File: Makhluk Tanah #4

2K 296 29
                                    

Lantai ini terus membawa kami turun, ini benar-benar lubang yang sangat dalam. Semakin ke bawah, suhu semakin lembab dan panas, debu-debu tipis terlihat melayang di sekitar lampu badai yang kubawa. Suara derak terus terdengar, entah dari gesekan antara lantai dengan dinding atau suara mesin yang membuat lantai ini bergerak.

"Bagaimana orang pada masa lalu bisa membuat yang seperti ini?" kata Kinanti.

"Jangan meremehkan masa lalu, Kinan. Kita merasa teknologi terus berkembang dan masa sekarang jauh lebih maju dari masa lalu, tapi bagaimana seandainya sebenarnya masa lalu pernah memiliki puncak teknologi yang lebih maju tapi lalu menghilang." kataku.

"Atau disembunyikan." Bimo meneruskan ucapanku.

"Nah!" aku mengarahkan 'pistol' jariku pada Bimo.

"Ya, ya. Dan mereka membangunnya dibantu oleh alien." Kinanti menampilkan ekspresi wajah yang tak acuh.

Bruk!

"Aaaah!"

Sesuatu jatuh dari kegelapan di atas dan menimpa Kinanti, dia berteriak kaget dan 'sesuatu' itu mengait di bahunya. Sesuatu yang kurus berjari-jari dan hitam itu lalu jatuh ke lantai setelah Kinanti menyibakkan dengan sebelah tangannya.

Aku mendekat dan kusinari lantai dengan cahaya lampu, "cuma ranting pohon yang kering."

"Syukurlah, ku kira apa tadi." kata Bimo, wajahnya masih nampak terkejut.

Kinan masih menyapu-nyapu pundaknya dengan sebelah tangan sambil menatap ranting kering itu.

"Yang jadi masalah, tidak ada pohon di lubang ini-kan?" kataku.

Kami pun saling berpandangan dan mendongakkan kepala ke atas. Lantai terus turun dan kami menunggu akankah terjadi sesuatu, namun tidak ada apa-apa.

Tiba-tiba suara seperti sesuatu yang jatuh terdengar kembali. Aku memandang berkeliling sambil mengarahkan sinar lampu, lalu aku diterjang oleh sesuatu yang melompat ke wajahku.

Aku menggenggamnya dan ku banting ke lantai dan bisa kulihat seekor makhluk berukuran kecil berwarna hitam dan kurus seperti belalang. Tubuhnya seperti kerangka monyet berlengan panjang dengan kuku-kuku yang tajam di telapak tangannya dan besar tubuhnya tidak lebih besar dari seekor tikus yang kurus.

"Apa itu?" tanya Bimo dan Kinan hampir bersamaan lalu mereka menghampiri makhluk itu yang tergeletak dan berdaya di depanku. Begitu melihatnya, Kinan menjerit pelan.

"Apa itu peri?" tanya Kinan.

"Ini kan..." Bimo melihat sambil mengusap-usap dagunya berusaha mengingat sesuatu.

Makhluk itu mengeluarkan suara serak sambil berusaha bangkit perlahan, sepertinya bantinganku tadi membuat beberapa tulangnya patah.

"Itu..." baru saja aku akan menjelaskan, suara benda jatuh itu terdengar lagi, lagi dan lagi.

"Aaaah!" Kinan menjerit lagi, kali ini sambil memegang kepalanya.

Seekor makhluk kecil berada di atas kepalanya sambil menarik rambut Kinan, kukunya yang runcing bersiap ditusukkan ke wajah Kinan.

Plak!

Bimo memukul makhluk tadi hingga terlempar dan menabrak dinding. Tapi muncul satu lagi, lalu ada lagi. Kami di kelilingi oleh makhluk-makhluk kecil yang mengerikan dan berusaha mencelakai kami. Sedangkan lantai ini terus bergerak ke bawah dan sama sekali belum berhenti, hanya ada dinding di sekitar kami. Kami terjebak!

Aku menendang, meraih dan membanting mereka, begitu juga Kinanti yang kini sudah kembali mengeluarkan goloknya. Wanita itu sangat mengerikan, dengan kesal dia asal mengayunkan goloknya ke bawah. Aku khawatir, takut goloknya malah akan melukai kakiku atau Bimo. Tapi Bimo lebih kejam lagi, dia menginjak-injak setiap makhluk mungil yang medekatinya dan terdengar suara tulang-tulang rapuh yang patah dengan sangat menjijikkan.

Detektif MitologiWhere stories live. Discover now