MIRROR (Oneshoot)

469 46 11
                                    

***

"Apakah kau mendapat undangan ulang tahun dari Choi Minho?"

Samar terdengar beberapa orang mengobrol di sepanjang koridor yang Soojung lintasi.

"Tentu saja. Ahh, aku tidak sabar untuk pergi ke acara itu."

Soojung mendengus pelan mendengar antusiasme para gadis yang sudah bergosip di pagi hari.
"Aku akan berdandan cantik sekali agar Minho mau berdansa denganku di acara ulang tahunnya."

Kali ini Soojung berdecak sedikit keras. Begitu kerasnya, hingga mampu didengar oleh beberapa orang yang asyik mengobrol di sana. Mereka menatap Soojung yang terus melangkah menjauh dengan tatapan tak biasa. Beberapa dari mereka mencebik kesal, bahkan sesekali menyindir.

"Uhh, gadis angkuh," komentar salah seorang gadis bersurai kecokelatan. "Lihat, bagaimana dia mencibir kita. Kurasa dia iri karena tidak mendapatkan undangan dari Minho seperti kita."

"Benar," sahut yang lain. "Mana mau Minho mengundang gadis berwajah datar sepertinya. Bisa-bisa suasana pestanya berubah suram nanti."

Selepas mengatakan itu, mereka semua tertawa. Mengabaikan fakta bahwa mungkin Soojung masih mendengar ocehan mereka meski telah berjalan menjauh. Padahal dengan suara sekeras itu, dalam jarak 1 km pun Soojung mampu mendengarnya. Baiklah, itu berlebihan. Namun, memang Soojung mampu mendengar semua perkataan teman-teman satu sekolahnya tadi. Semua tanpa terkecuali.
Soojung tidak menyalahkan pendapat mereka mengenai dirinya, karena yang dikatakan benar adanya. Jung Soojung bukan merupakan tipikal gadis yang menyenangkan. Dia berwajah datar -seperti yang tadi teman-temannya katakan. Menarik sedikit sudut bibirnya barang sebentar pun dia enggan. Yang ada jika tidak berwajah datar, gadis itu akan memberengut. Padahal jika Soojung mau berbaik hati menampilkan seulas senyum tipis, gadis itu akan terlihat cantik. Tidak seperti sekarang, suram sekali.
Oleh karena sikapnya yang tidak ramah semacam itu, Soojung sama sekali tidak memiliki teman. Mungkin beberapa orang memang mendekatinya di awal untuk mengajaknya berteman, tetapi mereka mundur teratur setelahnya. Soojung tipikal gadis yang membosankan, tidak pernah bisa diajak bercanda, dan tentu seperti yang telah dijelaskan tadi, sama sekali tidak bersikap ramah. Siapa juga yang mau berteman dengan gadis semacam itu?
Namun, menurut sudut pandang Soojung tidak demikian. Menurutnya, semua teman tidak ada yang tulus berteman dengannya. Mereka tidak ada yang setia. Bagi Soojung, seharusnya mereka lebih memahami dan menerima Soojung yang semacam ini. Memang apa yang salah dengan tidak pernah tersenyum? Bukan tanpa alasan Soojung tak melakukannya. Menurut gadis itu, bersikap terlalu ramah itu tidak terlalu baik. Terkesan konyol dan sedikit bodoh. Apa fungsinya terus tersenyum kepada orang-orang yang belum tentu menyukai kita? Hanya buang-buang tenaga.

Dan Soojung cukup keras kepala untuk mempertahankan prinsipnya itu.

"Pagi, Soojung!"

Yah, Soojung memang pernah menyebut jika semua orang selalu menjauhinya. Namun, ada satu pengecualian. Seseorang yang selalu mengusik hidup Soojung semenjak berada di bangku SMA. Sialnya, dia adalah teman sebangku Soojung.

"Hei, kenapa tidak membalas sapaanku? Itu tidak baik."

Soojung memutar bola matanya kesal. Dengan tetap mengabaikan si teman sebangku, Soojung mendudukkan diri di bangkunya. Gadis itu lantas mengambil satu buku dari tas dan membacanya. Dia perlu pengalihan untuk tidak menanggapi si teman sebangku.

"Soojung-a."

Soojung mendengus kesal. "Pagi, Kim Jongin. Puas?"

Jongin tersenyum lebar. Usahanya tidak pernah gagal. Meski dia tidak pernah mampu membuat Soojung tersenyum, tetapi lelaki itu selalu berhasil membuat si gadis membalas sapaannya. Seperti yang baru saja terdengar tadi. "Nah, begitu. Itu baru Soojung-ku."

ROOM 3Where stories live. Discover now