Part 9

11.6K 1.1K 72
                                    

Aku nyaris terlambat! 

Jam sudah menunjukkan pukul 6:08 tetapi aku masih berada di jalanan yang masih jauh dari sekolah. Menurut perkiraanku didasari dengan kemacetan yang biasanya, aku akan tiba di sekolah jam 6:20. 

Aku memiliki waktu lima menit untuk parkir motor dan berjalan ke lantai atas lima menit. Waktuku habis, nyampe di kelas bel langsung berbunyi. Aku akan menghela napas ngos-ngosan sementara Bu Hani guru Pendidikan Agama kami akan segera masuk kelas.

Tadi malam aku tidur nyenyak sekali sampai hampir lupa untuk bangun, ketika alarm dari ponselku berbunyi sudah di jam 5.30. Aku biasa memasang alarm jam 5 pagi itu artinya alarm sudah keputer berkali-kali dalam kurun waktu sepuluh menit. 

Aku tidak menyangka bisa sekebo itu. Aku bukan kebo deng, aku kucing. Kucing juga suka tidur dan lebih menggemaskan daripada kebo.

Aku mengklakson sebuah mobil merah yang berjalan di depanku. 

Bisa lebih cepat nggak sih, Om? 

Mobil itu belok memasuki Jalan Garuda, jalanan di mana sekolahku berada. Aku ingin menyalip mobil itu dari sebelah kiri tetapi ternyata mobil itu malah berhenti seperti mencegatku karena posisinya yang miring. 

Waduh, jangan bilang dia mengira aku menyerempet pantat mobilnya karena ugal-ugalan sejak tadi di belakangnya.

Dari pintu kanan mobil tersebut keluar seorang pria berkemeja panjang warna krem dan celana bahan hitam. Rambutnya yang hitam disisir rapi. Tubuhnya tinggi, tegap dan atletis. Aku terkesima, meski sudah tua boleh aku katakan pria itu ganteng dan berkarisma. Dia melempar senyuman tipis kepadaku. Malu-malu aku membalas senyumannya.

Mataku terbelalak saat melihat seorang cowok yang keluar dari pintu sebelah kiri dengan rambut acak-acakan. Arya menghampiriku sambil memakai tas dengan langkah besar-besar.

"Pagi, Sashi!" sapa Arya ramah. 

Aku mengernyit heran masih duduk di atas jok motor. Si om ganteng yang bersama Arya sudah datang menghampiriku.

"Pa-pagi," jawabku gagap.

"Ayah, ini Sashi. Teman sekelas Arya, sekaligus sahabat. Arya bareng Sashi aja biar Ayah nggak telat ke acara bedah kampusnya."

Ayah? Aku memandangi pria itu, memang rada mirip Arya sih dan ganteng banget. Jadi dia ayahnya Arya? Wow. Keren sekali. Dia tersenyum lebar memamerkan giginya. Aku jadi tahu sekarang dari mana gaya Arya kalau lagi senyum atau cengengesan, mirip ayahnya.

Karena terlalu terpesona dengan ayahnya Arya aku baru tersadar dengan perkataan Arya tadi. Excuse me?

Tangan ayahnya Arya terulur. "Arya cepat punya teman, ya? Jagain Arya ya, semoga kamu bisa bantu Arya, Dik. Perkenalkan saya ayahnya Arya, Argio Kuntjoro."

Aku menyalami tangan ayahnya dengan perasaan berdebar. Tangannya begitu wangi, dan kuat saat menggenggam tanganku. 

"Saya Sashi, Om." Tidak ada embel-embel teman sekelas Arya apalagi sahabat Arya.

Lantas tatapanku tertuju pada Arya. Aku melotot ke arahnya, dia salah tingkah sambil kedua tangannya di depan dada minta tolong. 

"Ma-mau bareng? Lo mau bareng gue?" Aku memang baik hati tidak peduli seberapa mengesalkannya cowok itu.

"Iya. Bareng yak? Ayah buru-buru mau ke Sukabumi buat acara bedah kampus di sana. Tadi gue ditinggal sama Novan gara-gara kesiangan. Ya-ya?" Arya memohon dengan puppy eyes-nya.

Aku jadi tidak tega. Om Gio menatapku dengan semringah. "Makasih ya, Dik Sashi. Maaf, saya harus buru-buru pergi."

Tadi si Arya mengatakan tentang bedah kampus, ya? Ayahnya ini pekerjaannya apa sih? Kok kayaknya keren dan tampak berkarisma gitu. Terus suka pergi tiba-tiba seperti yang waktu itu Arya ceritakan tentang kepergian dadakan ayahnya padahal istrinya lagi periksa kehamilan.

SashiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora