7. Seseorang dari Masa Lalu

479 83 17
                                    

Visual : Yong Ji Hoon

Jam dinding keemasan di kamar itu menunjukkan satu jam sebelum pukul dua belas. Sang penyewa kamar baru saja melangkah keluar dari kamar mandi, tubuhnya berbalut jubah mandi berbahan tenunan sementara rambutnya yang basah digelayuti handuk kecil. Pria dua puluh enam tahun itu berhenti di tepi ranjang, menyambungkan telepon untuk memesan sarapan−atau makan siang−entahlah, yang dia tahu perutnya lapar dan perlu diisi makanan sebelum mulai beraktivitas.

Ia melangkah ke jendela, menyibakkan tirai. Pemandangan Sungai Seine menyambutnya, lengkap dengan desah halus terik matahari kota Paris. Sudah lebih satu minggu ia berdiam di kota ini. Alasannya klasik, pekerjaan.

Pertama, ia dikontrak oleh seorang perancang busana Prancis untuk menampilkan salah satu brand di Paris Fashion Week minggu lalu. Kedua, ia baru saja syuting untuk sebuah iklan jam tangan, itu juga sudah selesai tepat kemarin. Harusnya hari ini dia kembali ke negera asalnya. Pekerjaan lain telah menanti. Ponselnya tak henti-hentinya berdering sejak semalam. Itu pasti manajernya−memerintahkan agar segera memesan tiket untuk pulang.

Belum semenit pikiran itu ia lepaskan, lamunannya dibuyarkan oleh lolongan ponsel. Ia mendesah pelan. Sudah pasti yang menelepon orang yang barusan ia pikirkan. Tangannya berhenti mengeringkan rambut, tetapi handuk kecilnya ia tinggalkan di atas kepala. Senyum kecil terlukis di bibir kecilnya yang kekanakan. Pandangannya menyapu hamparan kota di balik kaca. Dering ponselnya lenyap tak dihiraukan.

Dalam hati, ia telah menyusun sebuah rencana. Dalam kepala, ia telah memutuskan bahwa dirinya tak akan pulang sebelum rencana itu berhasil dilakukan. Bertahun-tahun ia menunggu untuk bisa menginjakkan kaki di kota ini. Demi bertemu sahabat kecilnya, cinta pertamanya.

Dalam rentang waktu panjang, ia menyesal baru bisa datang sekarang. Sudah lama, bahkan terlalu lama.

Dan benar yang dikatakan para ahli motivasi bahwa sebuah tekad menarik hal-hal yang kita inginkan. Dia bertemu secara tidak sengaja dengan gadis yang telah belasan tahun mengisi relung hatinya di acara Paris Fashion Week−di mana ia tampil sebagai model. Gadis itu duduk di barisan depan bersama beberapa perancang busana.

Ia tersenyum mengingat momen di mana dirinya berjalan gagah di bawah lampu sorot catwalk dan tanpa sengaja matanya menangkap sosok gadis bergaun hitam. Tatapan gadis itu tertuju ke arahnya−ah tidak, ke arah pakaian yang diperagakannya. Mata elang yang tak mudah dilupakan itu seketika membuat langkahnya terseok. Begitu terkejut. Belasan tahun yang terlewat nyatanya tak mampu membuatnya lupa wajah itu. Ia melambung, bersyukur takdir mempertemukannya dengan kerinduan hatinya melalui cara tak terduga.

Namun, mengapa gadis itu seolah tak mengenalnya? Apa dia sangat-sangat marah?

Pasti gadis itu marah, begitu pikirnya ketika dua kali berusaha menemui gadis itu tetapi ditolak mentah-mentah. Akan tetapi, dirinya tak akan menyerah sebelum berhasil bertatap muka langsung dengan gadis yang dirindukannya.

Kelana pikirannya terhenti. Pria itu menoleh cepat ketika mendengar suara ketukan pintu.

"Masuk!" serunya, lalu menarik handuk di kepala, menghentikan pikirannya melayang lebih jauh. Suaranya dalam bahasa Prancis terdengar aneh di telinganya sendiri.

Seorang pria bertuksedo melangkah masuk sambil mendorong troli makan. Ia menutup pintu di belakangnya tanpa suara, lalu berpaling pada tamu hotelnya. Rambut kuning jagungnya yang disisir rapi tak bergerak sama sekali ketika kepalanya menunduk, menyapa dengan senyum cerah.

"Monsieur Yong," gumamnya sambil mendorong trolinya masuk. "Apa tidur Anda nyenyak?"

"Monsieur Yong? Kedengarannya lucu. Panggil aku Yong Ji Hoon saja," si pemilik kamar melangkah dan duduk di tepi ranjang. "Ya, tidurku nyenyak sekali. Aku berharap bisa tinggal lama di hotel ini. Tapi kau tahu, biaya permalamnya mahal sekali."

PariseouloveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant