7th Wound

1.2K 86 109
                                    

Seperti biasa, vote dulu yaa 🥺

Mata siapa nih?

Berat rasanya bagi Kiya untuk membuka kedua matanya, badannya pun terasa pegal-pegal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Berat rasanya bagi Kiya untuk membuka kedua matanya, badannya pun terasa pegal-pegal.

Cewek itu kini terduduk lesu di tepi kasur, ia menghela napas panjang sebelum akhirnya memakai sandal rumah berbentuk Hippo miliknya di bawah sana.

Dengan langkah gontai Kiya berjalan menuju nakas di sebelah ranjang, tangannya lalu terulur meraih benda berbentuk persegi pipih dari atas sana.

Matanya segera memicing begitu melihat notifikasi pesan yang muncul dari layar ponselnya.

Chat

orang ini ingin kusantet 🔪 :
cantik udah bangun?
buburnya ada di Hendra
sebelum makan basmalah dulu ya

Sakiya buru-buru menuju dapur untuk menemui Hendra setelah membaca pesan singkat tersebut.

Prana memang pintar sekali mengambil hati Kiya, dengan sebungkus bubur saja sudah berhasil membuat Kiya lupa kalau seharusnya dirinya masih marah dengan cowok itu.

“Hen, ada titipan dari Prana nggak?” tanya Kiya segera begitu melihat Hendra berdiri di sebelah kompor di dalam dapur itu.

Hendra yang baru selesai menyiapkan bekal untuk Kiya, kini berjalan menghampiri sepupunya yang terlihat duduk menghadap meja makan sambil celingukan mencari-cari sesuatu itu.

“Ada, tadi pagi banget Prana ke sini nganter bubur buat lo,” jelas Hendra.

Tangannya membuka tudung saji di atas meja lalu menyodorkan sekotak bubur yang masih hangat itu ke arah Kiya.

Sakiya menerima uluran tersebut dan segera membuka bungkusnya, kedua matanya langsung berbinar begitu menatap bubur lezat di hadapannya itu.

“Makasih, Hendra!” ucapnya girang.

Hendra menarik kursi lalu duduk, ia menaikkan sebelah alisnya menatap Kiya. “Makasih-nya ke Prana, bukan ke gue,” koreksinya.

Kiya cuma bisa cengengesan menanggapi kalimat Hendra tersebut.

Tak mau membuang waktu, ia segera melahap buburnya, sementara Hendra justru terlihat asyik memperhatikannya.

Tangan cowok itu terulur menjumput beberapa helai rambut Kiya ke belakang lalu memasangkan jepit rambut berbentuk Hippo di sana supaya tidak mengganggu.

“Diiket dulu kenapa, sih?” tegur Hendra.

Kiya mendongakkan kepala menatap Hendra lalu mengulas senyum jahilnya. “Perhatian, cie!”

Hendra menghela napas pelan. “Gue, kan sepupu lo, masa gak boleh perhatian?”

“Sepupu apa sepupu, nih?” goda Kiya sekali lagi.

Favorite WoundWhere stories live. Discover now