Part 11

9.7K 1.1K 65
                                    

Aku bukan tipe cewek yang suka minta duit orang tua tanpa ada timbal balik. Jadi tugasku sebagai seorang anak, aku harus mau disuruh beli sesuatu di depan kompleks perumahan. 

Seperti saat ini, aku baru saja mengambil Cheese Cake dan Blackforest pesanan mama untuk diantar ke tetangga depan rumah. Tetangga depan rumah habis pulang dari rumah sakit usai perjuangan bersalin.

Aku menghentikan motorku saat melihat sebuah motor terparkir di pinggir jalanan. Aku celingukan mencari sosok sang pemilik karena kunci di motor itu masih menempel. 

Bagaimana kalau ada orang lewat dan mengambilnya, lumayan motor ninja mahal. Aku masih mengamati keadaan sekitar. Jalanan sepi sekali padahal baru jam 4 sore.

Untungnya lagi sepi, kalau ramai motor ini sudah raib duluan.

Aku menajamkan telinga saat mendengar suara orang merintih diiringi suara gebukan dari balik pohon pisang.

Buk...

Bukk...

Bukk...

Aku mengintip lewat celah pohon pisang dan menganga tidak percaya melihat seorang cowok yang kukenal sekali, dia sedang memukuli seorang preman memakai jaket denim sobek-sobek. Di sekelilingnya ada dua preman lainnya. Aku menutup mulut tidak percaya, jadi dia sudah menghabisi 3 preman sekaligus?

Tangannya yang besar itu memukuli wajah bulat dan sudah babak belur milik preman. Akbar menoleh saat menyadari keberadaanku di celah pohon pisang. Kami bertemu pandang, matanya penuh kilatan kemarahan dan emosi.

Tidak ada yang bisa diandalkan karena sepi dan juga aku ketakutan setengah mati. Aku melarikan diri, berharap aku tidak melihat apapun yang terjadi barusan. Aku gemetaran sampai ingin menangis, aku sungguh takut saat melihat orang berkelahi.

Aku takut.

Kunci motor yang aku coba masukin ke kotak kunci tidak kunjung masuk semakin menambah runyam kepanikan yang menjalar di tubuhku. Tanganku bergerak-gerak tak karuan memegang kunci tersebut dengan bibir gemetaran dan tenggorokan kering.

Bahuku terasa disentuh seseorang, saat menoleh perlahan aku mendapati Akbar berdiri dengan sudut bibir merah-merah dan pipinya lebam.

"Sashi," sapanya dengan suara berat dan serak. Aku sesak napas takut setelah ini giliran aku yang menjadi sasaran empuknya dan di banting ke aspal.

Mama, Sashi sudah bawa kue-nya baik-baik. Sashi aja yang nakal nekat kepoin orang. Maafin, Sashi. Mama jaga diri, tolong jika Sashi--

"Ya?" Kata itu yang keluar dari mulut gagapku.

"Kalo sampe berita ini menyebar, gue bakal nyari lo. Awas kalo lo sampe bocor!" Ancamnya sambil mengepalkan tangan ke depan wajahku.

Aku terkesiap refleks memundurkan wajah. "A--A ... ada syaratnya," ucapku.

Akbar menatapku bingung, alis kanannya terangkat sebelah. Matanya yang sipit terlihat begitu menyeramkan. "Apa?" tanya cowok itu.

"Ikutin apa yang gue mau kalo di kelas. Semuanya. Mulai dari disiplin waktu, tugas, piket, uang kas, dan kegiatan sekolah."

Akbar tertawa bengis. "Kenapa gue harus ngikutin apa kata lo?" Dia menoyor jidatku pelan. "Lo nggak ada bedanya sama anak-anak kelas VIP itu. Sama-sama banyak gaya dan menyebalkan. Wajar sih ya meski di kelas 5, lo mainnya sama geng elite itu. Ckck!"

"Akbar! Ini semua demi kalian! Gue cuma mau kelas kita dianggap. Kelas kita dibilang nggak lebih dari gudang anak bandel," ujarku dengan nada tegas.

SashiWhere stories live. Discover now