File : Makhluk Tanah #5

2.1K 302 17
                                    

Kinanti menyerahkan benda itu padaku, berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar lima belas sentimeter terbuat dari perak. Sebuah gambar singa yang berdiri dengan menggenggam sebilah pedang terukir di atasnya. Ya, benda itulah yang sedang aku cari.

"Kenapa kau menyembunyikan ini dariku?" tanyaku pada Kinanti.

"Jadi itu yang kau maksud, Yod?" tanya Bimo, matanya berbinar menatap benda di tanganku.

"Ya, Bimo. Ini yang aku cari dan entah kenapa nona manis ini malah menyembunyikannya dariku," jawabku.

"Agar kau bersedia ikut kesini, Luk," kata Kinanti kemudian. "Jika kau menemukannya kau pasti akan langsung pergi dan tidak mau kuajak kemari."

Aku menatap Kinanti, sedikit tidak percaya aku dengan jawabannya. Tapi bagaimanapun, benda ini sudah berada di tanganku. Hanya masalahnya sekarang kami berada puluhan meter di bawah tanah tanpa tahu bisa keluar atau tidak.

"Sudahlah, ayo kita jalan lagi," kataku pada mereka lalu ku kantongi benda perak tadi.

"Maafkan aku, Luk," kata Kinanti yang lalu kembali memasukkan benda-benda bawaannya ke dalam ransel.

"Sini, aku bawakan. Sekarang boleh, kan?" kata Bimo yang lalu meraih ransel milik Kinanti dan wanita itu pun mengangguk.

Kami kembali berjalan melalui lorong gelap persegi yang lebar dan tinggi. Kini aku membawa senter yang tadi ditemukan Bimo di ransel, sedangkan lampu badai dibawa olehnya. Kinanti berjalan di belakang dengan masih menenteng golok, kelihatannya kini dia lebih waspada.

"Oh, ya, Luk. Tentang makhluk barusan, apa peri seperti itu?" tanya Kinanti padaku. Aku sebenarnya masih kesal dan enggan bicara tapi diam saja pun tak berguna.

"Peri itu ada banyak bukan hanya seperti yang kau pikirkan, bertubuh mungil berwajah cantik dan bersayap kupu-kupu atau capung. Yang tadi itu juga peri, lebih tepatnya peri tanah. Bahkan peri yang bisa terbang itu pun wajahnya tidak seperti yang sering digambarkan oleh orang-orang," jawabku.

"Memangnya seperti apa?" tanya Kinan.

"Mata mereka hitam seluruhnya, wajahnya sangat mungil tidak mempunyai rambut dan sayapnya seperti kelopak bunga," jawab Bimo yang sepertinya juga gatal ingin menjelaskan.

"Wah, pasti kelihatan sangat cantik," kata Kinanti.

"Lumayan," jawab Bimo lagi.

"Tapi tidak semuanya cantik, beberapa jenis peri atau elf juga punya sejarah kelam dengan manusia," kataku.

"Sejarah kelam bagaimana, Luk?"

"Kau tahu dongeng peri gigi?" tanyaku

"Aku tahu. Itu budaya dari barat, kan?" kata Kinanti.

"Ya, dimana anak kecil setiap giginya tanggal akan menaruhnya di bawah bantal lalu tidur dengan mematikan lampu lalu esok harinya gigi itu berubah menjadi uang logam." kataku.

"Memang peri gigi itu benar-benar ada?" tanya Kinanti lagi.

"Ada dan tidak ada..." Bimo menyerobot ikut menjawab sambil menaikkan alisnya, seolah dia ingin menunjukkan pada Kinanti bahwa dia pun mempunyai banyak pengetahuan tentang makhluk mitos.

"Yang jelas, dong." kata Kinanti.

"Begini," aku mulai bercerita. " Ada jenis peri tanah yang sudah hidup ribuan tahun dan tinggal di lubang-lubang di bawah tanah. Tubuh mereka yang kecil dan cakar-cakar mereka yang tajam memudahkan mereka untuk menggali lubang bahkan sampai ratusan meter di bawah tanah. Dan kau tahu apa makanan mereka?"

"Apa?" tanya Kinanti.

"Gigi manusia," Bimo kembali menyelaku sambil menatap Kinanti dengan ekspresi wajah menyeramkan. Aku menatapnya dengan kesal.

Detektif MitologiWhere stories live. Discover now