16. Wajah Kejujuran

303 45 11
                                    

Sisa hujan menyelimuti seluruh kota. Mobil yang Narsha kemudikan terus melaju. Seo Joo duduk memandangi wiper yang bergerak ke kanan-kiri menyingkirkan sisa hujan. Decit halusnya pada kaca hampir tanpa suara--menjadi pengalih perhatian dari sepi yang tercipta.

Seo Joo dan Narsha basah tetapi tak ada yang mencoba mengeringkan diri dan memilih larut dalam pikiran masing-masing. Seo Joo merasa tak pantas mulai bicara, jadi ia tetap diam. Sampai kemudian mobil yang ditumpanginya menyusuri sebuah jalan minim penerangan. Kiri-kanannya bangunan kelabu temaram diterpa cahaya lampu jalan yang berjarak jauh-jauh. Ia pernah melewati jalan ini. Tujuannya menjadi jelas ketika mobil menepi di bahu jalan, tepat di depan sebuah bangunan berkerlip lampu menyilaukan--La Proche.

Seo Joo menoleh pada gadis di balik kemudi, memfokuskan penglihatan, menahan nyeri pada wajahnya akibat pukulan-pukulan Ji Hoon tadi. Ia belum melihat cermin. Tak yakin separah apa lukanya. Yang jelas, sekarang ia kesulitan membuka mata kirinya karena rasanya berdenyut menyakitkan.

Di sisinya, Narsha mencengkram kemudi kuat-kuat sampai tonjolan tulangnya terlihat jelas. Bibirnya terkatup rapat. Seo Joo tahu gadis itu gemetar kedinginan. Tak tahan melihatnya, ia mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang dapat menghangatkan tubuh dan menemukan beberapa potong pakaian di jok belakang. Tanpa pikir panjang, Seo Joo mengambil sepotong pakaian dan menyampirkannya di bahu gadis itu.

"Kau bisa sakit," gumamnya cepat lantas segera kembali ke posisinya.

Apa yang dilakukannya memancing tatapan tajam Narsha. "Kau benar-benar orang munafik."

Setelah satu tarikan napas dalam, Seo Joo tersenyum simpul dan membalas, "Kau kelihatan pucat sekali." Ia tertawa getir. "Ya, tapi kaubenar. Aku juga berpikir begitu. Tapi anehnya, masih banyak orang percaya padaku. Demi orang-orang yang percaya padaku, aku ingin minta maaf. Karena itu aku datang padamu malam ini. Aku tahu apa yang kulakukan tak adil bagimu. Tapi aku harus melakukannya."

Narsha melengos, tertawa pendek. "Aku membawamu bukan untuk mendengar kata maaf." Gadis itu memandang bangunan di luar mobil, terdiam beberapa saat. "Mengapa malam itu kita bertemu di sini?"

Seo Joo mengikuti arah pandang gadis itu. La Proche ramai, sama seperti biasanya. Ia kemudian bergumam, "Entahlah. Aku tak percaya pada kebetulan."

"Tentu saja bukan sebuah kebetulan," ujar Narsha yakin. Wajahnya menegang, tetapi ia tetap memandang bangunan berkelip di luar. "Kau mengikutiku, kan?"

Tuduhan tak berdasar itu membuat Seo Joo menoleh seketika. "Aku mengikutimu?" Ia tertawa geli. "Aku tak menyangka kaupunya pikiran semacam itu."

"Itu sebabnya kau menyamar sebagai seorang bartender," gadis itu melanjutkan spekulasi sambil menganggukan kepala gamang. "Ya, kau juga pasti menukar kertas yang Ji Hoon berikan padaku. Kau merencanakan semuanya dengan rapi. Sebelum kau mengelabuiku, kau menyuruh orang untuk mencelakakan Ibuku. Itu saja belum cukup, kau ingin menghancurkan karierku dengan membuat rumor sampah di media tentang hubungan kita." Narsha menoleh, matanya membulat dan mengerjap tegas. "Aku benar, bukan?"

Seo Joo tak merespons. Apa yang didengarnya seperti karya imajinasi tingkat tinggi. Akhirnya ia bertanya dengan nada tenang, "Bagaimana mungkin aku melakukan semua itu? Aku bahkan tak mengenalmu."

"Itulah yang ingin kutanyakan padamu," Narsha bersikeras, sangat yakin pada pendapatnya. "Kau yang harusnya mengatakan padaku, bagaimana caramu melakukannya? Bagaimana caramu bersembunyi selama ini? Kau sangat lihai dan licik. Aku langsung tahu begitu melihat matamu!"

Seo Joo diam tanpa ekspresi. "Apa yang kaulihat di mataku?"

"Aku melihat orang yang mampu melakukan segala cara untuk memenuhi apa pun yang diinginkannya. Orang yang licik. Orang yang mampu membunuh."

PariseouloveWhere stories live. Discover now