File: Makhluk Tanah #2

2.3K 335 16
                                    

Rumah itu terlihat semakin besar saat kami mendekatinya, rumput-rumput tinggi dan tumbuhan rambat tumbuh disekitar bahkan hampir menutupi separuh bangunan. Ternyata rumah ini cukup besar meski dibangun dengan sederhana, hanya dengan tembok batu yang direkatkan dengan tanah dan dikeringkan di bagian bawah lalu bagian atas terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari kayu pula. Sebagian batu-batu sudah menghijau penuh lumut.

Terdapat sebuah pintu di depan dan dan dua buah jendela yang tertutup di bagian samping yang bisa ku lihat.

Di samping kiri rumah terdapat sebuah pohon beringin tua yang besar, sulur-sulurnya menjuntai ke bawah.

Kinanti dengan cepat sudah berada di depan pintu bersama dengan Bimo. Sebuah pintu yang sedikit sempit tapi tinggi dengan dua daun pintu kayu yang tertutup berwarna kusam dan di bagian bawahnya sudah ditumbuhi tumbuhan rambat.

Tok! Tok!

"Permisi, apakah ada orang?" teriak Bimo setelah mengetuk pintu.

Kinanti maju ke pintu dan mendorong sekuat tenaga hingga pintu terbuka, lalu wajahnya berpaling pada Bimo.

"Pintunya saja sudah penuh tumbuhan rambat, mana ada orang di sini, Bimo."

Bimo hanya nyengir, "Kan, siapa tahu. Sebagai orang yang baik aku selalu menjaga sopan santun." kilahnya.

"Jadi, kau mau ikut masuk atau tidak?" kata Kinanti sambil memandangku.

"Tunggu! Kau sebelumnya pernah ke sini, kan?" tanyaku pada Kinanti.

"Bisa dibilang begitu."

"Lalu sebenarnya tempat apa ini?"

"Begini, Luk." Kinanti berjalan mendekatiku, "Setahun yang lalu, aku menemukan tempat ini karena aku begitu penasaran tentang kabar makhluk-makhluk mungil yang turun ke desa. Aku memang belum pernah melihat mereka, tapi ada beberapa orang yang mengaku pernah melihat mereka dan makhluk-makhluk itu datang dan pergi dari desa ke gunung ini."

"Makhluk seperti apa yang mereka katakan?" Bimo yang ternyata ikut mendekat juga bertanya.

"Entahlah, kadang aku tidak terlalu percaya dengan yang orang-orang desa katakan, mereka suka membesar-besarkan sesuatu. Mereka bilang bahwa makhluk itu sangat mengerikan, mereka pendek, kecil dan bergigi tajam. Bahkan mereka yang percaya takhayul bilang bahwa mungkin itu tuyul atau jembalang."

"Apa ada yang celaka karena mereka?" tanya Bimo lagi.

"Tidak. Tapi mereka sangat mengganggu karena suka masuk ke rumah warga seperti rombongan tikus dan mencari makanan. Ada yang bilang bahwa mereka setan peninggalan para kaum Eropa yang dulu tinggal di sini dan tidak dibawa pulang lalu berkembang biak."

Aku menyentuh bibirku dengan telunjukku dengan kepalan tangan, itu kebiasaanku saat berpikir dan aku baru meyadarinya belakangan, sebelumnya aku tidak sadar sampai Nick pernah bilang gayaku berpikir seperti orang yang sedang batuk. Aku berpikir apa sebenarnya makhluk ini, tidak ada satu makhluk pun seperti itu yang pernah ku baca dari catatan ayah atau buku-buku lainnya. Peri, kah? Goblin, kah? Atau sesuatu yang kupikirkan selama ini? Tidak, ini terlalu cepat mengambil keputusan.

Kinanti lalu berjalan menuju pintu dan mulai memasuki rumah itu meninggalkan aku dan Bimo di belakangnya. Aku masih ingin mengamati sekitar sini, rumah ini memang seperti rumah-rumah di pedesaan Eropa jaman dulu, terutama di daerah pegunungan. Namun bentuk pintu dan jendela rumah ini seperti yang terdapat pada rumah-rumah pedesaan yang ada di Jawa, membuatku lebih penasaran.

"Yod, tuyul itu tidak ada, kan?" tanya Bimo.

"Lihatlah ke cermin, maka kau akan melihatnya." jawabku lalu menyusul Kinanti masuk ke dalam rumah.

Detektif MitologiWhere stories live. Discover now