Part 16

9.7K 1K 68
                                    

Arya dan Akbar kena skors satu hari. Berita itu aku dapatkan dari Jerry dan Okto -cowok yang paling suka bergosip di kelas, mereka bahkan mengetahui berita langsung menguping di TKP. Depan ruang BK maksudnya.

Begitu aku menghadang Arya di koridor usai pelajaran PKn yang cuma satu jam pelajaran untuk meminta penjelasan, cowok itu tersenyum sambil menenteng amplop surat. Dia segera melipat amplop tersebut dan menjejalkannya ke saku celana.

"Ar-"

"Ngapain di sini? Bukannya abis ini pelajaran Matematika?" potong Arya cepat.

"Lo gimana? Sori, gara-gara gue," aku menggigit bibir menatapnya khawatir.

Dari ekor mataku Akbar pergi berlalu tanpa mengatakan hal apapun. Astar juga pergi, tetapi dia sempat melambaikan tangan sambil pasang wajah kusut.

"Udahlah! Lo balik ke kelas sana, gue udah nggak mood belajar," kata Arya sambil mengendikkan dagu ke tangga.

Aku menghela napas, "mau bolos? Ikut."

"Nggak!" Mata Arya melotot, "ke kelas sana. Jangan begini karena lo merasa bersalah. Udah sana ke kelas! Awas kalo gue tau lo nggak ikut kelas MTK!"

Arya pergi setelah mengancam diriku agar tidak ikutan bolos atau nyasar ke kantin. Aku juga jadi ikutan tidak mood karena masalah ini menggangguku. Membuat jadi tidak konsen belajar, pikiranku selalu dipenuhi Arya, Akbar, dan Om Gio. Arya diskors, aku takut hukuman yang diberikan ayahnya semakin besar.

Aku tidak bisa diam saja sementara Arya uring-uringan sendirian pergi menepi untuk menenangkan dirinya. Kakiku terus melangkah menaiki undakan tangga sambil berusaha menjaga jarak dari Arya. Aku takut kepergok mengikuti dirinya.

Punggung milik Arya terlihat memasuki pintu rooftop lantai paling atas dan ujung, ketika membukanya akan berhadapan langsung dengan pemandangan belakang sekolah kami.

Aku berdeham di depan pintu tersebut sambil celingukan menatap sekitar, aku takut kepergok guru. Semoga saja tidak ada yang melihatku keluyuran di koridor ini.

Koridor ini lumayan sepi, maklum dekat perpustakaan anak kelas duabelas. Tanganku sudah menyentuh kenop pintu, siap membukanya.

Begitu aku menekan kenop pintu, dari celah yang terbuka sedikit aku melihat Arya sedang berdiri dan tidak sendirian.

Mereka membelakangiku, Arya duduk di pipa besar yang mengantarkan air ke setiap toilet maupun keran air lainnya dari ledeng besar yang dibuat di rooftop tersebut. Sementara sosok lainnya berdiri dengan kedua tangan tersimpan dalam saku.

"Kena skors berapa hari?" tanya seseorang yang suaranya begitu dingin. Suara milik Novan.

"Sehari. Gue nggak bakal bilang sama Ayah. Takut bikin kecewa lagi," ucap Arya.

Aku menggigit bibirku.

"Emang suratnya nggak dikasih ke ortu?"

"Nggak kok. Besok gue nggak bakal diem di rumah juga, nanti gue berangkat. Gue ikut lo ya. Soalnya Sashi taunya besok gue nggak masuk," ujarnya ngasih tahu.

"Gara-gara tuh cewek kan lo kena skors? Ngapain sih ikutan bantuin Akbar? Emang dia peduli sama lo?" Novan berujar sinis.

Deg.

Hatiku mencelus karena disebut sebagai 'tuh cewek'.

"Nggak juga sih. Gue yang berantem, ya jadi salah gue. Gue yang turun ke lapangan kemauan sendiri, Sashi udah nahan gue bilang pulang aja. Tapi, kasihan si Akbar. Untungnya Astar lagi lewat jalan situ, bantuin kita deh. Kalo cuma berdua mana bisa menang!" Arya tertawa sumbang.

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang