11. Skandal Tak Terduga

443 57 18
                                    

Pagi itu berbeda dari pagi-pagi sebelumnya dalam hidup Narsha. Dia seorang workaholic yang lebih memilih menginap di kantor daripada harus terlambat jika sedang kelelahan. Dia, si perfeksionis yang tak menolelir kesalahan sekecil apa pun. Namun kini, ia terbaring meringkuk di balik selimut padahal matahari sudah hampir lurus bayangan.

Tirai kelabu berlapis putih di kamar apartemen itu mampu menjaga penghuninya sehingga ruangan minim cahaya dan tetap nyaman. Tak ada suara mengganggu apa pun selain detik jarum jam yang bergerak konstan.

Kepala Narsha terlalu berat untuk sekadar bergerak. Ia haus, tetapi enggan merangkak turun dari ranjang. Saat ini, tak ada hal lain yang ia inginkan selain tidur lebih lama, atau bahkan sangat lama. Ah, jika saja dengan tidur masalahnya bisa hilang, ia ingin tidur saja terus.

Semalam rasanya dunianya ringan sekali, tetapi mendadak pagi ini, ketika ia hanya memejamkan mata sementara kesadarannya perlahan pulih, segalanya kembali terbayang.

Ia masih tak mau bangun. Sampai keheningan dan kedamaiaannya diusik oleh bunyi bel yang ditekan tanpa jeda-tanpa ampun-tanpa perasaan. Narsha mengerang pelan, menutup akses udara ke telinga dengan bantal dan menekannya kuat-kuat.

***

Percuma. Carrisa Rochelle bukan tipe orang yang mudah menyerah. Seharian pun dia bersedia memencet bel sampai pintu di hadapannya terbuka. Satu tangan gadis itu tak henti-henti menekan bel, sementara tangan lainnya, menggenggam resah tali tas di bahunya. Bibirnya yang pagi itu dipoles warna nude digigit agak keras. Alisnya yang kecokelatan saling terpaut.

Segala perpaduan ekspresi tak sabaran itu langsung berubah tegang ketika pintu di hadapannya berayun dan Narsha muncul di baliknya dengan wajah bak zombie kelaparan.

"Narsha!" Teriakan itu langsung meluncur cepat dari mulut Carrisa.

Carrisa biasanya asisten yang penurut dan tak banyak membantah. Kali ini berbeda. Ia justru bertingkah seolah dirinya yang lebih superior, langsung menarik Narsha ke ruang tengah apartemen dan mendudukkan bosnya di sofa. Tangannya terlipat, matanya mengerjap tegas.

"Kau ingin membuatku mati berdiri ya?" tembaknya langsung. Mata biru pudarnya berkilat heran. Ekspresi yang seharusnya membuat lawan bicaranya tak berkutik, tetapi Narsha justru berbaring di sofa, memejamkan mata tanpa berkata apa pun.

"Oh, Tuhan," desah Carrisa sambil mengusap dahi. Ia berkata dengan meninggikan suara, "Katakan padaku apa yang telah kaulakukan!"

"Apa?" balas Narsha malas-malasan. Matanya masih terkatup. Sebelah tangannya diletakkan di atas dahi.

"Apa?" Suara Carrisa makin tinggi mengulangi pertanyaan Narsha. "Kau masih bisa bertanya apa? Harusnya kau menjawab! Jawab apa yang kaulakukan semalam?!"

Narsha membuka mata. Dahinya berkerut. Jelas tak suka diteriaki seperti itu. Untuk beberapa saat ekspresi itu bertahan di wajah kuyunya.

Wajah Carrisa lebih sebal menunggu jawaban Narsha.

"Tak bisakah kau membiarkanku libur sehari lagi?" tanya Narsha dengan tenang. Ia berpaling dari Carrisa, meringkuk memeluk bantal sofa. "Kau berisik sekali hari ini."

Carrisa mengerjap tak percaya, takjub, tak habis pikir. Hanya dengusan yang ia keluarkan. Sadar kata-katanya sama sekali tak berpengaruh pada gadis angkuh di hadapannya, ia pun ikut berpaling. Akan tetapi, bukannya pergi, ia mencari remote televisi. Ekspresinya makin kaku ketika akhirnya ia menemukan benda yang dicarinya dan menyalakan televisi di ruangan itu.

Narsha tetap meringkuk nyaman di sofa.

Carrisa mengeraskan volume televisi yang tengah menyiarkan sebuah berita.

PariseouloveWhere stories live. Discover now