5. Berlian Biru Bibi Garren

653 125 32
                                    

Setelah menyusuri jalan di antara perumahan padat penduduk, akhirnya Narsha dan Garren tiba di sebuah rumah berpagar kayu sederhana. Garren tak melepas senyum sementara tangannya dengan cekatan mendorong pagar kayu rumah tersebut. Narsha melangkah pelan di belakang anak itu.

"Ayo, Madame," ajak Garren antusias. "Bibiku pasti ada di dalam."
Garren berlari menuju pintu.

Narsha mengangguk samar, mengedarkan pandangan. Ia tak percaya masih ada rumah seperti ini di tengah metropolitan kota Paris.

Rumah Garren cukup jauh dari keramaian, berdinding cokelat muda, dengan dua buah pohon rindang menaungi halaman depan yang berumput terawat. Sebuah ayunan bergantung di tengah dua pohon tersebut. Jalan setapak berkerikil terbentang di bawah stiletto Narsha, memanjang sampai ke muka pintu kayu ek tempat Garren berdiri.

"Madame!" seru Garren sambil mengayun pintu. "Sedang apa di situ? Ayo masuk!"

Narsha mengangguk lantas mengekor di belakang Garren. Anak lelaki itu langsung mengajaknya masuk melintasi ruangan kecil, berbelok ke kiri dan tiba di sebuah dapur yang juga sama sempitnya. Meskipun mungil, rumah tersebut memiliki aura yang tak terjelaskan. Nyaman, hangat dan menyenangkan.
Sinar matahari pagi menerobos masuk lewat jendela kaca yang tirainya tersibak. Sinar lembutnya menerpa punggung seorang wanita gemuk bercelemek yang sibuk memasak sesuatu di meja dapur. Ada perapian yang dibiarkan menyala meskipun cuaca sama sekali tak dingin. Bersebelahan dengan jendela, di sebuah meja bulat dengan tiga kursi, tampak dua porsi sup berkuah kental yang masih mengepul hangat.
Garren menghampiri wanita itu dan membisikkan sesuatu, wanita itu kemudian memalingkan wajah ke arah Narsha yang masih berdiri di muka dapur.

"Kaukah Madame Francois?" tanya wanita itu setelah mematikan kompor.

"Ya, aku Narsha Francois," Narsha menunduk memberi salam.

"Aku Bibinya Garren. Duduklah!" gumam wanita itu sambil tersenyum. "Aku akan menyiapkan seporsi lagi. Apa kau suka buah persik?"

Narsha mengangkat bahu santai setelah duduk di satu kursi yang belum terhidang sup. "Aku tak pilih-pilih soal makanan."

Wanita itu berpaling pada Garren. "Hai, Nak, kau tak dengar itu? Petikkan buah persik di halaman untuk Madame Francois!"

"Baik, Bi." Garren langsung berlari melaksanakan perintah Bibinya.
Tak lama, Bibi Garren meletakkan hidangan yang sama persis di hadapan Narsha. "Kuharap kau tak keberatan sarapan sup di pagi hari."

Mata biru wanita itu mirip milik Garren. Seolah tersenyum, menggambarkan kepribadian yang hangat dan terbuka. Usianya sudah cukup tua. Kisaran lima puluh atau enam puluh tahunan. Meskipun wajahnya penuh kerutan, matanya yang ramah dan bercahaya membuatnya tetap tampak segar dan sehat.

"Tak apa," sahut Narsha tersenyum sopan.

"Kami memelihara beberapa sapi perah di belakang," Bibi Garren mengucapkannya setelah meletakkan segelas susu di samping mangkuk sup Narsha. Wanita itu duduk di salah satu kursi dan melanjutkan, "Cukup sulit menemukan rumput segar di kota sekarang ini. Tapi kami tetap memelihara sapi-sapi itu karena itu warisan dari orang tua Garren. Kadang aku mengemudi demi mencari rumput-rumput segar untuk mereka. Ya ... mereka tumbuh dengan baik dan kau pasti menyukainya susu-susu yang mereka hasilkan ini."

"Terima kasih," balas Narsha. Benaknya berpikir, hebat juga wanita tua yang feminin begini mengemudi. Dia tak mengatakan itu karena menghormati tuan rumahnya yang sepertinya memang banyak bicara. "Aku tak bermaksud merepotkan."

Bibi Garren tertawa renyah. Tubuhnya yang gemuk bergoyang karena tawanya. "Tak perlu bicara begitu. Aku yang harusnya berterima kasih karena kau begitu memperhatikan Garren. Anak itu sangat baik, aku senang dia bertemu orang sepertimu."

Pariseouloveحيث تعيش القصص. اكتشف الآن