Part 23

9K 1.1K 83
                                    

Cowok konyol ternyata nge-date-nya seperti ini.

Kami berdua duduk di saung belakang sebuah warung bajigur. Saung tersebut hanya diterangi oleh sebuah bohlam kecil, yang membuatku senang berada di sini adalah suasana malam yang begitu indahnya. Memang sih rada remang-remang dan bisa menimbulkan fitnah.

Iya sama sekali tidak romantis, entah apa yang di pikiran Arya sampai bisa membawaku ke tempat yang begitu mengingatkanku pada lembah dekat sekolah alamku dulu. Bedanya di sini tidak di posisi dataran tinggi. Meski kesannya murahan tapi momen seperti ini indah sekali. Bintang dan bulan bersinar terang.

Memoriku kembali pada masa SMP dulu. Masa di mana aku, Galuh, Hera, dan Farsya sering memandangi langit seperti ini. Setiap malam minggu untuk menghilangkan rasa bosan, sekolahku mengadakan api unggun. Di saat murid lain berkumpul di lapangan, aku dan kawan dekatku malah kabur ke saung dekat lembah untuk melihat bintang di langit.

Aku kangen mereka, mereka sangat penting bagiku. Hera dan Farsya adalah sepasang kekasih yang menjadi sahabatku. Meski aku jadi obat nyamuk, mereka tidak akan mengusirku. Pokoknya persahabatan kami begitu indah, sampai suatu hari kejadian itu membuat semuanya berantakan.

Kami memutuskan merayakan kelulusan SMP dengan berkemah di tengah hutan, Hera dan Farsya diculik oleh seseorang yang tidak kami kenal. Aku masih hapal betul orang itu datang menyerang kami dengan menggunakan gergaji mesin. Aku selalu takut mendengarkan suara mesin diesel atau gergaji mesin, bahkan alat pemotong rumput. Suaranya membangkitkan traumaku. Betapa takutnya aku malam itu.

Tersisa aku dan Galuh, karena kami berhasil melarikan diri keluar dari hutan dengan susah payah. Kami meninggalkan mereka berdua begitu saja. Terpaksa aku menyelamatkan diri duluan karena aku butuh bantuan orang dewasa. Mereka menghilang sampai pencarian hari ke-10 tidak membuahkan hasil. Aku dan Galuh terpaksa dikeluarkan secara halus, kami melanggar aturan yang tidak memperbolehkan keluyuran tengah malam tanpa pengawasan.

Hawa dinginnya malam terasa menusuk sampai ke tulang, karena aku hanya menggunakan kaus tipis dibalut kardigan rajut warna coklat muda. Sesuatu yang hangat tiba-tiba terasa, begitu aku mendongakkan kepala Arya sedang merapikan jaket yang dibukanya untuk menyelimuti tubuhku.

"Lo daritadi nangis?" Arya memeluk tubuhku, seketika tangisanku pecah. Harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku. Dalam dekapan cowok itu aku menumpahkan segala kesedihan, kerinduan, dan kekecewaan yang hanya kupendam selama nyaris dua tahun. Aku menangis sesenggukan memeluk balik cowok itu. "Nangis kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?"

Aku tidak mau menjawab. Aku hanya ingin menangis tanpa membahas masalah itu lagi, tapi Arya pasti akan menuntut alasan mengapa aku menangis. Aku menarik kepalaku dari Arya, cowok itu mengusap lembut pipiku seperti tidak akan membiarkan air mata itu menempel di pipiku.

"Maaf, jadi basah," kataku melirik kausnya yang basah.

"Ya nggak pa-pa, asal jangan meper ingus. Kenapa nangis sih, hm?" Arya merangkul bahuku lalu meletakkan dagunya di atas kepalaku. "Lo ada masalah apa sih? Kenapa akhir-akhir ini aneh?"

"Cuma kangen teman. Tempat ini bikin inget sama teman gue dulu. Liatin bulan, bintang dan langit yang bagus banget ini. Makasih, ya." Aku tersenyum pahit.

"Sori jadi bikin lo malah nangis. Gue bawa lo ke sini buat misi penting, lo malah nangis duluan!" seru Arya memisahkan diri tidak lagi dekat denganku.

Dia berdeham sambil menggaruk kepala belakangnya. Arya mengangkat gelas bajigur tadi dan membimbingku agar minum, setelah minum aku terasa sedikit tenang.

"Misi penting apa?" Aku menyedot ingus.

"Nggak mau bahas kalo lo masih ingusan begitu, buang dulu ingusnya, ngerusak momen aja."

SashiWhere stories live. Discover now