Part 25

9.2K 964 61
                                    

Ini baru permulaan tetapi aku sudah sakit. Tenggorokanku panas, sudah ada feeling bakalan sakit radang. Aku mengelus tenggorokanku yang sakit susah buat menelan bahkan ludahku sendiri. Gelagat anehku ditangkap oleh Putri –cewek itu langsung meminta izin pada bu Aini agar membawaku ke UKS meminta obat.

Padahal jam pelajaran baru berlangsung satu setelah jam istirahat pertama tetapi diriku malah disuruh pulang, mendadak tubuhku demam tinggi saat di UKS.

Aku pulang diantar oleh Arya sampai ke rumah saat jam istirahat kedua, motorku ternyata bikin ribet. Aku tidak boleh membawanya sendiri, sehingga Arya mengantarku.

Dia akan kembali ke sekolah dengan angkutan umum. Arya izin kepada sekuriti akan kembali secepatnya. Cowok itu begitu khawatir dengan suhu tubuhku yang semakin tinggi.

Aku memang rentan demam tinggi jika menujukkan gejala mau sakit. Ah, semoga besok panasku sudah turun agar bisa bertemu bu Ari bersama Arya. Kami harus menyerahkan lembaran tanda tangan petisi –yang katanya Arya sudah rampung tinggal digabungin. Sisa kertasnya ditinggal di rumah agar tidak rusak.

Usai memastikan aku istirahat dengan baik di kamar, dan meminta mbak Surti agar menjagaku, memberi makan dan obat. Cowok itu berharap agar aku lekas sembuh biar tidak membuatnya khawatir lagi. Arya mengatakan akan segera ke rumahku sore nanti setelah pulang sekolah. Aku senang sekarang ada orang yang begitu memperhatikanku dan sangat takut jika sesuatu buruk terjadi padaku.

Aku tidak seberuntung orang lain yang dekat dengan keluarga dan memiliki adik kakak. Aku seperti hidup dalam duniaku sendiri, di rumah saja begitu aku sampai Mama tidak ditemukan di mana pun, sepertinya sibuk dengan katering lagi.

Hari sudah menjelang sore tapi tidak ada tanda-tanda Arya akan ke sini seperti janjinya, aku melirik ponsel di meja ruang TV. Aku bosan terus di kamar jadi turun ke bawah untuk menonton TV. Arya terakhir membalas pesan dariku tadi siang sekitar jam 2. Setelah itu pesannya hanya terkirim. Aku mencoba menghubunginya lewat telepon tetapi sia-sia, nomornya tidak aktif. Mungkin dia nanti akan segera ke sini, kan sudah berjanji. Aku tersenyum tipis. Acara TV yang kutonton menampilkan Music Video dari sebuah lagu Korea.

Ponsel di mejaku berdering panjang ada telepon masuk. Aku mengernyit saat nama pemanggilnya adalah Akbar. Kenapa Akbar meneleponku? Perasaanku jadi tidak enak.

"Halo?"

"Sashi, gue ke rumah lo ya nganter berkas kertas petisi. Arya nitip kertasnya ke gue. Arya bakal baik-baik aja kok."

"Loh? Arya mana? Kenapa nitip ke lo? Dia ada janji ke rumah gue sore ini, Bar."

"Emang Arya gak bilang? Emang lo nggak tahu kalo—"

Aku memekik tanpa sadar. "Apa? Apaan?"

"Bentar, jangan panik. Coba lo setel TV berita deh. Rumah sakit tempat bokapnya Arya kerja kebakaran, dia tadi pulang cepat jam dua. Dia panik takut bokapnya kenapa-napa dan terutama nyokapnya yang di rumah, lagi hamil kan? Pokoknya dia lagi panik. Kebakarannya parah, Sas. Coba lo nonton TV!"

Sial...

Sial...

Aku jadi panik memencet tombol remot TV menahan air mata yang sudah menampung di pelupuk mata. Sekali kedip pasti akan menangis. Kakiku lemas usai mendapati berita tentang kebakaran di Rumah Sakit Jiwa Harapan Kita.

"Bar, hiks ... hiks...."

"Arya menitip kertasnya ke gue. Dia nyuruh gue ngambil kertasnya di rumah pas pamit mau pulang tadi, dia takut besok nggak masuk dan kertasnya nggak bisa diserahin ke Bu Ari. Tadi gue ke rumahnya jam 15:30 cuma ada Novan. Novan di rumahnya jagain nyokapnya sementara Arya ke rumah sakit.

SashiWhere stories live. Discover now