File : Puteri Duyung #2

6.4K 730 78
                                    

Aku dan Bimo tiba di rumah Profesor Nick sore tadi. Kami berangkat dari Jakarta menggunakan pesawat dan tiba di Bandara Kaltim, dan sudah ditunggu Nick di sana.

Dia membawa kertas bertuliskan 'JUNIOR' yang besar, seperti menjemput seseorang yang baru berkelana dari luar negeri, memalukan sekali. Dan lagi, entah kenapa dia suka memanggil ku Junior sejak aku kecil.

Dia tidak mau memanggil nama depanku dan menurutnya, jika memanggilku Yodha, akan sama dengan panggilannya pada ayahku, Edward Pranayodha. Mungkin karena itu makanya Nick memanggilku Junior, sama dengan orangtuaku, anehnya dia mengaku belum pernah memanggil mendiang ayahku dengan sebutan Senior.

Kami sedang makan malam bertiga waktu itu, memakan masakan Prof. Nick yang rasanya lumayan enak. Dia biasa masak sendiri karena hidup tanpa pasangan setelah isterinya meninggal dan tidak punya anak, jadilah malam itu makan malam para pria single yang sudah berumur.

"Sudah lama sekali kita tidak makan malam bersama seperti ini, Junior," kata Nick sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. "Terakhir kali setelah kita makan malam bersama kurcaci di Glasgow 8 tahun lalu."

Bimo melirik padaku. "Kau pernah makan sama kurcaci?"

"Jangan percaya padanya, Bimo," jawabku. "Dia suka sekali mengarang cerita."

Nick terkekeh, "Dia seperti putri salju yang dikerumuni kurcaci, mereka sangat menyukai Junior."

Bimo tertawa, aku ikut tertawa masam, "Ha—ha—lucu sekali, Nick!"

Aku biasa memanggil Profesor Nicholas dengan menyebut Nick saja, padahal dia ingin sekali dipanggil paman oleh ku. Aku juga malas untuk memanggilnya profesor, profesor di bidang apa aku juga tidak tahu.

"Kau sekarang mirip sekali dengan ayah mu, Junior," Nick menatap ku, "aku bahkan tidak bisa membedakannya jika dia bersama mu saat ini."

Oh ya, ayah meninggalkan ku saat aku berumur 11 tahun, juga ibuku. Ayahku berkebangsaan Indonesia, kakek ku orang jawa, tapi nenek ku seorang Inggris, itulah kenapa ayah bernama Edward, nama bule. Ibuku juga orang Inggris, tapi tidak ada nama bule padaku. Jadi kakek punya istri bule punya anak menikah dengan bule dan anaknya jawa. Bingung? Aku sih tidak.

Akan aku ceritakan lain kali apa yang terjadi dengan orangtuaku. Nick merawat aku sejak kecil, dia sudah seperti ayah bagiku, tapi cara dia merawat aku yang seenak udelnya, membuat perlakuan ku padanya seperti teman, bukan seorang ayah atau paman.

"Nick, kau punya catatan tentang duyung?" Aku menyelesaikan makan ku dan berusaha mengalihkan pembicaraan tentang orangtuaku.

"Aku masih punya catatan tentang itu, hanya itu sangat lama dan berbahasa Yunani kuno," Nick mengelap mulutnya dengan lengan bajunya, padahal saputangan untuk mulut tersedia di depannya. "Tenang, Junior. Aku sudah menyimpan semua catatan di sini, di kepalaku."

"Hei, jangan bilang kau akan ikut dalam investigasi ini, kau sudah tua, nanti encok mu kambuh, aku yang repot."

"Kau meremehkan orang yang pernah menang gulat melawan minotaur, Junior," jawab Nick sambil mengangkat tangannya, memamerkan otot lengannya yang sudah melembek.

"Wow, otot mu bagus, Prof!" kata Bimo sambil mengacungkan dua jempol. Jadilah tingkah Nick semakin besar kepala, dengan mengangkat tangan satunya, dan bergaya seperti atlet binaraga.

Memang, meski umurnya sudah kepala lima, Nick masih sehat dan bugar, karena sejak muda dia suka berpetualang.

"Besok antar aku ke tempat orang itu, Nick!" kataku menghentikan aksinya yang kemudian diam seperti patung Atlas tanpa globe di atasnya.

"Kenapa buru-buru? Aku ingin mengajak mu jalan-jalan dulu."

"Tidak ada waktu, bagaimana jika anaknya kita temukan sudah jadi tumpukan tulang karena dimakan duyung?"

"Akan aku jelaskan sedikit tentang duyung," Nick lalu duduk dan mulai berceramah.

"Dalam mitologi Yunani, Siren atau 'Seirenes' adalah makhluk legendaris, termasuk kaum Naiad, salah satu kaum nimfa yang hidup di lautan," Nick berbicara dengan serius.

Saat mendengar Nick menjelaskan tentang duyung, aku seperti sedang mendengar ibuku yang mendongeng. Ada bayangan-bayangan dalam benakku tentang semua yang dikatakan olehnya.

"Mereka tinggal di sebuah pulau yang bernama Sirenum Scopuli,

Ada juga yang mengatakan, mereka berasal dari tanjung Pelorum, pulau Anthemusa, pulau Sirenusian dekat Paistum, atau di Capreae.

Semuanya adalah tempat-tempat yang dikelilingi oleh batu karang dan tebing.

Mereka menyanyikan lagu-lagu memikat hati yang membuat para pelaut, dan yang mendengarnya menjadi terbuai, dan menceburkan diri ke laut.

Lalu sebuah kejadian yang menimpa pelaut bernama Odesius, membuat hampir seluruh siren diburu, dan mereka menyebar ke seluruh dunia untuk mencari tempat tinggal baru."

Bayanganku buyar saat Nick mengakhiri ceritanya.
"Berarti harusnya ada pulau karang di sekitar Masalembo."

"Ya, harusnya begitu."

"Tunggu, berarti kita harus membawa penutup telinga saat ke sana, kan?" Bimo tiba-tiba menimpali, "tenang aku sudah bawa earphone, aku akan menyetel musik keras-keras dan mengalahkan suara mereka."

"Hahaha! Kau pintar sekali, Bemo." kata Nick.

"Aku Bimo, Prof, bukan bemo."

Aku ikut ketawa dengan tingkah mereka, meski berusaha tidak terdengar keras, aku tetap menjaga image ku sebagai orang yang pelit senyum.

"Aku sendiri malah penasaran dengan nyanyian mereka," aku bangkit dari kursi, "sekarang sudah beda jaman dengan Odesius, mungkin sekarang duyung menyanyikan lagu milik The Beatles atau Metallica."

Sekarang giliran mereka berdua yang tertawa terbahak-bahak.

...

Yak, tepat malam jum'at, jadi waktunya update...

Semoga ga ilang keabsurdannya... wkwk

Detektif MitologiWhere stories live. Discover now