11th Wound

980 67 35
                                    

Follow acc ini ya, Candies

Anw gimana mood kalian hari ini?

Jaga makan dan jaga kesehatan kalian yaa

Selamat membaca ❤️

Prana membanting pintu rumahnya usai melihat Dika bersama beberapa anak Zarvega lain sedang asyik bermain game di ruang tengah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Prana membanting pintu rumahnya usai melihat Dika bersama beberapa anak Zarvega lain sedang asyik bermain game di ruang tengah.

Sebenarnya mereka tadi sudah mendapatkan izin Prana untuk memakai fasilitasnya dan dia tidak ada masalah akan hal itu.

Hanya saja melihat wajah Dika, Tegar, dan Rafi membuatnya harus kembali mengingat kejadian sepulang sekolah tadi.

Prana sangat muak dengan ketiga manusia itu.

Tanpa pikir panjang cowok itu berjalan menuju kulkas untuk mengambil air dingin dari dalam sana.

“Gimana?” Entah sejak kapan Dika kini sudah berdiri di belakang Prana.

Prana meletakkan segelas airnya di atas meja sana lalu menghadap Dika tanpa mau menatapnya.

Dika bersedekap dada sambil bersandar pada dinding. “Ngapain pakai hati buat ngeladenin jalang, sih?”

Prana segera melempar tatapan tajamnya pada cowok itu. “Jaga mulut lo ya!”

“Kiya bukan jalang!” tegasnya.

Dika yang melihat reaksi Prana itu segera mengepalkan kuat kedua tangannya.

Ia mengambil gelas kosong dari meja lalu melemparkannya ke arah kulkas tepat di sebelah Prana, membuat benda itu hancur berkeping-keping di lantai.

“Terus apa hah?! Dia yang udah bikin bokap gue dipenjara dan bikin keluarga gue jatuh miskin, Pra!” Dika meninggikan suaranya.

Prana melirik sebentar ke bawah, ia bisa merasakan beberapa keping pecahan gelas kaca itu mengenai kakinya.

Dika menghela napas lalu mengusap kasar wajahnya.

“Gue gak akan pernah maafin Kiya, lo tahu hidup gue jadi serba susah sekarang,” tekan cowok itu.

Dika berjalan mendekati Prana sambil membalas tatapan yang tak kalah tajam dari cowok itu.

“Gue ingetin sekali lagi, lo tinggal pilih mau yang mana.” Ia menjeda sejenak kalimatnya.

“Kiya sekarat di tangan gue atau Kiya sekarat di tangan lo.”

Rahang Prana mengeras mendengar kalimat itu, namun ia harus bisa mengontrol diri supaya tidak kelepasan seperti di sekolah tadi.

“Kalau sampai lo ngingkarin janji lo waktu itu, artinya lo mau Kiya sekarat di tangan gue sendiri,” ujar Dika memberi penekanan pada kalimatnya.

Ia lalu mendengus geli. “Inget, malam itu siapa yang mau repot-repot nyelamatin bokap lo dari maut?”

“Malam itu gue nolongin Om Gama yang lagi dikeroyok sama banyak preman, dan gara-gara itu juga gue sampai ngalamin patah tulang,” lanjutnya.

Favorite WoundWhere stories live. Discover now