6th Wound

1.3K 86 50
                                    

Vote dulu, Candies 😽
Makasihhh

Prana kini sedang duduk di atas sofa dekat jendela besar. Sambil meneguk secangkir kopi, matanya dengan teliti membaca susunan kata di atas kertas buku olimpiadenya.

Tinggal beberapa minggu lagi waktunya untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti olimpiade Ekonomi tingkat internasional nanti.

Assalamu'alaikum, Pranaga Sayang!” Suara milik Candra itu membuat Prana berdecak kesal.

Cowok itu pasti membawa anak Zarvega lain untuk berkunjung ke rumah Prana, kerusuhan mereka nanti jelas akan mengganggu konsentrasinya.

Wa'alaikumussalam, masuk aja!” seru Prana.

Terlihat Candra, Jaya, Fuad, dan Saka satu per satu masuk ke ruang tengah lalu mengambil posisi ternyaman masing-masing di sana.

“Belajar mulu lo, gak ada kerjaan lain apa?” sahut Saka lantas duduk di sebelah Prana sembari menyedot sekotak Indomilk Banana-nya.

Fuad yang berjalan melewati keduanya segera menoyor kepala Saka. “Nyusu mulu lo, kayak gak punya susu sendiri aja!”

“Lagian lo harusnya termotivasi gitu kek berhadapan sama orang sepinter Prana.”

Saka tertawa pelan, lambat laun gelak tawanya itu terdengar semakin keras memantul ke setiap sudut ruangan.

“Haha Prana hahaha.” Entah apa yang sedang dilakukannya sekarang.

Fuad mengerutkan dahinya. “Waras lo?”

“Gue ngetawain Prana biar nanti bisa jadi kayak dia, emangnya lo gak tahu, Ad?” kata Saka.

Fuad berdecak kagum sembari memberi tepukan meriah untuk Saka. “Pinter banget temen gue.”

“Beb, minjem toilet lo!” teriak Jaya yang terlihat berlari menuju kamar mandi di ujung sana.

Candra, cowok yang sedang duduk beralaskan karpet, tepat berada di depan televisi besar itu menghentikan aktivitas menge-scroll layar ponselnya.

“Beb? Siapa anjing?” tanya Candra pada teman-temannya.

“Prana lah, siapa lagi? Tuh cowok, kan ngebet banget sama dia, ya gak Mas Nana?” Saka menoel lengan Prana dengan telunjuknya.

“Matamu,” semprot Prana langsung.

Fuad yang kini duduk di sebelah Candra, terlihat asyik mengunyah permen Yupi-nya. “Lo kalau belok gak usah ngajak temen ngapa, Jay!”

Fokus Prana yang sudah buyar oleh keramaian teman-temannya kini harus kembali terganggu oleh dering panggilan telepon dari ponselnya di atas nakas sana.

Ia meraih benda tersebut, matanya lalu memicing membaca sebuah nama di sana. “Kiya?” gumamnya.

Prana menghela napas pelan lantas menonaktifkan ponselnya begitu saja.

“Kenapa lo matiin?” tanya Saka yang sedari tadi sudah mengamati aktivitas cowok di sebelahnya itu.

Prana melirik sebentar ke arah Saka lalu kembali fokus pada bacaannya. “Gak penting,” jawabnya.

Saka menggeleng pelan, ia menghela napas panjang sebelum akhirnya bangkit dari kursinya dan menghadap teman-temannya di sana.

“Teman-teman terhormat, kita ada tugas negara malam ini!” serunya bersemangat.

Prana mendongakkan kepalanya menatap curiga pada Saka, alisnya terangkat sebelah. “Ngapain?”

“Kawinin lo sama Kiya.”

Favorite WoundWo Geschichten leben. Entdecke jetzt