Penentuan

105 12 0
                                    

Erika POV

Hari sudah menjelang sore. Aku dan Hadi berdiam diri selama perjalanan menuju rumah kami masing-masing. Kami terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Hadi.."

"Hmm?"

"Apa kau pikir Desyca yang menyebarkan gosip tentang kita?"

"Aku sudah tidak tau lagi, setelah mendengar jawaban Desyca tadi, paling tidak Desyca tak merasa menyukai kita" lanjutku.

"Kau bertanya padanya kalau dia menyukainya kita kan, Erika?"

"Kalau dia segera menjawab 'iya', tidak mungkin kalau dia yang menyebar gosip itu. Itu kan yang kau pikirkan?" Hadi hanya mengangguk mengiyakan.

Jika di pikir, mungkin akulah yang paling tersakiti. Pertemanan kami di mulai sejak kecil, tapi Desyca ternyata tak menyukai kami, kejam bukan? Lalu kami di anggap apa olehnya?

Tapi tidak mungkin Desyca yang menyebarkan gosip tentang kami, aku percaya 100%. Sekarang aku tak tau apa yang akan aku lakukan jika memang dia yang menyebar gosip itu. Tiba-tiba tangan lembut Hadi menepuk pelan pundakku.

"Aku tau kau yang paling sakit, tapi aku juga sama sakitnya denganmu."

"Aku ingin mempercayai kalau Desyca tak akan pernah menyebarkan fitnah sekeji itu. Aku benci diriku sendiri karena memikirkan hal itu" Ujar Hadi membuatku tertunduk menangis. Sudah tak sanggup menahan air mata yang mengumpul di kelopak mataku. Namun Hadi tetap menepuk-nepuk pundakku berusaha menenangkanku.

Di perempatan kompleks aku dan Hadi harus berpisah karena perbedaan jalur. Setibanya aku di rumah aku langsung menuju kamar tanpa memperdulikan kedua orang tuaku yang menyuruhku untuk makan.

Aku langsung mengeluarkan semua isi tasku di atas meja. Mataku bertubrukan pada sebuah buku catatan yang diberikan oleh Desyca tadi di sekolah. Aku meraih buku itu dan membuka selembar demi selembar. Di dalam buku itu adalah catatan pelajaran bahasa Inggris. Bidang yang menurutku sangat menyulitkan. Mataku menyapu seluruh tulisan yang berada di atas kertas halus itu.

Benar-benar mudah di mengerti, aku merasa sangat memahami materi yang di tuliskan oleh Desyca. Walau agak sedikit sulit untuk menerjemahkannya, tapi itu sudah cukup membantuku untuk memahami. Aku rasa ini adalah materi yang lumayan, jika aku memang benar-benar memahami materinya aku pasti bisa.

"Dia sampai membuatkanku catatan" aku tersenyum tipis. Saat aku membuka lembaran selanjutnya, aku tertegun melihat sebuah tulisan, 'Erika berusahalah' kemudian aku terkekeh. Melihat ada juga sebuah gambar yang sedikit berantakan. Desyca memang tak begitu pandai menggambar, jadi aku rasa itu lumayan lucu melihat gambarannya Desyca ini.

Tanpa sadar air mata menetes membasahi buku itu. Aku menggenggam erat buku yang ada di tanganku. Aku berfikir, melakukan hal yang merepotkan begini untukku, siapa yang mau melakukannya?

Aku mengambil Smartphone ku yang berada di atas kasur. Lalu menelepon Hadi untuk pergi ke suatu tempat.

***

"Besok hari terakhir sekolah.." gumam Hadi, aku masih menatap lurus ke depanku. Tak berpaling pada Hadi yang berada di sampingku.

"Aku rindu senyuman Desyca" gumamku tanpa sadar. Spontan Hadi terkejut mendengarnya. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya pada sebuah pagar besi yang membatasi sebuah jembatan untuk jalur pejalan kaki.

"Aku juga" jawab Hadi. Wajah kami sama-sama memerah sesaat mengingat senyuman Desyca yang selalu menghiasi kehidupan kami.

"Entah kenapa aku benar-benar ingin bertemu Desyca secepat mungkin hanya ingin melihatnya tersenyum" aku terkejut mendengar Hadi berbicara seperti itu. Hadi juga menyukai Desyca? Aku rasa itu sih wajar. Karena tak hanya kami yang menyukainya, semua orang juga.

Love StoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant