Part 8

11.1K 1.1K 139
                                    

Aku menarik tubuhku untuk bersembunyi ke dinding gudang tapi sepertinya terlambat. Ada suara sepatu mendekat ke arahku, dalam hitungan detik orang itu berdiri di depanku. Aku mengintip wajahnya yang agak tertutup tudung jaket.

"Sashi nakal ya!" katanya.

"Loh, ehem, lo Arya? Ngapain pake jaket terus ngomong sendiri ke itu pohon? Jangan bilang—" Aku berjengit melangkah mundur, lenganku ditarik oleh Arya. 

Jangan bilang cowok ini stres dan gila beneran??? Huaaa...

"Gue nggak kayak yang lo pikirin, gue nggak gila. Gue lagi nelepon tadi. Rahasia gue nyaris aja kebongkar." Dia menjelaskan sambil memegang kepalanya lebay.

Kok tahu aku mengira dia gila? Aku menatapnya khawatir, dia mendecakkan lidah lalu menurunkan tudung jaketnya.

"Rahasia apa? Terus kenapa paket jaket? Lo emang aneh," ucapku gelagapan.

Dia nyengir memamerkan deretan giginya yang putih tetapi sorot matanya begitu tajam. 

"Emang nggak boleh pake jaket? Rahasia ya, nggak boleh dikasih tau!"

"Tapi tadi lo aneh." Aku menggaruk kepala bingung. Dia semakin nyengir lebar.

"Lo juga aneh, ngapain di semak-semak sama Gibran tadi?" tanyanya dengan raut wajah aneh. 

Aku melotot karena dia tahu kelakuanku bersama Gibran tadi, dan kayaknya Arya sudah berada di pekarangan belakang sejak lama.

Tengsin. Wajahku memanas, malu banget.

"Nunggu kucing lewat." Aku jujur, tapi Arya tampak tidak puas dengan jawabanku. Dia menyipitkan mata dan memajukan kepalanya sampai tepat di depan wajahku. Aku jadi menjauhkan diri.

"Mainnya di semak?" Dia mengangkat sudut bibirnya.

"Enak aja!" sergahku cepat karena dituduh hal yang tidak semestinya. "Lo nge-stalk gue ya, Ar? Lo ngikutin gue? Ngaku!!"

Arya terkekeh, jadi dugaanku benar. Dia memasukkan kedua tangannya ke saku, "ya abis lo mau gue ajak makan langsung cabut keluar. Ternyata pergi sama Gibran ke semak, gue sih tadi nggak bisa lihat jelas kalian ngapain. Hmm...."

"Nggak ngapa-ngapain, gue beneran nunggu kucing lewat." Aku masih membela diri nyolot. "Dasar stalker!"

"Biarin! Lo sama Gibran ada apa-apanya ya? Lo pacaran sama dia?"

Aku menggeleng kuat-kuat. "Nggak. Kepo!"

Lantas Arya mengangguk mantap tanpa senyuman yang biasanya dia berkata, "Bagus deh. Jadi lo cuma boleh sama gue."

"Apaan sih? Ngaco banget!" Tolakku gelagapan.

"Lo pasti ngerti, Sashi. Oh ya, gue udah tau lho rencana lo itu, SK Project ya ... keren juga," ucapnya santai tetapi seperti kilat bagiku. Kalau sungguhan ada kilat aku sudah tersambar sampai gosong.

"A-apaan? Apaan tuh SK Project?" tanyaku polos.

"Lo nggak bisa main kucing-kucingan sama gue. Lo nggak bisa bohongin gue loh!" Arya bermaksud pamer atau apa?

Aku tidak paham lagi. Siapa juga yang main kucing-kucingan? Siapa juga yang bohong? Sesuatu yang tidak aku kasih tahu ke orang lain bukan berarti bohong, itu kan privacy-ku.

Aku meniupkan poniku sampai terbang ke atas. "Arya, lo ngomong apa sih?"

"Masa lo nggak izin sama gue buat ngumpulin biodata anak kelas? Lo kan bawahan gue jadi harus lapor!" ucapnya kolot. Aku terbahak-bahak.

"Lo kan atasan tuh nggak perlu repot yah, biar jadi tugas anak buah aja." Senyumku.

"Nggak bisa! Sesuatu yang mau lo lakukan harus dapat izin dari gue, termasuk misi lo untuk kelas 11 IPS 5 itu. Kalo gue bilang nggak boleh, lo mau apa?" tantangnya sambil tersenyum bengis.

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang