File : Makhluk Tanah #12

2.3K 297 57
                                    

Ternyata bukan hanya ada simbol dengan gambar singa yang terdapat di dalam buku catatanku, di beberapa lembar berikutnya, terdapat simbol-simbol dengan gambar yang berbeda. Ada sebuah simbol dengan gambar naga di dalam sebuah perisai segitiga dengan dua sisi yang melengkung seperti bentuk tameng pada masa kerajaan di jaman dulu dan juga simbol-simbol dengan gambar yang lain yang berbeda-beda.

Selain itu terdapat pula simbol-simbol yang tertulis berderet seperti tulisan dengan huruf kuno yang tidak kumengerti, mungkin huruf Mesir kuno tapi itu tidak mirip hieroglyph, atau mungkin huruf  kuno semacamnya dan tertulis dengan jelas di lembar terakhir. Itu hanya terdiri dari beberapa huruf yang ditulis dengan ukuran yang besar hingga memenuhi satu halaman dan halaman selanjutnya.

"Apa artinya tulisan ini?" kataku pada diriku sendiri.

"Mungkin itu huruf kuno yang sudah punah, Yod,"

Aku melirik pada Ibe yang melirik padaku dan sepertinya mendengar apa yang barusan aku dan Bimo katakan.

"Mungkin sobat kecil kita ini tahu," kataku seraya mendekati Ibe.

Saat aku hendak menyerahkan buku catatanku pada Ibe, tiba-tiba Bimo dengan cepat mengambilnya dan mengeluarkan ponsel miliknya lalu memotret simbol-simbol dan tulisan aneh yang ada dengan benda elektroniknya itu.

"Untuk jaga-jaga, karena kalau sudah keluar dari sini kita sudah tidak bisa membacanya lagi, kan?" kata Bimo.

"Ya, kau benar, Bimo," jawabku.

HOOOOONK! HOOOOOONK!

Tiba-tiba terdengar suara keras seperti suara terompet dari tanduk atau semacamnya yang biasa digunakan untuk menandai suatu peperangan atau berkumpulnya pasukan di abad dahulu. Suara itu terdengar jelas dari dalam jurang yang terbentang di hadapan kami.

"Ayo, kita harus cepat! Kalian yang lamban itu hanya akan mencelakakan kita semua!" kata Ibe.

"Suara apa tadi?" tanya Kinanti.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Kinanti, aku mengambil buku catatanku dari tangan Bimo lalu semuanya kini mengikuti kemana Ibe berjalan. Kukira awalnya dia akan membawa kami menyeberangi jurang melalui jembatan gantung, ternyata bukan. Ibe berjalan ke arah kanan menyusuri bibir jurang dan berhenti di sana. Saat aku tiba di samping Ibe yang berada di bibir jurang, dapat ku lihat ternyata ada sebuah tangga batu sempit dan menuju ke bawah sana. Dari atas terlihat bahwa ternyata di bawah sana rupanya ada sebuah kehidupan. Cahaya jingga dari api kerlap-kerlip terlihat dari atas dan menyinari sedikit bagian dari dasar jurang yang cukup dalam ini.

"Apakah ini yang kau maksud dengan  perkampungan peri yang lain, Sobat?" tanyaku pada Ibe.

"Ya. Di bawah sana adalah tempat para goblin tinggal dan menambang logam-logam berharga. Dan sangat kebetulan, benda yang kau cari ada di sana," jawab Ibe.

"Ayo kita kesana!" kata Bimo.

"Jangan tergesa-gesa, bodoh! Meski kecil, mereka sangat liar jika bergerombol, ceroboh sedikit kita bisa kehilangan nyawa," kata Ibe.

"Madu yang berharga dijaga lebah-lebah yang ganas, sudah kuduga tidak akan mudah mendapatkan benda itu," kataku. "Kita butuh senjata untuk kesana. Ibe, kau bisa gunakan palu tambangmu untuk melawan musuh, dan Kinan, maaf aku melibatkan hal yang berbahaya denganmu, namun kurasa kau akan baik-baik saja dengan golokmu itu."

"Tenang, Luk. Kau belum melihat aksiku yang sesungguhnya," Kinan memainkan goloknya seperti pendekar silat dan mengakhiri gerakannya dengan menyarungkan senjata tajam itu ke pinggangnya dan menjentikkan ujung topi koboinya. Yah, kurasa kekhawatiranku sedikit berkurang.

Detektif MitologiWhere stories live. Discover now