Khawatir

34 10 0
                                    

Mual, pusing, lelah, mengantuk, nyeri, semua di rasakan oleh Desyca. Ia nikmati liburan musim panas dengan berbaring di atas kasur. Wajah yang pucat, obat berserakan di atas meja serta cahaya matahari yang begitu cerah masuk melalui celah-celah jendela.

Detik kemudian, handphone Desyca berdering. Tertera nama Erika di layar ponselnya. Segera ia menekan tombol hijau dan menepatkan ponselnya di telinga kanannya.

"Halo?"

Erika : "Desyca! Kau sedang apa?"

"Aku... sedang tiduran saja, ada apa?"

Erika : "Yap bagus. Ayo kita ke taman hiburan!"

Dengan keadaan yang seperti ini, Desyca tak bisa menerima tawaran Erika. Namun, ia merasa tak enak hati untuk menolaknya. Jika ia mengatakan bahwa dia sedang sakit, sudah dapat dipastikan Erika khawatir, dan langsung menjenguknya ke rumah lalu mulai berceramah tentang menjaga kesehatan. "Eum, mungkin tidak untuk hari ini.."

Erika : "Eh? Kenapa?!"

"Maaf Erika, aku sedang tidak bersemangat untuk keluar rumah"

Erika : "Hhhhh... Mau bagaimana lagi, padahal kami sudah sangat siap untuk menjemputmu"

"Tunggu, kami? Maksudmu?"

Erika : "Iya, aku, Hadi dan juga Vicki"

Seketika jantung Desyca berdebar kencang mendengar nama Vicki yang dilontarkan Erika barusan. Ia menggigit bibir bawahnya. Terjadi perdebatan antara hati dan otaknya. Hatinya mengatakan ingin sekali bertemu Vicki namun otaknya mengatakan tidak untuk kondisi yang seperti ini.

"Maaf ya, aku tidak ingin pergi. Padahal kalian sudah mau menjemputku"

Erika : "Iya tidak masalah. Baiklah besok saja kita bermainnya, oke sampai jumpa"

Setelah Erika memutuskan sambungan telepon, Desyca meletakkan kembali ponselnya ke atas meja lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjangnya yang empuk.

Di seberang sana, Erika sudah berdiri tegak tepat di bawah balkon kamar Desyca. Ia menatap ke arah kamar Desyca dengan tatapan sendu. Seperti ada perasaan khawatir yang bercampur dengan kecewa. Kemudian, ia memutuskan untuk kembali ke rumah dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Di lain tempat, Vicki sedang sibuk dengan buku yang ia baca. Ia terlarut dalam sebuah khayalan cerita dengan ekspresi wajah yang tenang. Hingga ponselnya berdering membuyarkan khayalan indah Vicki. Ia meraih ponselnya dan mengarahkan di telinga kanannya.

Hadi : "HOY!!!! VICKI!!!"

Benar saja. Vicki sempat menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia kenal betul suara yang berada di seberang sana. Ia hanya memutar bola mata dan mengarahkan kembali ponselnya ke telinga.

"Apa?"

Hadi : "Huft! Dasar kau ini. Cepat buka pintunya"

"Memangnya kenapa?"

Hadi : "Ayolah! Sudah berapa jam aku menunggu di luar pintu seperti orang gila! Kemana saja kau?"

"Di kamar. Kenapa tidak menekan bel?"

Hadi : "Anak ini! Jika saja aku gila menekan bel sampai jebol"

"Iya-iya tunggu" Vicki berdecak kesal. Ia lempar ponselnya ke kasur dan menuruni tangga dengan gontai. Mengarah ke pintu dan menekan ganggang pintu dan terpampanglah wajah kecut Hadi seperti buah yang membusuk.

Tanpa dipersilahkan, Hadi masuk begitu saja dan langsung menghempaskan diri ke sofa. Tak heran jika teman satunya ini bertingkah seenaknya. Tanpa Hadi minta, Vicki menuju dapur untuk mengambil teh di kulkas dan dua gelas bersih.

Love StoryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora