File : Puteri Duyung #6

4.4K 560 56
                                    

Aku menggenggam erat pistol pemberian Tuan Rusman saat berjalan menyusuri goa gelap. Lingkaran-lingkaran cahaya dari lampu senter kepala kami menari-nari di lantai dan dinding goa yang lebar dengan bebatuan karang tajam. Tidak ada stalaktit atau stalakmit pada goa karang, seperti goa-goa bawah tanah pada umumnya, ini lebih mirip terowongan bawah tanah.

"Yod, aku yakin sebentar lagi kita akan disambut mereka. Mata yang aku liat tadi pasti salah satu dari mereka."

Aku tidak menjawab pernyataan Bimo, aku sendiri juga merasakan ketegangan, kata-kata Bimo barusan membuatku lebih waspada. Bukan takut, meski ada walau sedikit, tapi lebih ke penasaran apa yang akan mereka lakukan, aku belum terlalu mengenal makhluk satu ini. Walaupun terdengar aneh bagi seorang Detektif Mitologi yang menangani hal seperti ini, tapi informasi tentang mereka terlalu beragam, bukannya sedikit dan sulit ditemukan, justru karena terlalu banyak membuatku bingung mana yang benar.

Yang aku tahu hanya satu, mereka suka mencelakai manusia dan itu cukup untuk membuatku waspada.

Semakin jauh kami berjalan, lantai goa yang kami lewati juga berair, meski tidak terlalu dalam, awalnya hanya sebatas mata kaki tapi semakin kedepan kini sudah mencapai lutut dan mempersulit perjalanan kami, belum lagi dasarnya yang tidak rata, dipenuhi oleh bebatuan karang.

"Nick, apakah duyung hidup berkoloni atau soliter?"

"Kalau mendengar dari mitos-mitos, mereka hanya beberapa saja dan hidup bersama, Junior. Tapi untuk kenyataannya, aku belum tahu. Bahkan aku pernah dengar tiap kelompok dari mereka mempunyai ratu."

"Ratu? Aha, seperti lebah."

"Bingo, Junior. Kau tahu, kan, bahwa hampir seluruh lebah adalah betina."

"Iya, Nick, seluruh lebah pekerja dan penjaga adalah betina, hanya sedikit lebah jantan yang tugasnya mengawini ratu, dan setelah itu jantan diusir atau dibunuh."

"Ya, itu artinya jika duyung tidak memiliki duyung jantan dia akan mencari manusia. Tapi ini masih perkiraan, bisa saja mereka berkembang biak secara aseksual."

"Hmm..." aku berfikir tentang nasib anak Tuan Rusman yang jadi korban 'pemerkosaan' jika asumsi Nick benar, dan meskipun dia selamat dari duyung, bagaimana dia bisa bertahan hidup di sini.

Kami berjalan susah payah. Bimo berkali-kali mengarahkan senternya ke air, aku mengira dia pasti takut jika ada duyung yang tiba-tiba menyerang, karena aku juga memikirkan hal itu.

Goa yang kami lewati semakin lebar dan benar-benar terendam air, batu-batu besar dan kecil menyembul ke permukaan air yang tenang. Sejenak suasana sangat mencekam karena keadaan yang gelap dan udara yang dingin, padahal di luar sana mungkin matahari sudah meninggi.

Byur!

Suara benda membentur air terdengar di depan kami. Langkah kami terhenti, dengan bersamaan melihat ke arah suara tadi. Air tampak bergelombang seperti habis terkena sesuatu. Aku mengangkat pistol, waspada. Tidak ada yang bersuara, aku memasang pendengaran dan penglihatanku lebih tajam.

Lama kami terdiam, menoleh ke segala arah mencari sebuah pergerakan, tapi tidak ada apa-apa. Kami kembali berjalan, air terasa lebih dingin di kakiku, jari-jarinya seperti mati rasa.

"Yod, Yodha!" Bimo yang berjalan paling belakang memanggil dengan suara pelan, lebih mirip bisikan, "Prof, Kapten, siapa saja!"

Kami bertiga serempak menoleh ke arah Bimo, wajahnya tegang, tangannya menggenggam erat ketapel pemberian Albert, sedangkan tangan kirinya menunjuk ke arah kakinya yang terendam air hingga atas lututnya.

"Di bawaaah siniii." dia berbisik sangat pelan, tapi di dalam goa yang sunyi, suaranya terdengar cukup jelas, "ada yang memegangi celanakuuu."

Aku melangkah pelan-pelan mendekati Bimo, mengarahkan pistolku ke depan untuk berjaga-jaga.

Detektif MitologiOnde histórias criam vida. Descubra agora