LULLABY

164 15 0
                                    

Cast : Blackpink Rosè
Genre : Horror

Rosè tiba di Paju sebelum matahari terbenam. Meski perjalanan Sydney-Incheon dan Incheon-Paju memakan waktu 12 jam, rasanya semua itu terbayar dengan villa bibinya yang akan ia tinggali selama liburan musim panas di sana. Villa itu menghadap langsung ke sebuah lembah dan perbukitan yang memiliki pemandangan indah. Selain itu, interior rumah yang dibuat southern design menjadi kenyamanan tersendiri bagi rumah berlantai tiga tersebut.

Saat Rosè sedang memandangi matahari yang sudah hilang ditelan perbukitan, Rosè dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Kamarmu ada di lantai 3. Kopermu sudah ada di sana," kata seseorang yang Rosè asumsikan sebagai housekeeper. Ia adalah wanita kurus yang beberapa centi lebih pendek dari Rosè, berwajah judes dan memiliki suara yang tegas. Rosè tersenyum lalu menggumamkan terima kasih. Housekeeper tersebut lantas mengangguk dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Namun baru beberapa langkah, ia berhenti sejenak dan berbalik.

"Kau bisa bernyanyi?"

Rosè mengerutkan kening. Kenapa ia bertanya seperti itu? "Aku anggota paduan suara sekolahku. Dan ya aku bisa bernyanyi."

Perempuan itu memandang Rosè skeptis. Sekilas Rosè menangkap keprihatinan di wajahnya lalu ia mengatakan sesuatu yang tak bisa Rosè pahami.

"Kalau ada yang memintamu bernyanyi, bernyanyilah untuknya. Tetap jaga suaramu agar tetap merdu dan buat ia tertidur." Setelah ia berkata seperti itu, ia berlalu begitu saja. Mengabaikan pertanyaan Rosè yang menanyakan apa yang ia maksudkan.

******

Makan malam saat itu tampak ramai dibarengi dengan hawa hangat musim panas. Rosè bersama paman, bibi dan ketiga sepupunya berkumpul di teras membahas hal tentang keluarga sambil memanggang daging. Beberapa dari mereka minum alkohol tapi Rosè tidak diizinkan untuk minun karena ia masih belum cukup umur.

"Bagaimana kalau kau bernyanyi saja untuk kami, Rossie. Aku merindukanmu bernyanyi setelah dua tahun," kata Jisoo, sepupu laki-laki Rosè yang paling tua.

Mendengar hal itu praktis adik Jisoo, Haechan, bertepuk tangan setuju. "Ya Rosè kenapa tidak bernyanyi saja untuk kami."

Rosè mengedarkan pandangannya melihat wajah antusias yang lain. Rosè menghela napas tak punya piliha lain selain menuruti apa yang mereka minta. "Baiklah."

Rosè menyanyikan lagu Missing You - 2NE1 yang disimak dengan khidmat. Kemudian perasaan merinding menjalar di punggung Rosè saat mulai bernyanyi. Tapi ia mengabaikannya dan terus bernyanyi. Sampai menyelesaikan lagu, yang lain masih diam terpesona.

"Wah Rose, suaramu memang seperti malaikat," kata Jieun sepupu Rosè yang lain sambil bertepuk tangan.

Rosè tersenyum lalu mengedarkan pandang melihat reaksi anggota keluarga lain yang sama kagumnya. Dari sudut matanya, Rosè bisa melihat housekeeper yang tadi ia temui mengintip dari balik pintu. Memperhatikan Rosè dengan sorot tajam.

Usai makan malam Rosè berbaring di kamar barunya. Kamar itu tampak nyaman dan didekorasi berdasarkan warna favorit dan selera Rosè seakan kamar itu memang dikhususkan untuknya. Rosè tersenyum, bibi melakukan segalanya dengan baik. Ia berguling ke sisi lain tempat tidur dan memejamkan mata. Sejurus kemudian ia kehilangan kesadarannya.

*****

Rosè membuka mata ketika ia menyadari lampu di kamar itu mati. Ia tak bisa tidur dengan keadaan lampu dimatikan. Satu-satunya sumber cahaya di sana adalah cahaya bulan yang masuk lewat jendela besar.

Ia meraba nakas tempat tidur, mencari keberadaan handphonenya yang seingatnya diletakan di sana. Tapi saat tangan Rosè mencapai nakas, bukan handphone yang ia sentuh melainkan sesuatu yang terasa seperti tangan manusia. Buru-buru Rosè menarik tangannya merasakan perasaan dingin menjalar di punggungnya. Ia beringsut mundur tapi terhenti ketika punggungnya membentur sesuatu yang keras.

Dengan perasaan waspada, Rosè berbalik memastikan apa yang ada di belakang. Matanya menangkap seorang gadis kecil dengan rambut sebahu tengah berbaring menghadapnya. Di bawah keremangan bulan, ia bisa menyaksikan wajah gadis itu. Matanya berwarna putih dengan pupil vertikal seperti mata ular. Ekspresinya datar, dan wajahnya merososot ke bawah menampakan luka-luka menganga di pelipisnya seakan daging di sana ditarik oleh gravitasi bumi.

Rosè menjerit tertahan ketika jemari gadis itu memegang kuat lengannya dan berkata dengan suara parau.

"Kakak, aku tidak bisa tidur. Bisakah kamu menyanyikan lagu pengantar tidur untukku?"

Suara Rosè disumpal oleh rasa takut. Ia menggeleng, napasnya tersengal. Ia ingin melompat dan kabur tapi seluruh tubuhnya tak menuruti apa yang otaknya perintahkan.

"Tadi aku mendengarmu bernyanyi. Bernyanyilah untukku atau aku akan membuatmu tak bisa menyanyi seumur hidupmu!" Gadis itu mencengkram leher Rosè dan membenamkan kuku-kukunya di sana membuat Rosè tersedak isakkannya.

Rosè berusaha melawan, ia tak mau mati seperti ini. Tapi anak itu terlalu kuat mencengkram lehernya dengan satu tangan membuat Rosè tak punya pilihan selain mengiyakan.

"Oke... A...aku akan ber...bernyanyi untukmu. Le..lepaskan aku."

Gadis itu mengendurkan cengkeraman di leher Rosè tanpa melepasnya. Rosè mengatur napas. Pikirannya terbang pada tadi sore saat bibi housekeeper itu berbicara padanya.

"Kalau ada yang memintamu bernyanyi, bernyanyilah untuknya. Tetap jaga suaramu agar tetap merdu dan buat ia tertidur."

Rosè menarik napas bersiap untuk menyanyikam sebuah lullaby favoritnya

"I remember tears streaming down your face
When I said, 'I'll never let you go.'
When all those shadows almost killed your light
I remember you said, 'Don't leave me here alone,'
But all that's dead and gone and passed tonight."

Cengkeraman gadis itu mulai mengendur. Rosè memberanikan mengusap-usap kepala gadis itu dengan tangannya yang bebas. Mencoba membuatnya nyaman.

"Just close you eyes
the sun is going down
You'll be alright
no one can hurt you now
Come morning light
you and I'll be safe and sound."

Rosè menyanyikan lagu tersebut berulang sampai si gadis menutup mata. Mata Rosè ikut berat dan tubuhnya menjadi seringan bulu. Ia merasakan paru-parunya berhenti bekerja dan merasakan dirinya terpisah dengan raga, mengikuti gadis itu membawanya.

*****

"Sudah kubilang kan rencana kita akan berjalan mulus," Jisoo mengapit telepon diantara pundak dan telinganya sambil mendengar sang ibu berbicara. "Villa akan terjual sebentar lagi, Ma. Kita akan segera pindah ke Barcelona. Dan soal Rosè, aku sudah mengurus semuanya agar semua orang percaya ia meninggal di perjalanan. Mereka tak akan curiga. Iya aku akan segera menemui pembeli villanya. Dah, Ma," kemudian menutup teleponnya.

Jisoo berbalik lalu menangkap Rosè berdiri di ambang pintu. Ia masih mengenakan baju persis seperti terakhir ia melihatnya. Tapi kali wajahnya pucat, pupil matanya putih dan lehernya gosong nyaris patah membuat kepalanya terteleng janggal ke sebelah kiri. Dia menyeringai ke arah Jisoo.

= THE END =

Screwriter: aquaplasma

ROOM 3Where stories live. Discover now