemarinya memutuskan apakah ia harus menceritakan apa yang ia alami sekarang ini? Jika ia tidak menceritakan semuanya, ia takut tidak bisa memegang masalah tersebut sendiri, karena itu juga akan mempengaruhi kesehatan janinnya. Ia menghela nafasnya. Sedetik kemudian air mata meluncur disudut mata Sita. Kirana membelalakan matanya ia lalu berdiri dan duduk disamping Sita.

"A.. Aku kanker mbak" ucap Sita. Dada Kirana menjadi sesak dibuatnya. Ia lalu memeluk erat tubuh Sita yang bergetar. Sita terisak dipelukan Kirana. Kirana mengelus punggung Sita lembut untuk menenangkannya sekaligus memberikan kekuatan lebih kepada Sita untuk mengatakan masalahnya tersebut.

"Aku leukimia stadium dua. Dokter ku mengatakan kalau aku harus menggugurkan kandungan aku" ucap Sita setelah beberapa saat yang lalu tangisnya sudah mereda. Ia tampak sangat tertekan sekarang. Jelas sekali saat ia mengatakannya ia membuang nafas panjang dan meremas jarinya agar ia tidak menangis lagi.

"Kamu memutuskan untuk menggugurkan kandungan kamu?" tanya Kirana. Sita menggeleng lemah.

"Nggak mbak, aku nggak bisa. Ini buah cinta aku sama mas Iwan. Aku nggak tega untuk membunuhnya" ucap Sita mengusap perutnya. Kirana menghela nafasnya berat.

"Sita, itu namanya gak membunuh. Kamu lagi kanker, dan perlu perawatan ekstra. Soal anak, kalau misalnya kamu dikasih Allah kesempatan buat hamil. Insya Allah kamu hamil lagi kok Sita" ucap Kirana. Sita menggeleng lemah lagi. Ia lalu menatap Kirana lekat.

"Kak, kalau aku gak selamat nanti pas ngelahirin bayi aku. Aku mohon kakak bersama mas Iwan lagi seperti dulu sebelum bertemu Sita"

"Apa maksud kamu Sita? Kamu jangan pernah ngomong kayak gitu lagi. Kamu harus kuat dan tetap optimis, kalau kamu akan selamat nanti. Aku nggak bisa Sita. Aku nggak bisa. Bukan kita yang memutuskan untuk selamat atau engga nya. Itu keputusan Allah. Jika kamu selamat. Berarti Allah memberikan kesempatan untuk kamu untuk bahagia dengan keluarga kecil kamu"

"Jika tidak? Mbak, jujur, aku takut. Tapi aku juga gak mau gugurin dia" ucap Sita.

"Iwan tahu semuanya?" Sita menggeleng lemah. Kirana menghela nafasnya lelah. Ini tidak seperti membereskan masalah plagiat desainnya yang pernah ia alami.

"Jadi gimana keputusan kamu sekarang?" tanya Kirana akhirnya.

"Aku tetap mempertahankan bayi aku mbak. Bagaimana pun caranya"

"Baiklah. Mbak akan ada disamping kamu. Mbak gak akan ninggalin kamu sendirian. Apapun yang kamu rasakan, insya Allah mbak akan selalu ada buat kamu" ucap Kirana. Sita tersenyum lalu memeluk erat tubuh Kirana.

CantikWhere stories live. Discover now