18. Permainan Takdir 1

314 45 19
                                    

Seratus dua puluh menit setelah meninggalkan apartemen, Narsha kini berada di kamar rawat VIP Pitié-Salpêtrière Hospital. Choi Seo Joo terlelap setelah lukanya selesai dijahit. Untunglah luka tikamnya tak serius.

Sudah lewat tengah malam. Mesin penunjuk detak jantung dan pemanas ruangan terdengar berisik di ruangan yang sunyi. Narsha berdiri di sisi ranjang memandangi wajah tertidur Seo Joo, berharap pria itu secepatnya bangun dan memberi penjelasan untuk menghilangkan perasaan gelisahnya.Hanya harapannya. Pria berwajah baby face itu nyenyak tertidur seakan tanpa beban.

"Kuharap aku bisa tertidur sepertimu," gumam Narsha miris. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Bukankah harusnya aku mencurigaimu?Kenapa justru kau yang terluka?"

Pernyataannya dijawab oleh interupsi dari pintu. Narsha mengembuskan napas lega ketika mendapati Carrisa menggabungkan diri ke ruang rawat dengan raut khawatir. Setidaknya sekarang ia tak sendirian.

"Apa yang terjadi?" tanya asistennya dengan suara tertahan. Matanya terbelalak ketika berpaling pada Seo Joo. "Bagaimana bisa kau bersamanya?"

Narsha mengempaskan diri ke sofa. Carrisa mengikutinya.

"Dia menekan bel apartemenku dengan keadaan berdarah-darah begitu," sahut Narsha, "luka tusukan."

Kening Carissa mengerut makin jelas. "Lalu, bagaimana sekarang? Dia baik-baik saja, kan, Narsha? Oh, astaga, tampaknya sih tidak begitu."

Narsha menenangkan, "Dia baik-baik saja sekarang. Lukanya tak parah. Kau tenang saja. Kita hanya tinggal menunggunya bangun dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah sebuah keberuntungan? Dia datang sendiri ketika kita sedang mencarinya."

Carrisa mengembuskan napas meski tampak sama sekali tak lega. Narsha mengamati asistennya dengan senyum tertahan. Gadis cerewet itu hanya mengenakan piyama bermotif polkadot dibalut jaket. Mungkin tak sempat ganti pakaian karena terlalu panik saat mendapat kabar dari Narsha.

Narsha kembali memasang tampang datar begitu Carrisa menatapnya sambil bergumam, "Aku hampir jantungan, kau tahu? Kukira kau membawanya ke rumah sakit tempat Ibumu dirawat. Gawat kalau seandainya media tahu."

Narsha tersenyum. Ternyata Carrisa hanya memikirkan nasibnya. "Aku tak seceroboh yang kaukira. Tenang saja. Lagipula, selama Eomma masih belum sadar, aku aman."

Rasanya kurang ajar ia berpikiran demikian ketika sang ibu tengah berjuang antara hidup dan mati. Kepalanya tengadah memandang langit-langit kamar rumah sakit yang putih bersih. Narsha tahu. Sangat tahu melebihi siapapun. Ibunya sangat membenci penyanyi Korea.

Sejak pindah ke Paris, sang ibu sama sekali tak memperbolehkannya dekat-dekat dengan lelaki Korea mana pun, apalagi seorang penyanyi. Narsha sendiri tak menyangka bisa terjebak dalam permainan seperti ini. Ia memalingkan wajah ke ranjang, Seo Joo masih terlelap di sana memancingnya tertawa sumbang. Ia tak percaya takdir. Namun, mengapa semua ini terjadi? Bagaimana semuanya bisa seperti ini jika bukan karena takdir?

Carrisa memecah keheningan dengan suara gamang. "Sekarang apa?"

Narsha memandang gadis itu tanpa menunjukkan reaksi apa-apa.

"Kita sudah menemukannya. Sekarang apa yang akan kita lakukan?" Carrisa menegaskan pertanyaannya. "Kaubilang punya banyak pertanyaan untuknya. Tapi sekarang kita menemukannya dalam keadaan terluka begini. Pikirkan siapa yang melakukannya?! Skandal kalian bahkan belum selesai.Dan sekarang, sebuah penikaman!" Carrisa mengusap wajah dengan gusar, bertanya dengan nada frustasi, "Apa yang sebenarnya terjadi antara kalian, Narsha?"

"Carrisa." Narsha melipat tangan, terdiam beberapa saat sebelum bergumam, "Kurasa sekarang kauperlu tahu semuanya."

Carrisa mengerutkan alis, tak menyela dan menunggu penjelasan.

PariseouloveWhere stories live. Discover now