Part 26

8.9K 963 72
                                    

"Oh, tidak perlu. Kamu bisa keluar biar Sashi saja yang tetap di ruangan," kata bu Ari membuatku menatap Lalisa, tidak rela dia pergi.

Lalisa juga menatapku meminta pengertian. "Baik, Bu. Saya akan kembali ke kelas. Permisi!" Dia menyalami tangan putih milik bu Ari.

Sepeninggal Lalisa kini hanya ada aku dan bu Ari dalam ruangan nan dingin ini.

Aku kikuk kembali menatap bu Ari yang lagi melihat lembaran kertas petisi yang ditandatangani oleh murid Esa Unggul. Aku dengan sabar menanti kata yang selanjutnya akan meluncur dari bibirnya. Semoga sesuatu yang membuat kami senang dan lega, semoga saja usaha kami tidak sia-sia. Aku berdoa dalam hati.

"Kok bukan Arya yang mengurusnya? Dasar anak tidak tanggung jawab!" Omel bu Ari seakan dia tidak mengharapkan kehadiranku. Aku tersenyum kikuk.

"Arya sedang ada urusan keluarga tidak masuk sekolah. Saya jadinya yang menggantikan dirinya, saya wakil ketua kelas."

"Oke. Ya udah, IPS 5 boleh ikut Porseni tapi ada syaratnya," kata bu Ari. Semula aku ingin menarik napas lega, tetapi beliau melanjutkan ucapannya tentang syarat tersebut. "Jangan ada yang mangkir atau kabur saat acara! Jika ada yang ketahuan, saya tidak akan sungkan lagi untuk blacklist kelas tersebut selamanya. Mengerti?"

Yihaaaaa, rasanya aku ingin lompat dan menari-nari. Aku mengangguk kuat-kuat.

"Baik, Bu, terima kasih." Semoga anak kelas bisa menghargai usaha dan pengorbanan kami yang berjuang agar kelas bisa ikut Porseni, terutama pada Arya. Cowok itu harus yang pertama tahu kalau usahanya tidak sia-sia.

"Kamu boleh keluar dari ruangan saya sekarang!"

💙💙💙

Keluar dari ruangan bu Ari aku langsung memeluk Lalisa yang berdiri sandaran di tiang koridor. Dia hampir terjatuh tidak siap menerima pelukan maut dariku, dia menatapku dengan matanya yang membulat.

Aku menariknya dari depan ruangan bu Ari, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bercerita dengan suara keras. Pasti aku bakal teriak dan menjerit-jerit heboh senang karena kelas kami lolos masuk Porseni lagi -dengan syarat sih. Tapi, Astar dan Akbar ke mana? Ah, biarin deh.

Lalisa senang mendengar kabar baik tersebut dan memberi nasihat agar diriku memperhatikan anak kelas nanti saat acara, agar tidak ada kejadian buruk yang bisa mengancam posisi kelas kami. Dia juga berharap anak kelasku serius mengikuti acara ini, karena begitu penting.

OSIS sudah mempersiapkannya semuanya dengan baik, aku kebagian menjadi pengawas lomba puzzle juga. Setelah diingatkan Lalisa agar hadir rapat Sabtu besok dia kembali ke kelas, sementara aku mampir ke toilet untuk menelepon Arya. Belum sempat menelepon cowok itu bel berbunyi, aku menundanya. Aku baru bisa menghubungi cowok itu saat jam istirahat kedua.

"Halo Arya!" kataku begitu suara tut...tut...tidak terdengar lagi.

"Halo?" Aku terenyak saat mendengar suara perempuan, suara ibunya Arya.

Aku langsung membeku. Kesalahan fatalku langsung nyerocos saja saking semangatnya.

"Ha-halo. Assalam'mu alaikum, Tante."

"Wa'alaikum salam. Iya, Sashi?" Suara ibunya Arya begitu senang. "Arya lagi turun ke bawah bikin susu. Hapenya ada di meja ditinggal sama dia. Dia lagi pulang, nanti keluar lagi jam setengah dua. Ada apa Sashi?"

Aku membuka mulut lalu menutupnya lagi. "Gimana keadaan Om Gio, Tan? Arya kenapa nggak masuk? Sashi cuma mau bilang petisi kelas kita diterima sama Bu Ari," kataku dengan senyum tipis.

"Hm, Gio baik-baik aja. Arya menemani ayahnya pergi ke rumah keluarga pasien yang ditangani olehnya, ya gitu, dia memang lebih sering mengurusnya langsung daripada perantara lewat rumah sakit. Petisi? Tentang Porseni? Selamat ya! Semoga acaranya lancar. Oh ya, setelah pulang sekolah nanti kamu ada acara?"

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang